Wednesday, December 16, 2015

Happy Unhappy Ending

The wedding alias pernikahan sejatinya merupakan moment yang membahagiakan dan ditunggu-tunggu bagi sang mempelai. Betapa tidak, bersanding dengan orang yang dicintai yang mungkin sudah sejak lama menjelma menjadi kenyataan. They said “Dream come true, finally”. Namun faktanya, kisah dibalik duduknya sepasang mempelai di pelaminan tidak selamanya seindah itu.
Memang begitu banyak kisah cinta yang berakhir happy ending, hingga menginspirasi pembuatan sebuah lagu, novel apalagi film. Namun, di sisi lain banyak pula kisah “tanpa” cinta yang kemudian bersama juga di singgasana sehari or berhari-hari itu…
            Kisah “happy ending” memang keinginan semua orang. Banyak tulisan ataupun cerita yang ditulis dengan segala jenis sudut pandang, setting, konflik ataupun likuan hidup sang tokoh dalam kisah cintanya yang pada akhirnya bahagia. Tetapi, untuk menjadi bahan tulisan saya kali ini, sepertinya hal itu sudah terlampau mainstream.
            Menikah = menemukan jodoh? Setujukah Anda? Apakah hakikat jodoh itu? Menurut KBBI, jodoh adalah pasangan hidup, cocok sebagai suami istri. Yang seperti apakah konsep cocok itu? Sekilas, saya akan menguraikan konsep jodoh yang pernah dijelaskan oleh dosen saya di ruang kuliah sekira dua tahun yang lalu.
            Konsep pertama, jodoh ada yang sebagai takdir adapula yang sebagai pilihan. Jodoh dianggap sebagai takdir ketika sejauh penilaiannya tentang calonnya sebelum menikah adalah positif atau cukup postif untuk diteruskan. Namun, setelah menikah ternyata penilaian itu terbalik. Sedangkan ketika selama mengenal calonnya, penilaiannya memang negatif. Namun, dengan statement “terlanjur cinta” or “cinta itu buta”, maka pernikahan pun berlangsung. Setelah itu semua perlakuan negatif semakin menjadi-jadi, semakin berkembang melebihi penilaian awal yang memang sudah meragukan. Hingga pada akhirnya pada kondisi itu jodoh disebut sebagai pilihan.
            Konsep kedua, ketika adanya status pernikahan yang mengikat dalam waktu yang sama dengan beberapa lawan jenis (poligami/poliandri) atau menikah lebih dari satu kali setelah cerai dengan pasangan sebelumnya, maka yang manakah jodohnya? Menurut dosen saya yang juga seorang uztad itu, jawabannya adalah pasangan yang bersamanya saat akhir hayatnya. Contohnya sebut saja, John menikah dengan Clara. Kemudian John meninggal. Clara pun menikah lagi dengan Romeo. Sampai akhir hayat Clara, ia berstatus sebagai istri Romeo. Maka, kesimpulannya adalah bagi John, jodohnya adalah Clara. Namun bagi Clara sendiri, John bukanlah jodohnya. Jodoh Clara adalah Romeo.
            Dengan demikian, definisi kata jodoh dalam KBBI mungkin dapat dilengkapi menjadi pasangan hidup yang cocok hingga akhir hayat. Kata cocok di sini kembali masih memiliki tingkat abstraksi yang tinggi. Bisa jadi kata kata cocok menjadi relatif berbeda bagi tiap pasangan. Wallahu A’lam Bishawab.
Kecocokan mungkin bisa ditemukan setelah melewati sesi akad nikah. Hal ini biasanya berlaku bagi yang menikah tanpa merasa sudah mengenal betul siapa pasangannya. Berbeda dengan pasangan yang sudah lama saling mengenal sebelumnya. Baik melalui tahap pacaran maupun ta’aruf. Mereka pada dasarnya memiliki modal ketertarikan satu sama lain sehingga memutuskan untuk bersatu dalam pernikahan.
Lantas, bagaimana dengan mereka yang menikah dalam keadaan TERPAKSA? Banyak motif yang melatarbelakangi hal tersebut. Bisa jadi karena adanya “kecelakaan” ataupun perjodohan. Kisah pernikahan melalui perjodohan pada dasarnya tidak selamanya karena terpaksa. Ada tipe individu yang mungkin berprinsip tidak mau pusing dengan persoalan siapa jodohnya, bahkan cuek dengan lawan jenisnya. Sehingga, hanya menunggu tawaran keluarga ataupun kerabat. Dalam kondisi ini tidak ada masalah ketika keduanya dipertemukan dan sama-sama ikhlas untuk dinikahkan.
Namun, bagaimana dengan upaya perjodohan untuk individu yang sudah memiliki calon sendiri ataupun belum tapi tidak menyukai calon yang ditawarkan. Mereka dipaksa dengan berbagai alasan. Pada banyak kasus, orang tua menjodohkan anaknya untuk melanggengkan bisnisnya ataupun untuk menyelamatkan bisnisnya dari keterpurukan. Sang anak, yang biasanya wanita seakan menjadi tumbal yang harus berkorban. Masih banyak lagi jenis-jenis motif perjodohan yang intinya akhirnya harus terpaksa menerima.
Saat-saat terpaksa menerima biasanya setelah adanya upaya intimidasi dan intervensi dari berbagai pihak hingga pada akhirnya menyerah pada keadaaan. Apapun itu, tetap saja berlatarbelakang keterpakasaan. Faktanya, dalam berbagai kasus banyak yang pada akhirnya berhasil alias tetap happy ending. Namun, tidak sedikit pula yang gagal alias unhappy ending. Naudzubillah.
Secara hukum, kawin paksa adalah perkawinan yang dilaksanakan tanpa didasari atas persetujuan kedua calon mempelai, hal ini bertentangan dengan pasal 6 ayat 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 yang berbunyi: “Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai”. Syarat pernikahan pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 bahwa perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai yang akan melangsungkan perkawinan.
 Adanya persetujuan kedua calon mempelai sebagai salah satu syarat perkawinan dimaksudkan agar setiap orang dengan bebas memilih pasangannya untuk hidup berumah tangga dalam perkawinan. Munculnya syarat persetujuan dalam Undang-Undang Perkawinan, dapat dihubungkan dengan sistem perkawinan pada zaman dulu, yaitu seorang anak harus patuh pada orang tuanya untuk bersedia dijodohkan dengan orang yang dianggap tepat oleh orang tuanya. Sebagai anak harus mau dan tidak dapat menolak kehendak orang tuanya, walaupun kehendak anak tidak demikian. Untuk menanggulangi kawin paksa, Undang-Undang Perkawinan telah membeClaran jalan keluarnya, yaitu suami atau istri dapat mengajukan pembatalan perkawinan dengan menunjuk pasal 27 ayat (1) apabila paksaan untuk itu dibawah ancaman yang melanggar hukum.

Hukum Pernikahan karena Paksaan Orang Tua


Abu Hurairah radhiallahu anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

Tidak boleh menikahkan seorang janda sebelum dimusyawarahkan dengannya dan tidak boleh menikahkan anak gadis (perawan) sebelum meminta izin darinya.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana mengetahui izinnya?” Beliau menjawab, “Dengan ia diam.”
 (HR. Al-Bukhari no. 5136 dan Muslim no. 1419)

Dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma bahwasannya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

 “Seorang janda lebih berhak atas dirinya daripada walinya, sedangkan perawan maka ayahnya harus meminta persetujuan dari dirinya. Dan persetujuannya adalah diamnya.”
(HR. Muslim no. 1421)

Dari Khansa’ binti Khidzam Al-Anshariyah radhiallahu anha:

Bahwa ayahnya pernah menikahkan dia -ketika itu dia janda- dengan laki-laki yang tidak disukainya. Maka dia datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (untuk mengadu) maka Nabi shallallahu alaihi wasallam membatalkan pernikahannya.”
(HR. Al-Bukhari no. 5138)


Al-Bukhari memberikan judul bab terhadap hadits ini, “Bab: Jika seorang lelaki menikahkan putrinya sementara dia tidak senang, maka nikahnya tertolak (tidak sah).”

Penjelasan ringkas:

Di antara kemuliaan yang Allah Ta’ala berikan kepada kaum wanita setelah datang Islam adalah bahwa mereka mempunyai hak penuh dalam menerima atau menolak suatu lamaran atau pernikahan, yang mana hak ini dulunya tidak dimiliki oleh kaum wanita di zaman jahiliah. Karenanya tidak boleh bagi wali wanita manapun untuk memaksa wanita yang dia walikan untuk menikahi lelaki yang wanita itu tidak senangi.

Karena menikahkan dia dengan lelaki yang tidak dia senangi berarti menimpakan kepadanya kemudharatan baik mudharat duniawiah maupun mudharat diniah (keagamaan). Dan sungguh Nabi shallallahu alaihi wasallam telah membatalkan pernikahan yang dipaksakan dan pembatalan ini menunjukkan tidak sahnya, karena di antara syarat sahnya pernikahan adalah adanya keridhaan dari kedua calon mempelai.[1]

Terlepas dari sudut pandang hukum yang telah diuraikan sebelumnya. Selanjutnya, secara psokologis, dapat diprediksi bagaimana kondisi mereka yang mengalami keadaan tersebut. Tekanan batin yang begitu menghantui hingga menyebabkan stress sangat mungkin terjadi. Namun, banyak faktor yang mempengaruhi kualitas ketahanan seseorang dalam menghadapi stress.
Karakter individu yang berkepribadian phlegmatis cenderung lebih mudah menyerah dan mengikuti arus. Pasrah karena tidak bisa berbuat apa-apa lagi dan tentu saja menghindari konflik berkepanjangan akhirnya bisa memendam ego kekecewaannya. Meskipun demikian, mungkin ada konsekuensi perubahan sikap menjadi lebih tertutup. Sedangkan bagi mereka yang berkepribadian sanguinis, koleris, apalagi melankolis, agaknya agak lebih sulit menerima keadaaan. Mungkin harus mengambil langkah tindakan ekstrim sebelum pada akhirnya harus menyerah.

Sebagai penutup pada tulisan kali ini, sejatinya pada Allah jualah kita mengembalikan segala problem yang dihadapi. Apapun yang terjadi, yakinlah itu yang terbaik menurut Allah. Dia yang maha Tahu mengenai hamba-hambanya. Allah Swt, berkalam:

“Bisa jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan bisa jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”(QS. Al Baqarah: 216)

Like dislike  dalam hidup ini adalah warna dinamika kehidupan.




[1]https://lordbroken.wordpress.com/2011/12/23/janganlah-menikah-karena-paksaan-memaknai-perjodohan-yang-dipaksakan-dalam-sudut-pandang-hukum-negara-dan-hukum-agama-islam/

Tuesday, December 15, 2015

empathy

Dear Ukhty….

I know it well… I know ur feel…. I know how difficult your problem…
But ukhty….  Forgive me coz I don’t know what to do… what should I do to help u…. I just give her suggestion n we know it’s failed….

Ukhty… we’re realize.. this is not ur want…but u decide to accept to make her stop do that by saying YES but ur smile for her is the LAST.. it’s scary action…

Honestly, if I becomes u, stand on ur position.. I’ll do that too… even though it’s really pain… but there’s no choice anymore…

One thing that makes me shocks are about her act to you… just like to me…

Ukhty, I know…u’re strong… u face this problem wisely…

U’re great…


Tuesday, December 1, 2015

2 dec 15. I'm 26th. Alhamdulillah...

Eventhough, now i've No dream. No ambition. No obsession.
No spesific wishes for my future...
All of it has flying, dissappear with the wind.
#scarybirthday

But, whatever happen, i'm sure that..
it's better for my life..
The God is always give me the best gift.

I'm sure, "Inna ma'al 'usri yusra...
"Every Cloud has a Silver Lining"



d'SwEEt piNk