Tuesday, December 3, 2013

UAS Perspektif Sosiologi Komunikasi

1.       Tingkat ketergantungan masyarakat terhadap media massa semakin tinggi, namun komunikasi sosial antarwarga tidak bisa digantikan media. Apa yang menjadi kekuatan komunikasi sosial sehingga tak bisa digantikan media ?
à Dalam komunikasi, kemajuan teknologi komunikasi yang kemudian diterapkan dalam berbagai media massa jelas tidak bisa menggantikan suatu komunikasi sosial. Dengan kata lain, tidak otomatis membuat komunikasi tatap muka tidak penting. Meskipun kita bisa berkomunikasi lewat telepon genggam, e-mail dan teleconferencing serta dapat mengetahui berbagai informasi melalui media massa, namun kita tetap merasa perlu berkomunikasi secara tetap muka alias bertemu langsung dengan sumber informasi (jika tendensius pertemuan dengan sumber secara langsung ada), untuk lebih meningkatkan keakuratan atau kepercayaan kita atas suatu informasi.
Komunikasi sosial atau proses komunikasi tatap muka dalam masyarakat adalah bentuk komunikasi yang paling sempurna, hal inlah yang memungkinan kita memupuk keakraban dan kehangatan dengan sesama manusia. Menurut saya, aspek humanitas yang membutuhkan unsur face to face touching, warmth sehingga menghasilkan intimacy dalam komunikasi langsung merupakan bagian tak tergantikan oleh media. Mereka yang bekerja dalam organisasi percaya bahwa penggantian percakapan tatap muka dengan surat elektronik atau pertemuan lewat video, dapat menambah perasaan terasing, tidak puas, terkucil, atau perasaan bahwa “tempat ini benar-benar tanpa sentuhan pribadi” (Pace dan Faules dalam Mulyana, 2008).
Oleh karena itu, tidaklah mengejutkan bahwa sebagian orang yang semula sengan bekerja di rumah dengan menggunakan komputer yang terhubungkan dengan kantor mereka (telecommuting), akhirnya kembali ke pola kerja mereka yang lama. Karena lewat cara kerja konvensional tersebut mereka memperoleh sentuhan manusiawi yang membuat mereka merasa tetap sebagai manusia.
Lagipula, bersama teknologi, selalu ada ada harga sosial yang harus dibayar. Penggunaan robot sebagai pengganti tenaga mausia di perusahaan-perusahaan mungkin menimbulkan pengangguran. Di jepang, hal ini malah membuat sebagian orang merasa terasing dari lingkungannya sendiri, dan sebagai akibatnya, segelintir orang melakukan bunuh diri. Teknologi  komunikasi sederhana semisal media telepon pun, menurut beberapa penelitian ternyata berkontribusi terhadapa penyakit vertigo. Penggunaan telepon selular pun boleh jadi telah menibulkan kecelakaan yang memakan  korban jiwa gara-gara sopir berkendara sambil menggunakan telepon selular.

2.      Sampai derajat tertentu besar kecilnya pengaruh media ditentukan oleh kecocokan nilai antara pembicara dengan pendengar (atau pembaca). Dalam konteks apa kecocokan nilai antara keduanya menjadi faktor dominan (faktor penentu) keberhasilan komunikasi?
à Keberhasilan komunikasi terjadi ketika tecapainya kesamaan makna antara sumber informasi dengan penerima informasi. Utamanya ketika media mempunyai tujuan tertentu terhadap audiens dengan menggunakan agenda setting-nya. Media harus memahami keinginan pendengar/penonton/pembaca alias masyarakat untuk dapat menentukan sejauh apa pengaruhnya. Jadi dalam hal ini diperlukan kecocokan dalam konteks sosial yang akan mendukung keberhasilan proses komunikasi.
Berbagai media tentunya memiliki segmentasi audiens tersendiri. Hal ini akan menjadi acuan dalam packaging-nya. Media harus memahami betul karakteristik targetnya. Di sini proses komunikasi yang bersifat sistemik, juga berlaku. Ada hal-hal dalam sistem internal dan eksternal peserta komunikasi yang kemudian akan mendukung keberhasilan tersebut jika tingkat kesamaannya tinggi.
a. Sistem internal:  C Frame rujukan (frame of reference)
                                    C Bidang pengalaman (field of experience)
                                    C Struktur kognitif (cognitive structure)
                                    C Pola pikir (thinking pattern)
                                    C Keadaan internal (internal state)
                                    C Sikap (attitude)
b. Sistem Ekternal: Penataan ruang, pencahayaan, kekuatan suara, dll.
3.      Kemajemukan masyarakat Indonesia antara lain tampak dari pranata sosial yang dianut masyarakatnya.
a. Jelaskan transformasi pranata: aspek-aspek apa yang dipertahankan dan aspek apa yang berubah?
à Keberadaan pranata sosial dalam kehidupan masyarakat, bukanlah merupakan sesuatu yang bersifat statis. Karena fungsinya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia yang beraneka ragam dan selalu berubah-ubah, maka pranata sosial pun dapat mengalami transformasi atau perubahan sesuai dengan fungsinya tersebut. Transformasi pada pranata sosial dapat terjadi jika pranata sosial tertentu sudah tidak memenuhi kebutuhan hidup masyarakat secara keseluruhan, sehingga pranata sosial tersebut harus diubah. Proses perubahannya itu berlangsung dalam interaksi di dalam masyarakat. Perubahan pranata sosial tidak dapat dilakukan oleh seseorang, sekalipun orang tersebut memiliki kekuasaan. Karena itu, walaupun pranata sosial bisa berubah tetapi dalam kenyataannya sulit dilakukan. Hal ini sangat tergantung pada beberapa hal seperti:
1. Proses internalisasi pranata sosial yang dialami sejak lahir sampai meninggal, merupakan proses waktu yang relatif lama.
2. Adanya kontrol sosial, yang pada dasarnya merupakan suatu mekanisme dalam kehidupan masyarakat yang dijalankan untuk menjamin agar individu mematuhi norma-norma yang berlaku. Dalam hal ini antara internalisasi dan kontrol sosial mempunyai kaitan yang sangat erat dimana keduanya berlangsung dalam suatu proses interaksi sosial. Sedangkan perbedaannya internalisasi menghasilkan kepatuhan pada individu baik melalui paksaan atau rayuan berbagai pihak dalam masyarakat.
            Dalam era globalisasi saat ini begitu banyak pranata-pranata sosial yang mengalami transformasi. Namun demikian, ada aspek-aspek yang harus dipertahankan ada pula yang harus berubah. Aspek-aspek yang harus dipertahankan, meliputi: ideologi dasar, budaya lokal, serta berbagai falsafah hidup masyarakat dalam pranata sosial tersebut. Sedangkan yang harus berubah yaitu metode komunikasi dengan menggunakan alat-alat atau fasilitas yang up-date, mengikuti perkembangan zaman, namun tetap sesuai dengan kebutuhan. Dengan masuknya hal-hal baru ini, masyarakat mempunyai anggapan-anggapan baru tentang norma-norma yang berkisar pada kebutuhan pokoknya. Sehingga pada akhirnya mendukung efektifitas dan efisiensi kegiatan masyarakat dalam pranata sosial tersebut.

b. Mengapa pranata sosial hanya dapat dipahami secara utuh melalui pendekatan emik?
à Hal ini disebabkan karena pranata sosial pada dasarnya bukan merupakan sesuatu yang kongkrit, dalam arti tidak selalu hal-hal yang ada dalam suatu pranata sosial dapat diamati atau dapat dilihat secara empirik (kasat mata). Tidak semua unsur dalam suatu pranata sosial mempunyai perwujudan fisik. Bahkan, pranata sosial lebih bersifat konsepsional, artinya keberadaan atau eksistensinya hanya dapat ditangkap dan difahami melalui pemikiran, atau hanya dapat dibayangkan dalam imajinasi sebagai suatu konsep atau konstruksi yang ada di alam pikiran.
Selain itu, pranata sosial pada hakikatnya bukan merupakan sesuatu yang bersifat empirik, karena sesuatu yang empirik unsur-unsur yang terdapat didalamnya selalu dapat dilihat dan diamati. Sedangkan pada pranata sosial unsur-unsur yang ada tidak semuanya mempunyai perwujudan fisik. Pranata sosial adalah sesuatu yang bersifat konsepsional, artinya bahwa eksistensinya hanya dapat ditangkap dan dipahami melalui sarana pikir, dan hanya dapat dibayangkan dalam imajinasi sebagai suatu konsep atau konstruksi pikir.
Oleh karena itu, dengan menggunakan pendekatan emik, suatu pranata sosial dapat dipahami secara lebih obyektif, dikaji dan dikategorikan menurut pandangan orang yang dikaji itu sendiri, berupa definisi yang diberikan oleh anggota atau masyarakat dalam pranata sosial itu sendiri.

 c. Jelaskan makna pranata sosial bagi komunikasi?
à Pranata sosial sebagai sistem-sistem yang menjadi wahana yang memungkinkan warga masyarakat untuk berinteraksi menurut pola-pola atau sistem tatakelakuan dan hubungan yang berpusat pada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat, Terdapat tiga kata kunci dalam setiap pembahasannnya yang kemudian mempunyai makna tersendiri bagi komunikasi, yaitu:
(1) Nilai dan norma sosial,
(2) Pola perilaku yang dibakukan atau yang disebut dengan prosedur umum,
(3) Sistem hubungan, yaitu jaringan peran serta status yang menjadi wahana untuk melaksanakan perilaku sesuai dengan prosedur umum yang berlaku.
Ketiga hal tersebut, berkaitan satu sama lain. Suatu nilai atau norma sosial yang diterapkan dalam sebuah pranata sosial akan mempengaruhi pola-pola perilaku komunikasi masyarakatnya. Pola tersebut merupakan representasi sistem hubungan komunikasi antar individu. Dengan demikian, di manapun terdapat intaraksi manusia, maka di situ terdapat makna-makna komunikasi.
d. Bagaimana pemanfaatan pranata sosial bagi pembelajaran sosialogi?
à Pranata sosial yang bertujuan memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok manusia pada dasarnya mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut: Menurut Paul B. Horton  dan  Chester L. Hunt fungsi pranata sosial dapat dibedakan menjadi fungsi manifest dan fungsi laten.
·         Fungsi Manifes
Fungsi manifes lembaga sosial adalah fungsi yang merupakan tujuan lembaga yang diakui. Misalnya, lembaga ekonomi harus menghasilkan atau memproduksi dan mendistribusikan kebutuhan pokok serta mengarahkan arus modal ke pihak yang membutuhkan.
·         Fungsi Laten
Fungsi laten lembaga sosial adalah hasil yang tidak dikehendaki dan mungkin tidak diakui, atau jika diakui dianggap sebagai hasil sampingan. Misalnya, pada lembaga ekonomi. Lembaga ini tidak hanya memproduksi dan mendistribusikan kebutuhan pokok, tetapi juga meningkatkan pengangguran dan kesenjangan sosial.


Oleh karena itu, dalam pembelajaran sosiologi, pemanfaatan pranata sosial dapat memberikan informasi yang kaya berdasarkan perannya, yaitu:
1.    Memberikan pedoman pada anggota masyarakat, bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat.
2.    Menjaga keutuhan masyarakat.
3.    Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial (social control).  Artinya, sistem pengawasan masyarakat terhadap tingkah laku anggota-anggotanya.
4.      Perkembangan teknologi komunikasi ibarat pedang bermata dua. Dampak positif kehadiran media sekuat dampak negatifya. Namun pandangan ontologis tentang manusia sebagai pelaku komunikasi menawarkan beragam bentuk aksiologi pemanfaatan media sehinggga kehadirannya menjadi instrument penting bagi humanisasi kehidupan sosial. Coba analisis masalah ini.
à Teknologi komunikasi atau informasi adalah istilah yang merujuk pada teknologi komunikasi modern yang terutama mencerminkan aplikasi komputer, telekomunikasi, atau kombinasi keduanya (Williams, 1987: 22).
      Teknologi bisa menjadi berkah, tetapi juga bisa sebagai laknat bagi kehidupan manusia, bergantung pada bagaimana kita menyikapinya. Teknologi merupakan berkah bila ia mencerahkan kehidupan kita, misalnya meningkatkan kemampuan fisik, memperpanjang harapan hidup, memudahkan kita bergerak dari satu tempat ke tempat lain, meninggikan kemampuan intelektual, martabat dan moralitas kita. Dalam konteks ini terutama meningatkan kefektifan komunkasi kita demi kebahagiaan kita bersama.
      Akan tetapi bila teknologi menghancurkan sumber daya alam dan kehidupan di bumi, menimbulkan polusi, dan menimbulkan pengangguran, serta menimbulkan perselisihan antar manusia dan antar bangsa, teknologi komunikasi adalah laknat bagi kita. Menggunakan kata-kata Williams (1987: 7) “Apakah kita tuan atau korban teknologi komunikasi bergantung pada kemampuan kita sebagai kelompok untuk menggunakannya secara bijaksana agar bermanfaat bagi manusia.
      Maka makna teknologi sebenarnya bukan terdapat pada teknologi itu sendiri, melainkan dalam kepala kita. Tanpa belandaskan prinsip-prinsip dan tujuan yang benar, teknologi hanya akan membawa kehancuran bagi kehidupan manusia. Bahkan sebagian pengamat mengatakan bahwa penggunaan teknologi harus sesuai dengan lingkungan fisik dan sistem sosiobudaya masyarakat yang akan menggunakan teknologi tersebut.
      Akhir-akhir ini penggunaan internet oleh individu-individu di rumah-rumah, di warnet, atau di tempat hiburan, menunjukkan gejala yang kurang sehat. Banyak yang memilih fungsinya yang mendatangkan hal negatif seperti “membahayakan moralitas” daripada yang semestinya bernilai positif dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang konstruktif, misalnya mencari data. Jadi, menurut saya, masalah bagaimana pemanfaatan teknologi ini berlaku teori bebas nilai (value free). Tergantung the man behind yang menggunakan berbagai fasilitas canggih itu.

5.      Terjalin  hubungan saling membutuhkan antar media dan pemerintah. Sistem pers yang dianut akan menentukan bentuk-bentuk relasi antara media dan pemerintah.
a. Berikan ilustrasi bagaimana hubungan antara media dan pemeritah di Indonesia.
à Pada kondisi ideal pers dan pemerintah saling bergantung antara satu sama lain. Pers dan masyarakat pun sama halnya. Pers mustahil hidup dan berkembang di suatu wilayah  tanpa ada pemerintah dan masyarakat. Sebab wilayah tanpa kekuatan pengatur dan yang biasa disebut pemerintah, akan cenderung menjadi rimba bagi serigala-serigala manusia yang menghuninya. Hukum rimba akan melembaga dan membudaya disana.
Dengan demikian “interaksi positif pemerintah-pers-masyarakat” adalah budaya komunikasi massa yang cocok dengan konstitusi dan falsafah hidup bangsa. Dalam hal ini pers menjadi jembatan yang menghubungkan kepentingan pemerintah dan masyarakat, secara timbal balik. Bahkan juga untuk menjembatani kepentingan dirinya sendiri (kepentingan pers) dengan masyarakat, yang tidak mustahil terjadi benturan kepentingan, dan sebagai jembatan antara kepentingan pers dan pemerintah yang dapat  “bertarung langsung”.
Mendengar ancaman pemboikotan terhadap 3 media massa di Indonesia yang diutarakan Dipo Alam sebagai Sekretaris Kabinet pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono merupakan satu ilustrasi hubungan media dan pemerintah di Indonesia. Ditelaah melalui sisi dunia komunikasi, media massa adalah suatu alat komunikasi satu arah yang bersifat seperti peluru mengarah kepada suatu objek atau bisa dikatakan sebagai penerima informasi dan merupakan senjata utama di dunia modern dalam membentuk persepsi publik baik positif atau negatif secara serentak. Media massa memang sulit untuk dikontrol kecuali media massa tersebut benar-benar idealis dan mengutamakan kualitas informasi yang sangat layak untuk disiarkan kepada publik.
Realita yang terjadi saat ini, media massa di Indonesia terkesan mengesampingkan nilai dari berita hanya untuk mendapatkan rating siar yang tinggi. Hal ini dapat dilihat melalui pemberitaan-pemberitaan yang bersifat negatif relatif memiliki jumlah penonton, pendengar, dan pembaca yang tinggi. Tanpa memihak kedua belah pihak, pernyataan Dipo Alam sebenarnya merupakan hal yang biasa saja. Pernyataan Dipo Alam tersebut menandakan kelemahan pemerintahan SBY dalam merangkul media massa. Pemberitaan media massa akan kinerja pemerintah merupakan wujud sebuah demokrasi akan kebebasan informasi, pemberitaan negatif ataupun positif selama hal itu merupakan suatu realita adalah benar untuk diinformasikan kepada publik. Namun dilain pihak, media massa harus benar-benar menjunjung kualitas berita dan nilai kepentingan publik akan suatu berita sebelum naik ke meja redaksi.

Media massa di Indonesia pada dasarnya belum bisa menjadi suatu media massa yang memiliki fokus utama dalam fungsinya sebagai penyiar informasi, mayoritas media massa di Indonesia masih bertumpu kepada rating dan oplah yang bagaikan dewa bagi media massa. Dewasa ini sudah saatnya media massa maju satu langkah untuk benar-benar menjadi alat pendidik masyarakat melalui siar informasi.
Dewasa ini sudah saatnya media massa maju satu langkah untuk benar-benar menjadi alat pendidik masyarakat melalui siar informasi. Pemerintah juga bisa menjalankan fungsinya sebagai filter media massa tanpa harus menahan suatu penyebaran informasi, hal ini bisa dilakukan melalui press conference apabila pemerintah menganggap informasi yang sampai ke publik tidak benar. Pemerintah harus bisa pro-aktif dalam menanggapi pemberitaan-pemberitaan, kritik ataupun saran yang disampaikan media massa harus dengan cepat dan tegas ditindak-lanjuti bukan dibiarkan hingga dapat menjadi suatu bumerang bagi pemerintah itu sendiri. Perlu diingat, pemerintahan yang kuat adalah pemerintahan yang mendapat dukungan rakyat.
Hal ini seharusnya tidak diributkan, pemerintah harus bisa legowo dalam menerima pemberitaan-pemberitaan negatif dan apabila tidak benar hendaknya menggunakan hak jawab untuk mengklarifikasi. Media massa alangkah baiknya untuk berada di tengah menjadi filter terhadap pemerintahan bersama rakyat tanpa mengesampingkan fungsi media massa itu sendiri. Sajikan informasi yang berkualitas tanpa merugikan salah satu pihak dan juga mampu berfungsi sebagai pendidik terhadap publik.
b.Dibandingkan dengan masa Orde Baru, bulan madu antara pers dan pemerintah pada masa reformasi cenderung lebih pendek. Coba analisis mengapa kecenderugan ini terjadi?
àPers masa reformasi sedikit banyak telah menemukan jati dirinya. Pers menjadi lemabga yang independen. Pada masa reformasi, komunikasi politik yang terjadi antara masyarakat dan pemerintah tidak hanya komunikasi top – down, melainkan juga bottom – up. Pers menjadi sarana masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya, baik berupa tuntutan maupun dukungan. Pers juga menjadi sarana pemerintah mensosialisasikan kebijakan – kebijakan yang telah diambilnya. Pers menjadi wadah pemerintah untuk mengetahui apakah kebijakan – kebijakan yang akan diambil disetujui rakyat atau tidak. Apabila suatu kebijakan telah diambil dan dilaksanakan, pers dapat mengambil perannya sebagai pengontrol kebijakan. Intinya, pers masa reformasi senantiasa melaksanakan fungsinya pada setiap proses sistem politik. Pada masa ini, 9 elemen dasar serta fungsi – fungsi pers cukup terlaksana.
Sampai di sini menurut saya dapat dikatakan masa bulan madu pers era reformasi karena selanjutnya kebebasan yang telah diraihnya justru membuatnya kebablasan dan melampaui batas. Saking bebasnya, akhirnya terdapat ketidakseimbangan antara keinginan masyarakat dengan kepentingan pers. Pers cenderung menampilkan sesuatu yang berbau komersil dan hanya memikirkan keuntungan perusahaan. Berita yang disajikan terkadang tidak objektif. Tidak hanya itu, pers juga terkadang melanggar kode etik nya sendiri. Norma dan nilai yang ada di masyarakat diabaikan. Dalam pencarian berita pun pers sering meniadakan kesopan santunan. Pers tidak lagi menghargai privatisasi sumber berita.
Sebagai contoh, pers seharusnya fokus hanya pada masalah – masalah yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat, seperti kebijakan pemerintah, akan tetapi pers menambahkannya dengan urusan pribadi sumber berita. Hal itu sangat melanggar norma. Kekhawatiran masyarakat terhadap kebebasan pers, sempat muncul dalam aksi perlawanan dalam bentuk kekerasan fisik. Hal ini antara lain ditandai dengan penyerangan harian Jawa Pos di Surabaya oleh Banser pendukung Abdurrahman Wahid (Alam Emilianus, 2005: 128).
Intinya, menurut saya hal ini disebabkan karena setelah euforia kebebasan yang dirasakannya pasca bebas dari masa orde baru, pers menjadi lupa bahwa kebebasan pun masih harus ada batasnya.
c. Jelaskan pula hubungan antara konsep kategori sosial, kosmopolitanisme, dan penggunaan media. Berikan ilustrasinya.
à Sebelum memberikan hubungan antara konsep kategori sosial, kosmopolitanisme, dan penggunaan media serta ilustrasinya, terlebih dahulu saya akan menguraikan definisi konsep kategori sosial dan kosmopolitanisme.
a. Kategori sosial merupakan kesatuan manusia yang terwujud karena adanya suatu ciri khas atau suatu kompleks ciri-ciri objektif yang dapat dikenakan kepada manusia-manusia itu. Ciri khas tersebut dilakukan dengan maksud untuk memudahkan penggolongan dalam suatu tujuan dan biasanya dikenakan oleh pihak luar tanpa disadari oleh pihak yang bersangkutan. Misalnya peneliti memberikan kategori tertentu pada objek penelitiannya, seperti kategori mahasiswa yang memiliki banyak buku bacaan dan kategori Mahasiswa yang sedikit memiliki buku bacaan dengan maksud untuk menentukan minat belajar. Dari uraian tersebut dapatlah dikatakan bahwa unsur yang terkait dengan konsep kategori sosial biasanya tidak terikat dengan kesatuan adat, sistem norma, tidak mempunyai lokasi dan mengarah pada pembicaraan “kerumunan”.
b. Kosmopolitanisme: konsep ini kadang disamaartikan dengan konsep globalisasi. Namun, pada kenyataannya kedua konsep tersebut sungguh berbeda. Di mana pada dasarnya globalisasi membahas masalah perkembangan, pertumbuhan, dan perubahan ekonomi, selain itu globalisasi itu pada intinya merupakan proses peningkatan hubungan keterikatan antar negara-negara. Sedangkan kosmopolitanisme lebih kepada filosofi, ide, atau pendekatan tentang penerimaan atau hidup di antara latar belakang dan budaya yang memiki tingkat diversitas yang  tinggi. Perbedaan mendasar antar keduanya karena di dalam kosmopolitanisme masih terdapat ‘toleransi’, maksudnya di mana masyarakat dunia masih diberikan kesempatan untuk memilih akan menerima atau menolak atau mungkin mengkombinasikan ‘unsur’ yang baru dengan apa yang negara mereka miliki.
Dengan segala kemudahan dan kecanggihan yang dimiliki teknologi media saat ini, banyak pihak yang serta merta menggunakan atau memanfaatkannya. Namun, tak hanya memberikan manfaat bagi para pengguna, berkembangnya teknologi tersebut juga memberikan dampak terhadap lingkungan sekitarnya. Lingkungan yang dimaksudkan disini adalah pihak-pihak seperti organisasi/komunitas, lembaga sosial, lembaga politik, termasuk kategori sosial yang telah disinggung sebelumnya yang juga memanfaatkan kecanggihan teknologi komunikasi di era globalisasi seperti saat ini.
Dahulu betapa rumitnya berhubungan dengan orang lain yang jaraknya sangat jauh dengan kita, misalnya di luar kota atau daerah menggunakan media komunikasi di era ‘80 hingga 90-an? Jika mengirim surat melalui pos, tentunya memakan waktu yang cukup lama dan pada saat itu juga baik telepon maupun handphone jumlahnya sangatlah terbatas. Bagi masyarakat yang tidak memiliknya, mungkin dapat memanfaatkan warung telepon (wartel) dengan tarif yang cukup mahal untuk berkomunikasi interlokal.
Akan tetapi, kesulitan tersebut kini tak akan lagi dirasakan. Pergerakan globalisasi yang semakin maju nyatanya mampu mendorong manusia untuk melakukan perubahan secara fisik maupun intelektual. Hal inilah yang kemudian menimbulkan terjadinya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang semakin modern. Semakin canggih suatu teknologi, semakin berkurang pula halangan-halangan yang membuat telekomunikasi tersendat.
Berbagai bentuk teknologi dilahirkan untuk membantu manusia berkomunikasi. Contoh dari teknologi tersebut ialah, internet. Internet menyediakan bermacam layanan yang mampu membuat manusia dari segala penjuru dunia terkoneksi dan berinteraksi dengan sangat baik. Peristiwa ini yang lalu dikenal dengan Global Village, yang mana jarak fisik ataupun geografis bukan lagi menjadi penghalang proses komunikasi, sehingga manusia kini dapat berinteraksi dan hidup dalam skala global.

Disamping itu dalam hal ini muncul pula penerapan konsep kosmopolitanisme dalam pemanfaatan media oleh kategori sosial tertentu. Misalnya, kelompok orang-orang yang betul-betul memanfaatkan internet dengan tujuan positif, maka mereka dapat menolak atau memilih untuk tidak menggunakannya untuk tujuan negatif.

MANAJEMEN DAKWAH MAJELIS TABLIGH MUHAMMADIYAH

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara kebahasaan kata Dakwah berarti panggilan, seruan atau ajakan. Dakwah berarti mengajak seseorang atau sekelompok orang untuk memeluk agama Islam. Pelaku Dakwah disebut Da’I. Dalam pengertian yang luas dakwah adalah upaya untuk mengajak seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) agar memeluk dan mengamalkan ajaran Islam kedalam kehidupan yang nyata. Selain kata dakwah adapula kata tabligh yang pengertiannya tidak jauh beda dengan dakwah. Namun lebih merujuk kepada proses penyampaian pesan-pesan dakwah kepada sasaran dakwah karena kata tabligh secara bahasa berarti menyampaikan. Sedangkan pelakunya disebut muballigh.
Esensi dakwah dalam Islam adalah mengajak kepada kebaikan, sebagaimana dalam QS. Ali ‘Imron/3:110

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ ۚ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ

Terjemahannya:

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma´ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”.




Sedangkan metode dakwah secara umum dan menjadi acuan merujuk pada firman Allah SWT dalam Q.S. an-Nahl/16 : 125.

ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

Terjemahannya:
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.

Metode dakwah bi al-hikmah berarti penyampaian dakwah dengan terlebih dahulu mengetahui tujuannya dan mengenal secara benar serta mendalam orang atau masyarakat yang menjadi sasarannya.  Metode dakwah bi al-maw’idhah al-hasanah , memberi kepuasan kepada jiwa orang atau masyarakat yang menjadi sasaran dakwah Islam itu dengan cara-cara yang baik, seperti dengan memberi nasehat, pengajaran, dan contoh teladan yang baik. Metode dakwah bi al-mujadalah bi al-lati hiya ahsan , bertukar pikiran dengan cara-cara terbaik yang dapat dilakukan, sesuai dengan kondisi orang-orang dan masyarakat sasaran. Apapun metode dakwah yang digunakan, dakwah sebagai alat untuk melakukan perubahan individu atau masyarakat, dari  kehidupan yang belum islami menjadi kehidupan yang islami.
Dakwah menurut bentuk, dapat dibedakan menjadi dakwah lisan dan tulisan, sedangkan menurut teknologi, ada yang disebut dakwah konvensional yakni dakwah yang mengandalkan pertemuan langsung atau antar muka antara da’i dengan sasaran dakwah, adapula yang menggunakan media canggih seperti teledakwah, yakni menggunakan teknologi komunikasi media baik cetak maupun elektronik dan e-dakwah, yakni dakwah dengan bantuan internet.
            Dakwah dapat dilakukan secara perorangan maupun berkelompok atau merupakan program suatu organisasi. Salah satu organisasi dengan orientasi dakwah Islam yaitu Muhammadiyah. Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW. Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi. [1]
Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330 H). Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH Ahmad Dahlan untuk memurnikan ajaran Islam yang dianggap banyak dipengaruhi hal-hal mistik.
Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik. Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala aspeknya. Akan tetapi, ia juga menampilkan kecenderungan untuk melakukan perbuatan yang ekstrem. Sebagai dampak positif dari organisasi ini, kini telah banyak berdiri rumah sakit, panti asuhan, dan tempat pendidikan di seluruh Indonesia.
            Muhammadiyah merupakan organisasi yang bergerak dalam bidang sosial dan keagamaan. Untuk mencapai tujuannya, maka Muhammadiyah melaksanakan Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan Tajdid yang diwujudkan dalam usaha di segala bidang kehidupan.
Sebagai gerakan sosial keagamaaan, selama ini Muhammadiyah telah menyelenggarakan berbagai kegiatan yang cukup bermanfaat bagi pembinaan individu maupun sosial. Pada tingkat individual, cita-cita pembentukan pribadi mukmim dengan kualifikasi moral dan etis Islam, terasa sangat khas. Gerakan membentuk keluarga sakinah, membentuk jamaah, membentuk qaryah thayyibah, dan akhirnya membentuk ummah, juga mendominasi cita-cita gerakan  sosial Muhammadiyah. Berbagai bentuk amal usaha Muhammadiyah jelas sekali membuktikan hal itu (Kuntowijoyo, 1995 : 85).
Pada hakikatnya, kegiatan-kegiatan dakwah yang dilakukan oleh muhammadiyah tersebut dikelompokkan ke dalam 13 majelis. Majelis-majelis ini  dibentuk sesuai keputusan Muktamar k-46 di Yogyakarta, yaitu:
1.      Majelis Tabligh
2.      Majelis Tarjih dan Tajdid
3.      Majelis Pendidiksn Tinggi
4.      Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah
5.      Mejelis Pendidikan Kader
6.      Majelis Pembina Kesehatan Umum
7.      Majelis Pemberdayaan Masyarakat
8.      Majelis Wakaf dan Kehartabendaan
9.      Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan
10.    Majelis Pustaka dan Informasi
11.    Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia
12.    Majelis Pelayanan Sosial
13.    Majelis Lingkungan Hidup
            Majelis-majelis tersebut dilaksanakan sesuai prinsip-prinsip manajemen karena dalam usaha dakwah yang lebih luas dan rumit dibandingkan dengan kegiatan bisnis dan usaha-usaha lainnya, tidak dapat berjalan secara baik, efektif dan efisien apabila tidak disertai dengan manajemen. Dengan demikian penggunaan prinsip-prinsip manajemen dalam proses  penyelengaraan dakwah merupakan suatu keharusan (Purwanti, 2010).
Manajemen dakwah menurut Munir, yaitu sebuah pengaturan secara sistematis dan koordinatif dalam kegiatan atau aktivitas dakwah yang dimulai dari sebelum pelaksanaan sampai akhir dari kegiatan dakwah (Munir, 2009). Dengan demikian manejemen dakwah ialah suatu perangkat atau organisasi dalam mengolah dakwah agar tujuan dakwah tersebut dapat lebih mudah tercapai sesuai dengan hasil yang diharapkan.
Pengembangan manajemen dakwah melalui pemetaan (mapping) sebagai suatu kebutuhan mendesak dan berkelanjutan, berkaitan dengan permasalahan, potensi maupun solusi dan aksi dakwah yang diperlukan. Dinamika gerakan dakwah (hayawiyatul harakah) sangat terkait dengan kemampuan manajerial para da’I atau pelaku dakwah. Dakwah yang dibutuhkan saat ini dan ke depan, da’i dan mubaligh yang diharapkan bukan hanya sekedar modal semangat dan kemampuan humoris, tetapi juga sangat penting memiliki ketrampilan manajemen dakwah (Yusuf Asry, 2012).
            Muhammadiyah sebagai organisasi yang besar serta mempunyai kegiatan yang kompleks, maka sewajarnya kegiatan dakwah yang dilakukan, dikelompokkan dalam berbagai majelis dan lembaga. Namun dalam makalah ini, penulis secara khusus hanya membatasi manajemen dakwah pada salah satu majelis tersebut, yakni majelis tabligh.









B. Rumusan Masalah
            Berdasarkan uraian latar belakang sebelumnya, maka rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu:
1. Apa yang dimaksud Majelis Tabligh Muhammadiyah?
2. Bagaimana Manajemen Dakwah pada Daerah Binaan Majelis Tabligh Muhammadiyah?
















BAB II
PEMBAHASAN

A. Majelis Tabligh Muhammadiyah
Kehadiran sebuah organisasi sosial keagamaan dengan predikat pembaharu pada dasawarsa kedua abad keduapuluh ini dipandang sebagai satu kemajuan besar di kalangan ummat islam. Tradisi keagamaan  yang dipengaruhi oleh budaya keratin dan sikretis, menyebabkan K.H. Ahmad Dahlan memilih pembaharuan sebagai upaya memurnikan ajaran islam, dengan cara mengembalikannya kepada dua sumber utamanya, yaitu al-Qur’an dan As-Sunnah.
Karena itu persyarikatan ini disebut gerakan tajdid. Salah satu sasaran utamanya adalah mengikis habis bid’ah dan khurafat, yakni praktek agama yang tidak bersumber dari al-Qur’an dan As-Sunnah tetapi diakui/diklaim oleh sementara ummat islam sebagai ajaran islam yang harus dipatuhi. Pemilihan tema pembaharuan ini pada mulanya menimbulkan konflik di kalangan ummat islam. (Rusli Karim, 1986 : 14-15)
Sebagai suatu organisasi Islam, Muhammadiyah mempunyai tugas yang tidak ringan di bidang agama. Apalagi jika ditilik dari sejarah kelahirannya, Muhammadiyah lahir dengan membawa cita-cita pembaruan dalm Islam di Indonesia. Dengan demikian Muhammadiyah bermaksud mengobarkan kembali dinamika Islam, sebagaimana dikandung dalam dalam ajaran agama Islam. Sebab islam adalah suatu agama yang dinamis dan revolusioner. Adapun dinamikanya terletak pada terbukanya pintu ijtihad.
            Oleh karena itu di lapangan agama, perjuangan Muhammadiyah ialah memberantas tradisionalisme, konsevatisme, taqlidisme, mazhabisme dan fikihisme. Sebaliknya menganjurkan ke arah modernisasi, reformisme, dan ijtihadisme.
            Usaha tersebut oleh muhammadiyah dijalankan melalui berbagai cara.  Adakalanya dengan jalan melakukan tabligh, mengadakan kursus-kursus agama, pengajian-pengajian, khutbah-khutbah ataupun pidato-pidato dalam peringatan hari-har besar Islam yang diberikan secara lisan. Akan tetapi selain itu pun dilakukan dengan jalan menulis risalah-risalah pendek, artikel-artikel dalm surat kabar maupun majalah-majalah ataupun menulis buku. Karena itu dalam organisasi Muhammadiyah dikenal adanya majelis Tabligh yang mengurusi soal-soal tabligh, panggilan kepada Islam (Junus Salam, 2009 : 119-121).
Majelis Tabligh
Majelis Tabliqh memiliki rencana strategis untuk: Meningkatkan kuantitas dan kualitas peran Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah kemasyarakatan yang berpengaruh langsung dalam menciptakan masyarakat Islami sebagai perwujudan dari partisipasi aktif Muhammadiyah dalam pembangunan umat dan bangsa untuk mencapai tujuan Muhammadiyah.
Berdasarkan garis besar program, Majelis ini mempunyai tugas pokok untuk:
1. Meningkatkan kuantitas dan kualitas dakwah dalam segala dimensi kehidupan sesuai dengan prinsip gerakan Muhammadiyah.
2. Meningkatkan mutu dan kompetensi mubaligh Muhammadiyah.
3. Memperluas jangkauan dakwah agar mampu menyentuh berbagai level dan jenis kelompok masyarakat.
4. Mengembangkan dan menerapkan dakwah multimedia baik media lokal, maupun media dengan muatan teknologi baru.
5. Melakukan evaluasi dan memperbaiki konsep dan implementasi proyek-proyek dakwah Muhammadiyah, seperti dakwah jamaah, dakwah kultural dan sebagainya, agar kembali berjalan secara efektif.
6. Mengembangkan metode dan praktek pembinaan kehidupan Islami dalam masyarakat.[2]
Dalam perkembangannya Majelis Tabligh kemudian digabungkan dengan dakwah khusus setelah Muktamar 2000. Dakwah khusus ini dilakukan pada masyarakat di daerah tertinggal dan terpencil. Program ini telah dimulai oleh Persyarikatan Muhammadiyah secara terprogram sejak tahun 1975 yang secara teknis dikelola oleh sebuah lembaga khusus yang kemudian dikenal dengan Lembaga Dakwah Khusus (LDK) Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang berkedudukan di Jakarta. Setelah penggabungan tersebut maka, namanya kemudian menjadi Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus (MTDK).

a) Pengertian
Perubahan paradigma dakwah khusus pasca muktamar 47 tahun 2005 adalah memperluas jangkauan sasaran dakwah khusus tidak hanya terbatas pada masyarakat terpencil dan tertinggal (dahulu istilahnya terasing) serta daerah transmigrasi, akan tetapi menjangkau komunitas masyarakat yang memiliki tipologi khusus yang selama ini belum tergarap dengan program dakwah yang bersifat konvensional.

Dengan rumusan lain dapat dikemukakan bahwa dakwah khusus adalah program dakwah yang ditujukan kepada kelompok-kelompok masyarakat tertentu melalui pendekatan-pendekatan khusus sesuai dengan permasalahan yang dihadapi.


b) Tujuan dan Sasaran Yang Ingin Dicapai
Tujuan dakwah khusus pada hakikatnya sama dengan tujuan Persyarikatan Muhammadiyah, yaitu: ”Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”.
Sedangkan sasaran yang ingin dicapai sesuai dengan yang tertera dalam Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah, yaitu:
1. Kepada yang belum beragama Islam, supaya masuk ke dalam agama Islam.
2. Kepada yang beragama Islam, agar mengamalkan Islam secara sungguh-sungguh dan benar.
Selain dari tujuan dan sasaran sebagaimana tersebut di atas, sesuai dengan fungsi dakwah sebagai sebuah proses perubahan menuju keadaan yang lebih baik, maka dakwah khu-sus harus dirancang dalam sebuah program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan menuju terciptanya kesejahteraan lahir dan batin, dunia dan akhirat.

B. Manajemen Dakwah pada Daerah Binaan Majelis Tabligh Muhammadiyah
Manajemen pelaksanaan dakwah muhammadiyah sesuai dengan prinsip-prinsip tertentu serta dilaksanakan oleh muballigh dengan kompetensi tertentu pula. Selanjutnya diterapkan pada berbagai jenis sasaran dakwah dalam daerah binaan majelis tabligh muhammadiyah.
1) Prinsip Dakwah
Kelas sosial bagi Muhammadiyah, hanya untuk kepentingan dalam objek dakwah saja, bukan untuk membeda-bedakan masyarakat. Namun dalam masyarakat umum, kelas sosial ada dan perlu dipetakan oleh Muhammadiyah. Sebagai gerakan pencerahan, muhammadiyah memiliki tiga dimensi. Hal ini termasuk dalam prinsip dakwah muhamadiyah.
Dimensi pertama adalah Membebaskan manusia dari berbagai hal, bukan hanya tahayul, bid’ah dan khurafat, tetapi juga dari kemiskinan dan kebodohan. Kedua, memberdayakan masyarakat, agar mereka mampu hidup secara mandiri, dan itulah yang akan mendorong sebuah masyarakat berkemajuan, sehingga tercipta khairu ummah. Ketiga, Dengan berbagai perkembangan teknologi, maka Muhammadiyah kemudian melakukan berbagai kemajuan.[3]
2) Kompetensi Muballigh
            Bila seorang berdakwah secara aktif (bukan hanya pasif) maka sebaiknya yang bersangkutan memenuhi kompetensi muballigh. Dalam buku Islam dan Dakwah yang diterbitkan oleh Majelis Tabligh PP Muhammadiyah (1987) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi adalah sejumlah pemahaman, pengetahuan, penghayatan dan perilaku serta keterampilan tertentu yang harus ada pada diri muballigh, agar dia dapat melakukan fungsinya dengan memadai. Kompetensi itu ada yang bersifat substansitif dan ada yang bersifat metodologis.[4]
            Kompetensi substanstif seorang muballigh adalah :
(1) Pemahaman agama islam secara cukup, tepat dan benar;
(2) Memiliki akhlaqul karimah;
(3) Mengetahui perkembangan pengetahuan umum yang relatif luas;
(4) Pemahaman hakekat dakwah;
(5) Mencintai audiens dengan tulus;
(6) Mengenal kondisi lingkungan dengan baik;
(7) Mempunyai rasa ikhlas.


            Sedangkan kompetensi metodologis muballigh adalah:
(1) Kemampuan melakukan identifikasi permasalahan dakwah yang dihadapi, baik tingkat individu maupun tingkat masyarakat;
(2) Kemampuan untuk mendapatkan informasi mengenai ciri-ciri obyektif dan subyektif obyek dakwah serta kondisi lingkungannya;
(3) Kemampuan menyusun langkah perencanaan yang benar-benar dapat diharapkan menyelesaikan problem masyarakat atau menjawab permasalahan dakwah yang ada; dan
(4) Kemampuan untuk merealisasikan perencanaan dalam pelaksanaan kegiatan dakwah.
            Dalam buku Min Akhlaq ad-Dakwahiyah (1411 H), Salman ibn Fahd al-‘Audah, menyebutkan beberapa sifat khusus yang harus dimiliki oleh seorang muballigh di samping akhlak mulia pada umumnya. Akhlak khusus itu adalah shidik, sabar, tawadhu’, ‘adil, lemah lembut dan selalu ingin meningkatkan kualitas amal ibadahnya kepada Allah SWT.
            Lebih dari itu, kunci utama keberhasilan dakwah seorang muballigh adalah satunya kata dan perbuatan. Salah satu sebab utama keberhasilan dakwah Rasulullah SAW adalah karena perbuatan beliau selalu sejalan dengan apa yang dikatakan. Allah SWT mengancam seseorang bila perbuatannya tidak sejalan dengan perkataannya, atau hanya bisa berkata tapi tidak mau berbuat (QS.Ash Shaf 61:2-3)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ
كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ
Terjemahannya:“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”.


 3) Sifat Dakwah Muhammadiyah
1.      Bi Manhaj As Salaf
2.      Dakwah Al Islam – Kaffah
Dalam realitas berfokus pada:
1.      Pendidikan
2.      Pelayanan Sosial
3.      Produksi nilai-nilai baik
4.      Mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya
5.      Baina Tajrid wa Tajdid
6.      Amar Makruf Nahi Mungkar
-   Amar makruf nahi mungkar merupakan perintah bersifat struktural dari atas ke bawah (kekuasaan)
1.Tidak terkait dengan parpol manapun
2.Dakwah bil hikmah
- Bil Hikmah yaitu bin nash wal ‘aqli
      - Dakwah bukan paksaan (QS.2:256) فِي الدِّينِ لا إِكْرَاهَ
- Dakwah dengan keteladanan
- Dakwah bukan induksi psichotrofik, harus dengan perasaan “sadar”, presentasi kebenaran rasional, dakwah bukanlah kerja menyihir, menimbulkan ilusi, menghibur dan induksi psikotropik lainnya.
- Kepada seluruh manusia, muslim dan non muslim
- Dakwah adalah pemahaman rasional, terbuka terhadap kritik, tidak taklid mengikuti nenek moyang.
      - Dakwah mengingatkan manusia akan fitrahnya
4) Daerah Binaan Dakwah

·          Daerah Terpencil dan Tertinggal
Tipologi daerah terpencil dan tertinggal sebagai berikut:
a. Terpencil, artinya desa-desa yang secara geografis masih terisolir, jauh dari jangkauan transportasi umum, seperti desa-desa atau kecamatan yang terletak di pedalaman.
b. Tertinggal, artinya daerah-daerah yang masih belum tersentuh perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, kualitas SDM dan tingkat kehidupan sosial ekonominya masih sangat rendah. Daerah dengan tipologi ini masih sangat banyak jumlahnya, terutama di wilayah Indonesia Timur dan beberapa daerah di belahan lain di pelosok Indonesia.
Tujuan :
a. Menumbuhkan kecintaan dan semangat masyarakat dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam.
b. Memberikan motivasi agar masyarakat membuka diri untuk menerima berbagai perubahan untuk meningkatkan kese-jahteraan hidup lahiriyah dan batiniyah.

·         Daerah Rawan Pemurtadan
Masyarakat terpencil dan tertinggal dengan indikasi utamanya kemiskinan dan kebodohan dan masih jauh dari berbagai kemajuan peradaban, pengetahuan dan informasi pada giliran nya dapat juga menjadi daerah rawan pemurtadan, karena pada masyarakat yang secara sosial ekonomis hidup di bawah garis kemiskinan menjadi lahan empuk bagi missionaris untuk memur-tadkan mereka.
Tujuan :
a. Memantapkan aqidah umat agar tidak mudah terpengaruh dengan gerakan pemurtadan pihak non muslim.
b. Mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui usaha peningkatan pengetahuan dan ketrampilan dalam berusaha.
c. Melakukan advokasi terhadap usaha-usaha yang dapat me-rugikan kepentingan umat Islam.



·         Daerah Minoritas Islam
Di beberapa daerah minoritas muslim di Indonesia, seperti di Bali, Nusa Tenggara (NTT), dan beberapa daerah kabupaten di propinsi-propinsi di wilayah Indonesia Timur, Mentawai Sumatera Barat, dan beberapa kabupaten di Sumatera Utara seperti Pulau Nias, Tarutung dan Karo Sumatera Utara umat Islam sering kali menghadapi kesulitan dalam melaksanakan ibadah dan kewajib-an keagamaan lainnya sesuai tuntunan Alquran dan Assunnah karena berbenturan dengan kondisi lingkungan yang mayoritas non muslim. Keadaan tersebut juga sangat berpengaruh terha-dap penyelenggaraan pembinaan umat melalui kegiatan tabligh dan dakwah, karena selain dari faktor lingkungan yang tidak kondusif, faktor kekurangan tenaga dai atau muballigh dan ke-mampuan finansial yang sangat terbatas menyebabkan gerakan dakwah dan pembinaan umat menjadi lamban.
Tujuan :
a. Memelihara kecintaan dan semangat masyarakat dalam mempertahankan aqidah Islam.
b. Membantu masyarakat untuk membuka akses dengan kelompok masyarakat Islam di daerah lain.
c. Melakukan advokasi terhadap usaha-usaha yang dapat merugikan kepentingan umat Islam.

·         Daerah Transmigrasi
Secara umum kondisi masyarakat transmigrasi di berbagai daerah masih menghadapi tantangan dan permasalahan yang sulit dan berat, antara lain dalam hal:
a. Keuangan atau modal pengembangan usaha
b. Pemasaran hasil pertanian
c. Sarana dan prasarana transportasi
d. Sarana pendidikan
e. Fasilitas ibadah

Selain keadaan ekonomi, pendidikan dan sarana ibadah yang masih terbatas, persoalan lain yang cukup berpengaruh adalah terjadinya benturan budaya dan gesekan kepentingan sebagai konsekwensi logis dari kemajemukan masyarakat trans-migrasi dilihat dari sudut etnis dan agama. Tidak jarang juga terjadi benturan kepentingan masyarakat transmigrasi sebagai pendatang dengan masyarakat pribumi. Keadaan tersebut masih terdapat di sebahagian besar daerah-daerah transmigrasi di Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera.
Keadaan ekonomi masyarakat muslim di daerah transmigrasi yang masih berada di bawah garis kemiskinan itu pula kemu-dian menjadi celah dan peluang bagi pihak non muslim untuk melakukan gerakan pemurtadan.
Tujuan :
a. Membantu masyarakat dalam memperoleh bimbingan kehidupan beragama yang lebih baik.
b. Membantu dan mendorong masyarakat membangun kerja-sama dalam bidang ekonomi melalui kelompok usaha tani dan mendirikan lembaga keuangan mikro syariah (koperasi).

·         Masyarakat Korban Bencana
Persoalan yang dihadapi oleh masyarakat korban bencana bukanlah sekedar hancurnya sarana dan prasarana ekonomi, infra struktur pemerintahan, fasilitas pendidikan dan ibadah serta kehilangan lapangan usaha yang selama ini menjadi sumber mata pencaharian, kehilangan anggota keluarga yang selama ini menjadi tulang punggung rumah tangga, begitu juga anak-anak yang menjadi tumpuan harapan masa depan, akan tetapi mereka juga menderita goncangan kejiwaan berupa depresi, trauma masa lalu, stress dan lain sebagainya.
Daerah korban bencana yang relatif kehidupan sosial ekonomisnya cukup parah, apalagi sebahagian besar masya-rakatnya belum dapat melakukan aktifitas ekonomi sebagai mana mestinya disebabkan seluruh harta benda dan lapangan usaha yang mereka miliki sebelumnya telah hancur berantakan, ternya-ta menjadi incaran para missionaris kristen untuk melakukan gerakan pemurtadan seperti fakta dan data yang ditemukan di berbagai wilayah Aceh yang terkena bencana tsunami.
Maka program dakwah yang dirancang secara khusus juga merupakan salah satu langkah strategis untuk memperbaiki kem-bali kondisi sosial masyarakat korban bencana.
Daerah korban bencana yang patut mendapat prioritas, diantaranya adalah wilayah pantai barat propinsi Aceh, antara lain mulai dari Aceh Utara sampai ke Calang dan Meulaboh Aceh Barat, termasuk juga Simelue dan Pulau Nias Sumatera Utara.
Tujuan :
a. Pemantapan aqidah dan penguatan iman masyarakat agar bebas dari penyakit depresi, stress dan trauma.
b. Melakukan advokasi agar terhindar dari usaha-usaha pemur-tadan yang dilakukan oleh pihak non muslim.
c. Membantu dan mendorong masyarakat untuk melakukan akti-fitas usaha ekonomi dan normalisasi kehidupan sosial.

·         Komunitas Adat
Dahulu dikenal dengan istilah masyarakat terasing, seperti masyarakat pedalaman Irian yang masih akrab dengan koteka dan berbagai symbol budaya dan adat istiadat yang secara kental mereka laksanakan sebagai pola hidup dan sekaligus keperca-yaan dengan seperangkat kegiatan ritual yang menyatu dengan kehidupan mereka sehari-hari. Di pedalaman Kalimantan ada suku Dayak, suku Badui di propinsi Banten. Ada suku Kubu di propinsi Jambi, Talang Mamak dan Sakai di Riau, dan Suku Laut di Kepulauan Riau.
Tipologi komunitas adat tersebut antara lain :
a. Ketat dengan adat istiadat yang mereka miliki.
b. Sebagian besar mereka belum menganut salah satu agama.
c. Mata pencaharian bertani, nelayan dan hidup berpindah-pindah (nomaden).
d. Belum tersentuh oleh berbagai kemajuan pengetahuan dan teknologi moderen.
e. Sulit untuk menerima perubahan
Dakwah di kalangan komunitas adat memerlukan strategi dan pendekatan-pendekatan khusus dengan mempertimbang kan faktor-faktor sosial budaya masyarakat adat setempat dan kemampuan dalam memanfaatkan symbol-simbol budaya mereka sebagai media untuk menyampaikan pesan-pesan dak-wah. Pemahaman dan kemampuan untuk berbicara dengan bahasa dan budaya mereka adalah sesuatu yang menjadi sangat penting dalam melaksanakan tugas-tugas dakwah di kalangan komunitas adat tersebut.
Tujuan :
a. Berusaha untuk mengenalkan berbagai perubahan dan kema-juan yang terjadi di sekitar mereka.
b. Memberikan pengetahuan dan bimbingan dalam melaksana kan aktifitas kehidupan sehari-hari.

·         Penyandang Patologi Sosial
Berbeda dengan sasaran dakwah khusus yang lain, penyandang patologi sosial adalah masyarakat yang tinggal di perkotaan dengan berbagai penyakit sosial yang berkembang, mulai dari pelacuran, homoseksual, perjudian, minuman alkohol dan penggunaan narkoba dan zat-zat adiktif lainnya.
Mereka biasanya tinggal di pinggiran-pinggiran kota yang padat penduduk, kumuh dan miskin. Ada juga yang tinggal di pemukiman khusus yang biasanya banyak terdapat di kota-kota pelabuhan dan kota-kota besar lainnya.
Berdakwah di kalangan masyarakat dengan berbagai penyakit sosial memang diperlukan strategi khusus dan kerja-sama yang intensif dengan pihak-pihak terkait, seperti departe-men sosial, kepolisian dan Badan Narkotika serta LSM-LSM lainnya yang konsern terhadap berbagai permasalahan penyakit sosial.
Tujuan :
a. Berusaha membebaskan masyarakat dari berbagai prilaku kehidupan sosial yang merugikan.
b. Memberikan bimbingan kehidupan beragama dengan meng-hidupkan suasana ibadah di kalangan masyarakat.[5]
Secara singkat proses dakwah dapat dilukiskan seperti terlihat pada tabel berikut[6]:
  KONDISI PRA DAKWAH
PROSES DAKWAH (MANAJEMEN DAKWAH)
KONDISI PASCA DAKWAH (ISLAMI)
1.      Kafir
2.      Syirik
3.      Ingkar
4.      Maksiyat
5.      Otoriter
6.      Khianat
7.     Kesewenang-wenangan
8.      Egois-Ananiyah
9.      Intoleran
10.  Tidak sopan
11.  Individual-kesukuan
12.  Sombong
13.  Lemah
14.  Miskin
15.  Tidak sehat
16.  Tidak jujur
17.  Kasar
18.  Tak menghargai waktu
      19.  Konflik
20.  Chaos
21.  Tidak terdidik
22.  Statis
23.  malas
24.  Boros
25.  Kotor-jorok
26.  dst………
1. Penelitian dan pendataan
2. Perencanaan
3. Pelaksanaan
4.Monitoring dan Evaluasi
 Maliputi :
  1. Subjek
  2. Objek
  3. Materi
  4. Metode
Media dan alat
1.      Iman
2.      Tauhid
3.      Patuh
4.      Taat
5.      Musyawarah
6.      Amanat
7.      Adil
8.     Kebersamaan-Solider
9.      Toleran
10.  Sopan
11.  Jamaah
12.  Rendah hati
13.  Kuat
14.  Cukup-kaya
15.  Sehat
16.  Jujur
17.  Halus
18. Menghargai waktu/disiplin
19.  Damai
20.  Tertib-teratur
21.  terdidik
22.  Dinamis
23.  Rajin
24.  Hemat-efisien
25.  Bersih
26.  dst……


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330 H). Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH Ahmad Dahlan untuk memurnikan ajaran Islam yang dianggap banyak dipengaruhi hal-hal mistik.
Manajemen pelaksanaan dakwah muhammadiyah sesuai dengan prinsip-prinsip tertentu serta dilaksanakan oleh muballigh dengan kompetensi tertentu pula. Selanjutnya diterapkan pada berbagai jenis sasaran dakwah dalam daerah binaan majelis tabligh muhammadiyah. Daerah binaan tersebut meliputi:
·         Daerah Terpencil dan Tertinggal
·         Daerah Rawan Pemurtadan
·         Daerah Minoritas Islam
·         Daerah Transmigrasi
·         Masyarakat Korban Bencana
·         Komunitas Adat
·         Penyandang Patologi Sosial



[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Muhammadiyah diakses 11 januari 2013
[2]http://www.muhammadiyah.or.id/id/content-201-list-majelis-lembaga.html

[3]http: //www. republika. co. id/ berita /dunia -islam/ islam-nusantara/12/  07/30/ m7y1m2-inilah-peta-dakwah- muhammadiyah diakses 21 Januari 2013
[4]http://kaltim.muhammadiyah.or.id/artikel-metodelogi-dakwah-muhammadiyah--detail-144.html. diakses 20 Januari 2013
[5] http://majelis-tabligh.blogspot.com/ diakses 20 Januari 2013
[6]http://kaltim.muhammadiyah.or.id/artikel-metodelogi-dakwah-muhammadiyah--detail-144.html. diakses 20 Januari 2013

d'SwEEt piNk