1.
Tingkat ketergantungan masyarakat terhadap
media massa semakin tinggi, namun komunikasi sosial antarwarga tidak bisa
digantikan media. Apa yang menjadi kekuatan komunikasi sosial sehingga tak bisa
digantikan media ?
à Dalam
komunikasi, kemajuan teknologi komunikasi yang kemudian diterapkan dalam
berbagai media massa jelas tidak bisa menggantikan suatu komunikasi sosial.
Dengan kata lain, tidak otomatis membuat komunikasi tatap muka tidak penting.
Meskipun kita bisa berkomunikasi lewat telepon genggam, e-mail dan teleconferencing
serta dapat mengetahui berbagai informasi melalui media massa, namun kita
tetap merasa perlu berkomunikasi secara tetap muka alias bertemu langsung
dengan sumber informasi (jika tendensius pertemuan dengan sumber secara
langsung ada), untuk lebih meningkatkan keakuratan atau kepercayaan kita atas
suatu informasi.
Komunikasi
sosial atau proses komunikasi tatap muka dalam masyarakat adalah bentuk
komunikasi yang paling sempurna, hal inlah yang memungkinan kita memupuk
keakraban dan kehangatan dengan sesama manusia. Menurut saya, aspek humanitas
yang membutuhkan unsur face to face touching, warmth sehingga
menghasilkan intimacy dalam komunikasi langsung merupakan bagian tak
tergantikan oleh media. Mereka yang bekerja dalam organisasi percaya bahwa penggantian
percakapan tatap muka dengan surat elektronik atau pertemuan lewat video, dapat
menambah perasaan terasing, tidak puas, terkucil, atau perasaan bahwa “tempat
ini benar-benar tanpa sentuhan pribadi” (Pace dan Faules dalam Mulyana, 2008).
Oleh
karena itu, tidaklah mengejutkan bahwa sebagian orang yang semula sengan
bekerja di rumah dengan menggunakan komputer yang terhubungkan dengan kantor
mereka (telecommuting), akhirnya kembali ke pola kerja mereka yang lama.
Karena lewat cara kerja konvensional tersebut mereka memperoleh sentuhan
manusiawi yang membuat mereka merasa tetap sebagai manusia.
Lagipula,
bersama teknologi, selalu ada ada harga sosial yang harus dibayar. Penggunaan
robot sebagai pengganti tenaga mausia di perusahaan-perusahaan mungkin
menimbulkan pengangguran. Di jepang, hal ini malah membuat sebagian orang
merasa terasing dari lingkungannya sendiri, dan sebagai akibatnya, segelintir
orang melakukan bunuh diri. Teknologi komunikasi sederhana semisal media telepon
pun, menurut beberapa penelitian ternyata berkontribusi terhadapa penyakit
vertigo. Penggunaan telepon selular pun boleh jadi telah menibulkan kecelakaan
yang memakan korban jiwa gara-gara sopir
berkendara sambil menggunakan telepon selular.
2.
Sampai derajat tertentu besar kecilnya
pengaruh media ditentukan oleh kecocokan nilai antara pembicara dengan
pendengar (atau pembaca). Dalam konteks apa kecocokan nilai antara keduanya menjadi
faktor dominan (faktor penentu) keberhasilan komunikasi?
à
Keberhasilan komunikasi terjadi ketika tecapainya kesamaan makna antara sumber
informasi dengan penerima informasi. Utamanya ketika media mempunyai tujuan
tertentu terhadap audiens dengan menggunakan agenda setting-nya. Media
harus memahami keinginan pendengar/penonton/pembaca alias masyarakat untuk
dapat menentukan sejauh apa pengaruhnya. Jadi dalam hal ini diperlukan
kecocokan dalam konteks sosial yang akan mendukung keberhasilan proses
komunikasi.
Berbagai
media tentunya memiliki segmentasi audiens tersendiri. Hal ini akan menjadi
acuan dalam packaging-nya. Media harus memahami betul karakteristik
targetnya. Di sini proses komunikasi yang bersifat sistemik, juga berlaku. Ada
hal-hal dalam sistem internal dan eksternal peserta komunikasi yang kemudian
akan mendukung keberhasilan tersebut jika tingkat kesamaannya tinggi.
a.
Sistem internal: C Frame
rujukan (frame of reference)
C
Bidang pengalaman (field of experience)
C
Struktur kognitif (cognitive structure)
C Pola
pikir (thinking pattern)
C
Keadaan internal (internal state)
C Sikap
(attitude)
b.
Sistem Ekternal: Penataan ruang, pencahayaan, kekuatan suara, dll.
3.
Kemajemukan masyarakat Indonesia antara
lain tampak dari pranata sosial yang dianut masyarakatnya.
a. Jelaskan transformasi pranata:
aspek-aspek apa yang dipertahankan dan aspek apa yang berubah?
à Keberadaan pranata sosial dalam
kehidupan masyarakat, bukanlah merupakan sesuatu yang bersifat statis. Karena
fungsinya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia yang beraneka ragam dan
selalu berubah-ubah, maka pranata sosial pun dapat mengalami transformasi atau perubahan
sesuai dengan fungsinya tersebut. Transformasi pada pranata sosial dapat
terjadi jika pranata sosial tertentu sudah tidak memenuhi kebutuhan hidup
masyarakat secara keseluruhan, sehingga pranata sosial tersebut harus diubah.
Proses perubahannya itu berlangsung dalam interaksi di dalam masyarakat.
Perubahan pranata sosial tidak dapat dilakukan oleh seseorang, sekalipun orang tersebut
memiliki kekuasaan. Karena itu, walaupun pranata sosial bisa berubah tetapi
dalam kenyataannya sulit dilakukan. Hal ini sangat tergantung pada beberapa hal
seperti:
1. Proses internalisasi pranata sosial
yang dialami sejak lahir sampai meninggal, merupakan proses waktu yang relatif
lama.
2. Adanya kontrol sosial, yang pada
dasarnya merupakan suatu mekanisme dalam kehidupan masyarakat yang dijalankan
untuk menjamin agar individu mematuhi norma-norma yang berlaku. Dalam hal ini
antara internalisasi dan kontrol sosial mempunyai kaitan yang sangat erat dimana
keduanya berlangsung dalam suatu proses interaksi sosial. Sedangkan
perbedaannya internalisasi menghasilkan kepatuhan pada individu baik melalui
paksaan atau rayuan berbagai pihak dalam masyarakat.
Dalam
era globalisasi saat ini begitu banyak pranata-pranata sosial yang mengalami
transformasi. Namun demikian, ada aspek-aspek yang harus dipertahankan ada pula
yang harus berubah. Aspek-aspek yang harus dipertahankan, meliputi: ideologi
dasar, budaya lokal, serta berbagai falsafah hidup masyarakat dalam pranata
sosial tersebut. Sedangkan yang harus berubah yaitu metode komunikasi dengan
menggunakan alat-alat atau fasilitas yang up-date, mengikuti perkembangan
zaman, namun tetap sesuai dengan kebutuhan. Dengan masuknya hal-hal baru ini, masyarakat mempunyai
anggapan-anggapan baru tentang norma-norma yang berkisar pada kebutuhan
pokoknya. Sehingga pada akhirnya mendukung efektifitas dan
efisiensi kegiatan masyarakat dalam pranata sosial tersebut.
b. Mengapa pranata sosial
hanya dapat dipahami secara utuh melalui pendekatan emik?
à Hal
ini disebabkan karena pranata sosial pada dasarnya bukan merupakan sesuatu yang
kongkrit, dalam arti tidak selalu hal-hal yang ada dalam suatu pranata sosial
dapat diamati atau dapat dilihat secara empirik (kasat mata). Tidak semua unsur
dalam suatu pranata sosial mempunyai perwujudan fisik. Bahkan, pranata sosial
lebih bersifat konsepsional, artinya keberadaan atau eksistensinya hanya dapat
ditangkap dan difahami melalui pemikiran, atau hanya dapat dibayangkan dalam
imajinasi sebagai suatu konsep atau konstruksi yang ada di alam pikiran.
Selain
itu, pranata sosial pada hakikatnya bukan merupakan sesuatu yang bersifat
empirik, karena sesuatu yang empirik unsur-unsur yang terdapat didalamnya
selalu dapat dilihat dan diamati. Sedangkan pada pranata sosial unsur-unsur
yang ada tidak semuanya mempunyai perwujudan fisik. Pranata sosial adalah
sesuatu yang bersifat konsepsional, artinya bahwa eksistensinya hanya dapat
ditangkap dan dipahami melalui sarana pikir, dan hanya dapat dibayangkan dalam
imajinasi sebagai suatu konsep atau konstruksi pikir.
Oleh
karena itu, dengan menggunakan pendekatan emik, suatu pranata sosial dapat
dipahami secara lebih obyektif, dikaji dan dikategorikan menurut pandangan
orang yang dikaji itu sendiri, berupa definisi yang diberikan oleh anggota atau
masyarakat dalam pranata sosial itu sendiri.
c.
Jelaskan makna pranata sosial bagi komunikasi?
à Pranata
sosial sebagai sistem-sistem yang menjadi wahana yang memungkinkan warga
masyarakat untuk berinteraksi menurut pola-pola atau sistem tatakelakuan dan
hubungan yang berpusat pada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi
kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat, Terdapat tiga
kata kunci dalam setiap pembahasannnya yang kemudian mempunyai makna tersendiri
bagi komunikasi, yaitu:
(1) Nilai
dan norma sosial,
(2) Pola perilaku yang
dibakukan atau yang disebut dengan prosedur umum,
(3) Sistem hubungan, yaitu
jaringan peran serta status yang menjadi wahana untuk melaksanakan perilaku
sesuai dengan prosedur umum yang berlaku.
Ketiga hal tersebut, berkaitan
satu sama lain. Suatu nilai atau norma sosial yang diterapkan dalam sebuah
pranata sosial akan mempengaruhi pola-pola perilaku komunikasi masyarakatnya. Pola
tersebut merupakan representasi sistem hubungan komunikasi antar individu.
Dengan demikian, di manapun terdapat intaraksi manusia, maka di situ terdapat
makna-makna komunikasi.
d. Bagaimana pemanfaatan pranata sosial bagi
pembelajaran sosialogi?
à Pranata sosial yang bertujuan memenuhi
kebutuhan-kebutuhan pokok manusia pada dasarnya mempunyai beberapa fungsi
sebagai berikut: Menurut Paul B. Horton dan Chester L. Hunt fungsi
pranata sosial dapat dibedakan menjadi fungsi manifest dan fungsi laten.
·
Fungsi
Manifes
Fungsi manifes lembaga
sosial adalah fungsi yang merupakan tujuan lembaga yang diakui. Misalnya,
lembaga ekonomi harus menghasilkan atau memproduksi dan mendistribusikan
kebutuhan pokok serta mengarahkan arus modal ke pihak yang membutuhkan.
·
Fungsi
Laten
Fungsi laten lembaga sosial
adalah hasil yang tidak dikehendaki dan mungkin tidak diakui, atau jika diakui
dianggap sebagai hasil sampingan. Misalnya, pada lembaga ekonomi. Lembaga ini
tidak hanya memproduksi dan mendistribusikan kebutuhan pokok, tetapi juga
meningkatkan pengangguran dan kesenjangan sosial.
Oleh karena itu, dalam pembelajaran sosiologi, pemanfaatan pranata sosial dapat memberikan informasi yang kaya berdasarkan perannya, yaitu:
1.
Memberikan pedoman pada anggota masyarakat, bagaimana mereka harus
bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah dalam
masyarakat.
2. Menjaga
keutuhan masyarakat.
3. Memberikan
pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial (social
control). Artinya, sistem pengawasan masyarakat terhadap tingkah laku
anggota-anggotanya.
4.
Perkembangan teknologi komunikasi ibarat
pedang bermata dua. Dampak positif kehadiran media sekuat dampak negatifya.
Namun pandangan ontologis tentang manusia sebagai pelaku komunikasi menawarkan
beragam bentuk aksiologi pemanfaatan media sehinggga kehadirannya menjadi
instrument penting bagi humanisasi kehidupan sosial. Coba analisis masalah ini.
à Teknologi
komunikasi atau informasi adalah istilah yang merujuk pada teknologi komunikasi
modern yang terutama mencerminkan aplikasi komputer, telekomunikasi, atau
kombinasi keduanya (Williams, 1987: 22).
Teknologi bisa menjadi berkah, tetapi juga
bisa sebagai laknat bagi kehidupan manusia, bergantung pada bagaimana kita
menyikapinya. Teknologi merupakan berkah bila ia mencerahkan kehidupan kita,
misalnya meningkatkan kemampuan fisik, memperpanjang harapan hidup, memudahkan
kita bergerak dari satu tempat ke tempat lain, meninggikan kemampuan intelektual,
martabat dan moralitas kita. Dalam konteks ini terutama meningatkan kefektifan
komunkasi kita demi kebahagiaan kita bersama.
Akan tetapi bila teknologi menghancurkan
sumber daya alam dan kehidupan di bumi, menimbulkan polusi, dan menimbulkan
pengangguran, serta menimbulkan perselisihan antar manusia dan antar bangsa,
teknologi komunikasi adalah laknat bagi kita. Menggunakan kata-kata Williams
(1987: 7) “Apakah kita tuan atau korban teknologi komunikasi bergantung pada
kemampuan kita sebagai kelompok untuk menggunakannya secara bijaksana agar
bermanfaat bagi manusia.
Maka makna teknologi sebenarnya bukan
terdapat pada teknologi itu sendiri, melainkan dalam kepala kita. Tanpa
belandaskan prinsip-prinsip dan tujuan yang benar, teknologi hanya akan membawa
kehancuran bagi kehidupan manusia. Bahkan sebagian pengamat mengatakan bahwa
penggunaan teknologi harus sesuai dengan lingkungan fisik dan sistem sosiobudaya
masyarakat yang akan menggunakan teknologi tersebut.
Akhir-akhir ini penggunaan internet oleh
individu-individu di rumah-rumah, di warnet, atau di tempat hiburan,
menunjukkan gejala yang kurang sehat. Banyak yang memilih fungsinya yang
mendatangkan hal negatif seperti “membahayakan moralitas” daripada yang
semestinya bernilai positif dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang
konstruktif, misalnya mencari data. Jadi, menurut saya, masalah bagaimana
pemanfaatan teknologi ini berlaku teori bebas nilai (value free). Tergantung the
man behind yang menggunakan berbagai fasilitas canggih itu.
5.
Terjalin
hubungan saling membutuhkan antar media dan pemerintah. Sistem pers yang
dianut akan menentukan bentuk-bentuk relasi antara media dan pemerintah.
a. Berikan ilustrasi bagaimana hubungan
antara media dan pemeritah di Indonesia.
à Pada
kondisi ideal pers dan pemerintah
saling bergantung antara satu sama lain. Pers dan masyarakat pun sama halnya.
Pers mustahil hidup dan berkembang di suatu wilayah tanpa ada pemerintah
dan masyarakat. Sebab wilayah tanpa kekuatan pengatur dan yang biasa disebut
pemerintah, akan cenderung menjadi rimba bagi serigala-serigala manusia yang
menghuninya. Hukum rimba akan melembaga dan membudaya disana.
Dengan demikian “interaksi positif
pemerintah-pers-masyarakat” adalah budaya komunikasi massa yang cocok dengan
konstitusi dan falsafah hidup bangsa. Dalam hal ini pers menjadi jembatan yang
menghubungkan kepentingan pemerintah dan masyarakat, secara timbal balik.
Bahkan juga untuk menjembatani kepentingan dirinya sendiri (kepentingan pers)
dengan masyarakat, yang tidak mustahil terjadi benturan kepentingan, dan
sebagai jembatan antara kepentingan pers dan pemerintah yang dapat
“bertarung langsung”.
Mendengar
ancaman pemboikotan terhadap 3 media massa di Indonesia yang diutarakan Dipo
Alam sebagai Sekretaris Kabinet pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono merupakan
satu ilustrasi hubungan media dan pemerintah di Indonesia. Ditelaah melalui
sisi dunia komunikasi, media massa adalah suatu alat komunikasi satu arah yang
bersifat seperti peluru mengarah kepada suatu objek atau bisa dikatakan sebagai
penerima informasi dan merupakan senjata utama di dunia modern dalam membentuk
persepsi publik baik positif atau negatif secara serentak. Media massa memang
sulit untuk dikontrol kecuali media massa tersebut benar-benar idealis dan
mengutamakan kualitas informasi yang sangat layak untuk disiarkan kepada
publik.
Realita
yang terjadi saat ini, media massa di Indonesia terkesan mengesampingkan nilai
dari berita hanya untuk mendapatkan rating siar yang tinggi. Hal ini dapat
dilihat melalui pemberitaan-pemberitaan yang bersifat negatif relatif memiliki
jumlah penonton, pendengar, dan pembaca yang tinggi. Tanpa memihak kedua belah
pihak, pernyataan Dipo Alam sebenarnya merupakan hal yang biasa saja.
Pernyataan Dipo Alam tersebut menandakan kelemahan pemerintahan SBY dalam
merangkul media massa. Pemberitaan media massa akan kinerja pemerintah
merupakan wujud sebuah demokrasi akan kebebasan informasi, pemberitaan negatif
ataupun positif selama hal itu merupakan suatu realita adalah benar untuk
diinformasikan kepada publik. Namun dilain pihak, media massa harus benar-benar
menjunjung kualitas berita dan nilai kepentingan publik akan suatu berita
sebelum naik ke meja redaksi.
Media
massa di Indonesia pada dasarnya belum bisa menjadi suatu media massa yang
memiliki fokus utama dalam fungsinya sebagai penyiar informasi, mayoritas media
massa di Indonesia masih bertumpu kepada rating dan oplah yang bagaikan dewa
bagi media massa. Dewasa ini sudah saatnya media massa maju satu langkah untuk
benar-benar menjadi alat pendidik masyarakat melalui siar informasi.
Dewasa ini sudah saatnya media massa
maju satu langkah untuk benar-benar menjadi alat pendidik masyarakat melalui
siar informasi. Pemerintah juga bisa menjalankan fungsinya sebagai filter media
massa tanpa harus menahan suatu penyebaran informasi, hal ini bisa dilakukan
melalui press conference apabila pemerintah menganggap informasi yang
sampai ke publik tidak benar. Pemerintah harus bisa pro-aktif dalam menanggapi
pemberitaan-pemberitaan, kritik ataupun saran yang disampaikan media massa
harus dengan cepat dan tegas ditindak-lanjuti bukan dibiarkan hingga dapat
menjadi suatu bumerang bagi pemerintah itu sendiri. Perlu diingat, pemerintahan
yang kuat adalah pemerintahan yang mendapat dukungan rakyat.
Hal ini seharusnya tidak diributkan,
pemerintah harus bisa legowo dalam menerima pemberitaan-pemberitaan negatif dan
apabila tidak benar hendaknya menggunakan hak jawab untuk mengklarifikasi.
Media massa alangkah baiknya untuk berada di tengah menjadi filter terhadap
pemerintahan bersama rakyat tanpa mengesampingkan fungsi media massa itu sendiri.
Sajikan informasi yang berkualitas tanpa merugikan salah satu pihak dan juga
mampu berfungsi sebagai pendidik terhadap publik.
b.Dibandingkan dengan masa
Orde Baru, bulan madu antara pers dan pemerintah pada masa reformasi cenderung
lebih pendek. Coba analisis mengapa kecenderugan ini terjadi?
àPers masa reformasi sedikit banyak telah
menemukan jati dirinya. Pers menjadi lemabga yang independen. Pada masa
reformasi, komunikasi politik yang terjadi antara masyarakat dan pemerintah
tidak hanya komunikasi top – down, melainkan juga bottom – up. Pers menjadi
sarana masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya, baik berupa tuntutan maupun
dukungan. Pers juga menjadi sarana pemerintah mensosialisasikan kebijakan –
kebijakan yang telah diambilnya. Pers menjadi wadah pemerintah untuk mengetahui
apakah kebijakan – kebijakan yang akan diambil disetujui rakyat atau tidak.
Apabila suatu kebijakan telah diambil dan dilaksanakan, pers dapat mengambil
perannya sebagai pengontrol kebijakan. Intinya, pers masa reformasi senantiasa
melaksanakan fungsinya pada setiap proses sistem politik. Pada masa ini, 9
elemen dasar serta fungsi – fungsi pers cukup terlaksana.
Sampai di sini menurut saya
dapat dikatakan masa bulan madu pers era reformasi karena selanjutnya kebebasan
yang telah diraihnya justru membuatnya kebablasan dan melampaui batas. Saking
bebasnya, akhirnya terdapat ketidakseimbangan antara keinginan masyarakat
dengan kepentingan pers. Pers cenderung menampilkan sesuatu yang berbau
komersil dan hanya memikirkan keuntungan perusahaan. Berita yang disajikan
terkadang tidak objektif. Tidak hanya itu, pers juga terkadang melanggar kode
etik nya sendiri. Norma dan nilai yang ada di masyarakat diabaikan. Dalam
pencarian berita pun pers sering meniadakan kesopan santunan. Pers tidak lagi
menghargai privatisasi sumber berita.
Sebagai contoh, pers
seharusnya fokus hanya pada masalah – masalah yang berhubungan dengan
kepentingan masyarakat, seperti kebijakan pemerintah, akan tetapi pers
menambahkannya dengan urusan pribadi sumber berita. Hal itu sangat melanggar
norma. Kekhawatiran masyarakat terhadap kebebasan pers, sempat muncul dalam
aksi perlawanan dalam bentuk kekerasan fisik. Hal ini antara lain ditandai
dengan penyerangan harian Jawa Pos di Surabaya oleh Banser pendukung Abdurrahman
Wahid (Alam Emilianus, 2005: 128).
Intinya, menurut saya hal
ini disebabkan karena setelah euforia kebebasan yang dirasakannya pasca bebas
dari masa orde baru, pers menjadi lupa bahwa kebebasan pun masih harus ada
batasnya.
c. Jelaskan pula hubungan antara konsep
kategori sosial, kosmopolitanisme, dan penggunaan media. Berikan ilustrasinya.
à Sebelum memberikan hubungan antara
konsep kategori sosial, kosmopolitanisme, dan penggunaan media serta
ilustrasinya, terlebih dahulu saya akan menguraikan definisi konsep kategori
sosial dan kosmopolitanisme.
a. Kategori sosial merupakan
kesatuan manusia yang terwujud karena adanya suatu ciri khas atau suatu
kompleks ciri-ciri objektif yang dapat dikenakan kepada manusia-manusia itu.
Ciri khas tersebut dilakukan dengan maksud untuk memudahkan penggolongan dalam
suatu tujuan dan biasanya dikenakan oleh pihak luar tanpa disadari oleh pihak
yang bersangkutan. Misalnya peneliti memberikan kategori tertentu pada objek
penelitiannya, seperti kategori mahasiswa yang memiliki banyak buku bacaan dan
kategori Mahasiswa yang sedikit memiliki buku bacaan dengan maksud untuk
menentukan minat belajar. Dari uraian tersebut dapatlah dikatakan bahwa unsur
yang terkait dengan konsep kategori sosial biasanya tidak terikat dengan
kesatuan adat, sistem norma, tidak mempunyai lokasi dan mengarah pada
pembicaraan “kerumunan”.
b. Kosmopolitanisme: konsep ini
kadang disamaartikan dengan konsep globalisasi. Namun, pada kenyataannya kedua
konsep tersebut sungguh berbeda. Di mana pada dasarnya globalisasi membahas
masalah perkembangan, pertumbuhan, dan perubahan ekonomi, selain itu
globalisasi itu pada intinya merupakan proses peningkatan hubungan keterikatan
antar negara-negara. Sedangkan kosmopolitanisme lebih kepada filosofi, ide,
atau pendekatan tentang penerimaan atau hidup di antara latar belakang dan
budaya yang memiki tingkat diversitas yang tinggi. Perbedaan mendasar
antar keduanya karena di dalam kosmopolitanisme masih terdapat ‘toleransi’,
maksudnya di mana masyarakat dunia masih diberikan kesempatan untuk memilih
akan menerima atau menolak atau mungkin mengkombinasikan ‘unsur’ yang baru
dengan apa yang negara mereka miliki.
Dengan segala kemudahan dan
kecanggihan yang dimiliki teknologi media saat ini, banyak pihak yang serta
merta menggunakan atau memanfaatkannya. Namun, tak hanya memberikan manfaat
bagi para pengguna, berkembangnya teknologi tersebut juga memberikan dampak
terhadap lingkungan sekitarnya. Lingkungan yang dimaksudkan disini adalah
pihak-pihak seperti organisasi/komunitas, lembaga sosial, lembaga politik,
termasuk kategori sosial yang telah disinggung sebelumnya yang juga
memanfaatkan kecanggihan teknologi komunikasi di era globalisasi seperti saat
ini.
Dahulu betapa rumitnya
berhubungan dengan orang lain yang jaraknya sangat jauh dengan kita, misalnya
di luar kota atau daerah menggunakan media komunikasi di era ‘80 hingga 90-an?
Jika mengirim surat melalui pos, tentunya memakan waktu yang cukup lama dan
pada saat itu juga baik telepon maupun handphone jumlahnya sangatlah terbatas.
Bagi masyarakat yang tidak memiliknya, mungkin dapat memanfaatkan warung
telepon (wartel) dengan tarif yang cukup mahal untuk berkomunikasi interlokal.
Akan tetapi, kesulitan
tersebut kini tak akan lagi dirasakan. Pergerakan globalisasi yang semakin maju
nyatanya mampu mendorong manusia untuk melakukan perubahan secara fisik maupun
intelektual. Hal inilah yang kemudian menimbulkan terjadinya perkembangan
teknologi komunikasi dan informasi yang semakin modern. Semakin canggih suatu
teknologi, semakin berkurang pula halangan-halangan yang membuat telekomunikasi
tersendat.
Berbagai bentuk teknologi
dilahirkan untuk membantu manusia berkomunikasi. Contoh dari teknologi tersebut
ialah, internet. Internet menyediakan bermacam layanan yang mampu membuat
manusia dari segala penjuru dunia terkoneksi dan berinteraksi dengan sangat
baik. Peristiwa ini yang lalu dikenal dengan Global Village, yang mana jarak
fisik ataupun geografis bukan lagi menjadi penghalang proses komunikasi,
sehingga manusia kini dapat berinteraksi dan hidup dalam skala global.
Disamping itu dalam hal ini
muncul pula penerapan konsep kosmopolitanisme dalam pemanfaatan media oleh
kategori sosial tertentu. Misalnya, kelompok orang-orang yang betul-betul
memanfaatkan internet dengan tujuan positif, maka mereka dapat menolak atau
memilih untuk tidak menggunakannya untuk tujuan negatif.