Tuesday, December 3, 2013

UAS Manajemen dan Etika Komunikasi Dakwah

1.  Jelaskan Axiologi (aksiologi) dalam Komunikasi Dakwah
à        Aksiologi Komunikasi dakwah merupakan landasan filosofis bagi bangunan urutan nilai kegunaan ilmu komunikasi dakwah dan merupakan salah satu unsur filosofis keilmuan yang bernilai sangat vital dalam membangun konstruksi ilmu komunikasi dakwah. Di dalam Islam, pada prinsipnya semua ilmu, termasuk ilmu komunikasi dakwah, diharapkan dapat dijadikan sebagai alat untuk mendekatkan diri kepada Allah, harus secara efektif dapat membantu mengembangkan masyarakat Islam dan merealisasikan tujuan-tujuannya, harus berguna bagi orang lain, dan dapat memecahkan berbagai problem masyarakat manusia. Dengan demikian, selama ilmu itu tidak menjadi alat bagi thaghut (selain-Allah atau anti-Allah), merupakan alat-alat pencerahan dan berguna bagi kemanusiaan.
Secara detail nilai kegunaan atau tujuan komunikasi dakwah  akan dijelaskan dengan terlebih dahulu membahas tujuan komunikasi. Gordon I. Zimmerman membagi dan merumuskan dua kategori besar tujuan komunikasi. Pertama, yaitu untuk menyesaikan tugas-tugas yang penting bagi kebutuhan manusia. Misalnya untuk memberi makan dan pakaian untuk diri sendiri, memuaskan penasaran pada diri manusia akan lingkungan dan menikmati hidup. Kedua,  tujuan komunikasi adalah menciptakan dan memupuk hubungan dengan orang lain. Dengan demikian, memiliki fungsi isi, yang melibatkan pertukaran informasi yang kita perlukan untuk menyelesaikan tgas dan informasi mengenai bagaimana kita dengan orang lain.
Sedangkan secara khusus, tujuan dakwah itu dapat dibedakan menjadi beberapa segi, yaitu sebagai berikut;
a. Dari Segi Mitra Dakwah
- Tujuan perseorangan, yaitu terbentuknya prbadi muslim dengan iman yang kuat, berperilaku sesuai dengan hukum-hukum Allah Swt, dan berakhlak karimah
- Tujuan untuk keluarga, yaitu terbentuknya keluarga bahagia, penuh ketentraman dan cinta kasih antara anggota keluarga.
- Tujuan untuk masyarakat, yaitu terbentuknya masyarakat sejahtera yang penuh dengan suasana keislaman.
- Tujuan umat manusia di seluruh dunia, yaitu terbentuknya masyarakat dunia yang penuh dengan kedamaian dan ketenangan dengan tegaknya keadilan, ersamaan hak dan kewajiban, tidak adanya diskriminasi dan eksploitasi dan saling tolong-menolong dan menghormati.
b. Dari Segi Pesan
- Tujuan akidah, yaitu tertanamnya akidah yang mantap di setiap hati manusia sehingga keyakinan tantang ajaran-ajaran islam tidak lagi dicampuri dengan rasa keraguan.
- Tujuan Hukum, yaitu terbentuknya pribadi muslim yang luhur dengan sifat-sifat yang terpuji dan bersih dari sifat tercela.
            Dengan terpenuhinya persyaratan untuk terjadinya suatu komunikasi, seperti diungkapkan di atas, disimpulkan bahwa dakwah itu sendiri merupakan sebuah proses komunikasi. Dalam hal ini Jalaluddin Rakhmat, mengungkapkan tujuan umum dakwah dalam konteks komunikasi adalah sebagai berikut:
- Memberitahukan [informatif]. Ditujukan untuk menambah pengetahuan pendengar. Komunikasi diharapkan memperoleh penjelasan, menaruh minat, dan memiliki pengertian tentang persoalan yang dibicarakan.
- Mempengaruhi [persuasif]. Ditujukan agar orang mempercayai sesuatu, melakukannya, atau terbakar semangan atau antusiasismenya. Keyakinan, tindakan dan semangat adalah bentuk reaksi yang diharapkan.
- Menghibur  [rekreatif]. Bahasa yang disampaikan enteng, segar dan mudah dicerna. Diperlukan otak yang baik untuk membuat humor yang baik. Perhatian, kesengangan, dan humor adalah reksi pendengar yang diharapkan disini.

2. Uraikan tentang Nilai dan bagaimana pendapat saudara tentang teori Bebas Nilai (Value Free) dalam ilmu dan hubungannya dengan Komunikasi Dakwah
à        Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 1004)  kata “nilai” mempunyai beberapa arti, salah satunya adalah “sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan.” Kata “nilai” untuk bahasa Inggris adalah value. Dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary edisi keenam (2000: 1493) kata value juga mempunyai beberapa arti, salah satunya adalah “beliefs about what is right and wrong and what is important in life”. (kepercayaan atau keyakinan mengenai apa yang benar dan salah, serta apa yang penting dalam kehidupan).
Pengertian di atas sejalan dengan yang dijelaskan oleh Harold Kincaid dkk. (2007: 10), bahwa yang dimaksud “nilai” adalah berbagai hal yang oleh individiu-individu dipandang berharga atau mesti dipromosikan, dikembangkan dan direalisasikan.  Dalam pengertian ini, “nilai” tidak hanya mengenai nilai moral, etis, atau politis, tapi juga nilai epistemis.
Paradigma ilmu bebas nilai (value free) mengatakan bahwa ilmu itu bersifat otonom yang tidak memiliki keterkaitan sama sekali dengan nilai. Bebas nilai artinya setiap kegiatan ilmiah harus didasarkan pada hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri. Ilmu pengetahuan menolak campur tangan faktor eksternal yang tidak secara hakiki menentukan ilmu pengetahuan itu sendiri. Penganut paradigma ini menginginkan bahwa ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai, baik secara ontologis maupun aksiologis. Dalam hal ini, ilmuan hanyalah menemukan pengetahuan dan terserah kepada orang lain untuk mempergunakannya, apakah akan dipergunakan untuk tujuan yang baik atau sebaliknya.
Jadi, bebas nilai sesungguhnya adalah tuntutan yang ditujukan pada ilmu agar keberadaannya dikembangkan dengan tidak memperhatikan nilai-nilai lain di luar ilmu itu sendiri, artinya tuntutan dasar agar ilmu dikembangkan hanya demi ilmu itu sendiri tanpa pertimbangan politik, agama maupun moral.
Sementara itu, dalam pandangan ilmu yang bebas nilai ini jika dihubungkan dengan komunikasi dakwah maka keterkaitannya adalah sebagai berikut. Pada dasarnya  kata dakwah (دعوة ) artinya: doa, seruan, panggilan, ajakan, undangan, dorongan dan permintaan. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa secara etimologis ilmu komunikasi dakwah adalah bebas nilai, artinya bisa mengajak kepada kebaikan atau ke jalan Allah  bisa juga mengajak kepada kemungkaran, jalan syetan atau berbuat maksiat seperti apa yang telah didramatisir oleh Zulaiha dengan mengajak Yusuf berbuat maksiat sebagaimana Firman Allah SWT:

فَدَعَا رَبَّهُ أَنِّي مَغْلُوبٌ فَانْتَصِرْ
Artinya: “Maka dia mengadu kepada Tuhan-Nya, bahwasannya  aku ini adalah orang yang dikalahkan, oleh sebab itu tolonglah aku”. [ Q.S.Al-Qamar/54.10]



وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى دَارِ السَّلامِ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Artinya: “ Allah menyeru [manusia] ke- Darussalaam [Surga], dan memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus [Islam][Q.S. Yunus/10.25]

      أُولَئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ
 …...  Artinya: “ Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah SWT mengajak ke Surga “,,,,,. [Q.S.Al-Baqarah/2.221].

قَالَ رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ وَإِلا تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُنْ مِنَ الْجَاهِلِينَ   
                                                     
Artinya: “ Yusuf berkata: “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk [memenuhi keinginan mereka], dan tentulah aku masuk orang-orang yang bodoh “.[Q.S.Yusuf/12.33].

Dengan demikian menurut saya, ilmu ataupun kegiatan komunikasi dakwah ini berlaku teori bebas nilai (value free). Yakni aplikasinya bergantung pada motif pendakwah sebagai the man behind ilmu tersebut

3. Jelaskan Perbedaan antara Moral, Etika dan Ahlak dalam aplikasi Komunikasi Dakwah
à        Kata etika berasal dari kata “ethos” (bahasa Yunani) dalam bahasa Inggris “ethics” yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat (custom). Ethic (bahasa Inggris) berarti etika, tatasusila, Ethical berarti etis, pantas, layak, beradab, susila. Sebagai suatu subyek etika akan berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya salah atau benar, buruk atau baik. Etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control“ karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok itu sendiri.
Etika dan moral hampir sama pengertiannya tetapi, dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan. Moral atau moralitas digunakan untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika digunakan untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku. Etika sangat diperlukan dalam melaksanakan dakwah kepada masyarakat karena inti gerakan dakwah adalah merubah masyarakat menjadi lebih baik dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangannya dalam konsep ‘amar ma’ruf wa nahi munkar.
Dalam Islam sedikit berbeda dengan akhlak, ini adalah suatu kata yang sering dikaitkan dan diartikan nilai-nilai moral yang tumpuannya adalah ajaran Islam. Jadi istilah akhlak tersebut lebih mengandung unsur islaminya dengan acuan utamanya al-qur’an dan hadist.
Sebagaimana dijelaskan oleh Din Syamsudin dalam bukunya Mafri Amir yang berjudul Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam melihat bahwa etika terutama dalam perspektif Islam bisa dipahami secara sempit dan juga secara meluas. Dalam pengertian sempit etika sering dipahami dalam hal-hal yang evaluatif, menilai baik dan buruk tetapi, kalau dikaitkan dengan Islam yang menganjurkan istilah akhlak maka, etika dipahami secara lebih luas tidak hanya sekedar etis dalam pengertian faktor-faktor evaluatif memberikan penilaian tadi, tetapi juga mengandung pengertian etos yakni hal-hal yang bersifat motivatif (mendorong).
Karena itu, akhlak dalam pengertian ini meliputi etik dan etos karena, dipahami secara lebih luas luas. Quraish Shihab menjelaskan bahwa, kata akhlak diartikan sebagai budi pekerti atau kelakuan.

Hubungannya Dalam Aplikasi Komunikasi Dakwah

Rasul adalah sebagai contoh dan sumber etika. Sumber etika dan ahlak rasul adalah al-Qur’an nabi sehingga ketika istri nabi ditanya ”Apa akhlaq nabi”?. Istri nabi menjawab : ”Akhlak nabi adalah al-Qur’an”. Al-Quran adalah kitab dakwah di dalamnya Allah menerangkan segala yang diperlukan oleh manusia termasuk didalamnya adalah etika dakwah itu sendiri.
Akhlak berkaitan erat dengan moral. Sebagai sumber moral, al-Qur’an memiliki kandungan yang menjelaskan kriteria baik-buruknya sesuatu perbuatan. Sesudah Al-Qur’an kemudian sunnah. Kedua dasar itulah yang menjadi landasan atau sumber ajaran Islam secara keseluruhan sebagai pola hidup dan menetapkan mana yang baik dan buruk di dalam berkomunikasi untuk menjalankan aktifitas dakwah.
Seseorang yang mempunyai etika yang baik apabila ia berdakwah ia akan berkomunikasi dengan mad’u nya secara baik pula dengan penyampaian sesuai situasi dan kondisi mad’u, lingkungan, dan keadaan sekitar area dakwahnya.
Oleh karena itu etika sangat penting dalam proses aktifitas dakwah dan komunikasi. Sebab etika adalah standar nilai-nilai yang harus dijadikan acuan dalam berbuat, bertindak dan berperilaku.
Secara sederhana orang yang tidak memahami dan mematuhi aturan yang berlaku dinilai tidak mempunyai etika dalam tindak tanduknya. Sebaliknya orang yang senantiasa tunduk kepada norma yang berlaku dapat dikatakan orang yang mempunyai etika. Tanpa ada suatu komunikasi yang baik dalam berdakwah maka seseorang itu dinyatakan tidak mempunyai etika yang cukup baik pula. Seorang pendakwah terlebih dahulu harus mempunyai etika yang baik dan komunikasi yang baik pula sebagai pendukungnya.

4. Dalam melakukan penafsiran ada 3 komponen secara integral harus dimanfaatkan : Fakta, Teori dan Value (nilai), coba jelaskan hubungan ketiga
à        Fakta (data objektif). Ini menampakkan diri pada gejala-gejala yang berlalu lalang dihadapan kita, tampil sebagai realitas indrawi dalam kesadaran kita, untuk selanjutnya ke semua itu ditatanya dalam kategori-kategori apriori sebagai landasan berpijak agar hasil penafsiran bukan sesuatu yang tanpa dasar.
Teori. Teori merupakan perangkat/rangkaian konsep yang langsung membahas cara untuk mendapatkan pengetahuan yang dalam kegiatan keilmuwan disebut atau tidak, bersumber ke arah data objektif dengan teori sebagai dasar dan kerangka dalam memahami data objektif. Kita akan mendapatkan hubungan causa antara satu dengan yang lain dan lebih jauh kita akan dapat merekayasa data objektif, secara artifisial.
Value (nilai). Nilai adalah suatu preskretif (normative/ yang seharusnya) untuk kita jadikan tolak ukur agar suatu kesimpulan tidak saja menunjukkan arti maknanya dengan melihat komponen secara utuh (integral), maka suatu hasil penafsiran di satu pihak akan menunjukkan sesuatu yang maknawi, di lain pihak sesuatu penafsiran itu akan terhindari dari subjektifikasi, sebab apabila dengan data objektif, tanpa teori dan nilai, maka proses penafsiran itu akan terjerumus ke dalam kekaburan, tanpa mengalami kaitan, sebab dan ke arah mana.
Penafsiran itu hanya data objektif dan teori saja, tanpa value, maka penafsiran akan hanya empirisme dan berhenti pada dataran teoritis saja, kehilangan idealisme dan kehilangan gairah serta prespektif ke depan. Teori dan nilai saja, tanpa dukungan data objektif, penafsiran akan didorong pada konsumsi penafsiran yang rasionalistik, empiristik, steril dan kehilangan nilai realistiknya. Data objektif dan nilai saja tanpa dukungan teori, maka penafsiran akan didorong pada kritisisme atau rasionalisme dan hasilnya tidak dapat dipertanggungjawabkan nilai ilmiahnya.

5. Bagaimana Strategi Pengembangan Keilmuwan Ilmu Komunikasi Dakwah (khususnya Etika komunikasi Islam)
à        Kehadiran komunikasi dakwah dapat dipandang sebagai perwujudan suatu perwujudan respons kalanagan disiplin dakwah untuk menyumbang dan menerapkan ilmunya dalam rangka ikut ambil bagian dalam menjawab tantangan dan tuntutan dakwah. Respon tersebut analog dengan dengan tumbuhnya kontribusi dari berbagai disiplin ilmu yang lain, yang juga mengkhususkan diri bagi kepentingan perkembangan dakwah. Seperti ilmu dakwah, psikologi dakwah, manajemen dakwah, filsafat dakwah, dsb. Semuanya memiliki keterkaitan secara sinergis dan komplemen dalam perkembangan dakwah.
            Keilmuan komunikasi dakwah boleh dikatakan masih prematur dibandingkan dengan keilmuan-keilmuan lainnya. Untuk itu, perkembangannya seperti ilmu-ilmu lainnya dalam kelompok dakwah akan masih terus membutuhkan kajian dan penelitian secara kontinu dan mendalam guna menemukan bentuk yang sempurna. Dan sebagaimana dengan ilmu-ilmu lainnya yang memilk sifat progresif, komunikasi dakwah akan terus mengalami perkembangan mengikuti perkembangan peradaban manusia.
Dalam pengembangan komunikasi dakwah sebagai ilmu terasa sangat tidak mungkin tanpa dibarengi dengan adanya penemuan dan pengembangan kerangka teori dakwah. Tanpa teori dakwah maka apa yang disebut dengan ilmu dakwah tidak lebih dari sekedar kumpulan pernyatan normatif tanpa memiliki kadar analisa atas fakta dakwah atau sebaliknya hanya merupakan kumpulan pengetahuan atas fakta sehingga mandul untuk memandu pelaksanaan dakwah dalam menghadapi masalah yang kompleks.
Dengan ditemukannya teori – teori dakwah yang telah menyebabkan keberhasilan dakwah masa lalu( dengan penelitian reflektif- penafsiran maudhu’i ) dapat di uji kembali relevensi teori dengan fakta dakwah yang ada pada saat sekarang (dengan metode riset dakwah partisipatif) dan kemungkinan yang akan terjadi dimasa depan (dengan metode riset kecenderungan gerakan dakwah).
Sedangkan menyangkut etika komunikasi islam, tentunya meiliki peranan yang besar dalam mempersiapkan kader da’I yang etis professional. Paradigmanya memang didesain untuk melahirkan kader-kader da’i yang memilki nilai-nilai moral yang beti-betul cerminan dari dirinya, tidak hanya di depan mad’unya melainkan sudah tertanam kuat dalam dirinya. Selain itu profesionalisme juga terlihat dari perilaku dan apa yang ada di dalam dirinya, setelah seorang da’i memiliki nilai-nilai etis, tentnya akan melahirkan profesionalisme. Jika seorang da’i memiliki dua sifat ini: etis dan professional, tentunya kegiatan dakwah akan berjalan secara optimal.

Oleh karena itu, strategi pengembangannya dakwah, diantaranya adalah mengidentifikasi kebutuhan pelatihan da’i, membantu rasa percaya diri da’i, membuat penjelasan yang berarti, membuat uraian pelatihan untuk memudahkan dalam pembelajaran, memberikan kesempatan untuk berpraktik secara umpan balik, memeriksa apakah program pelatihan itu berhasil dan mendorong aplikasi dalam kerja dakwah.

No comments:

Post a Comment

d'SwEEt piNk