1. Jelaskan Axiologi
(aksiologi) dalam Komunikasi
Dakwah
à Aksiologi Komunikasi dakwah merupakan landasan
filosofis bagi bangunan urutan nilai kegunaan ilmu komunikasi dakwah dan
merupakan salah satu unsur filosofis keilmuan yang bernilai sangat vital dalam
membangun konstruksi ilmu komunikasi dakwah. Di dalam Islam, pada prinsipnya
semua ilmu, termasuk ilmu komunikasi dakwah, diharapkan dapat dijadikan sebagai
alat untuk mendekatkan diri kepada Allah, harus secara efektif dapat membantu
mengembangkan masyarakat Islam dan merealisasikan tujuan-tujuannya, harus
berguna bagi orang lain, dan dapat memecahkan berbagai problem masyarakat
manusia. Dengan demikian, selama ilmu itu tidak menjadi alat bagi thaghut
(selain-Allah atau anti-Allah), merupakan alat-alat pencerahan dan berguna bagi
kemanusiaan.
Secara detail nilai kegunaan atau tujuan
komunikasi dakwah akan dijelaskan dengan
terlebih dahulu membahas tujuan komunikasi. Gordon I. Zimmerman membagi dan
merumuskan dua kategori besar tujuan komunikasi. Pertama, yaitu untuk
menyesaikan tugas-tugas yang penting bagi kebutuhan manusia. Misalnya untuk
memberi makan dan pakaian untuk diri sendiri, memuaskan penasaran pada diri
manusia akan lingkungan dan menikmati hidup. Kedua, tujuan komunikasi adalah menciptakan dan
memupuk hubungan dengan orang lain. Dengan demikian, memiliki fungsi isi, yang
melibatkan pertukaran informasi yang kita perlukan untuk menyelesaikan tgas dan
informasi mengenai bagaimana kita dengan orang lain.
Sedangkan secara khusus, tujuan dakwah itu
dapat dibedakan menjadi beberapa segi, yaitu sebagai berikut;
a. Dari Segi Mitra Dakwah
- Tujuan
perseorangan, yaitu terbentuknya prbadi muslim dengan iman yang kuat,
berperilaku sesuai dengan hukum-hukum Allah Swt, dan berakhlak karimah
- Tujuan
untuk keluarga, yaitu terbentuknya keluarga bahagia, penuh ketentraman dan
cinta kasih antara anggota keluarga.
- Tujuan
untuk masyarakat, yaitu terbentuknya masyarakat sejahtera yang penuh dengan
suasana keislaman.
- Tujuan
umat manusia di seluruh dunia, yaitu terbentuknya masyarakat dunia yang
penuh dengan kedamaian dan ketenangan dengan tegaknya keadilan, ersamaan hak
dan kewajiban, tidak adanya diskriminasi dan eksploitasi dan saling
tolong-menolong dan menghormati.
b. Dari Segi Pesan
- Tujuan
akidah, yaitu tertanamnya akidah yang mantap di setiap hati manusia
sehingga keyakinan tantang ajaran-ajaran islam tidak lagi dicampuri dengan rasa
keraguan.
- Tujuan
Hukum, yaitu terbentuknya pribadi muslim yang luhur dengan sifat-sifat yang
terpuji dan bersih dari sifat tercela.
Dengan
terpenuhinya persyaratan untuk terjadinya suatu komunikasi, seperti diungkapkan
di atas, disimpulkan bahwa dakwah itu sendiri merupakan sebuah proses
komunikasi. Dalam hal ini Jalaluddin Rakhmat, mengungkapkan tujuan umum dakwah
dalam konteks komunikasi adalah sebagai berikut:
- Memberitahukan [informatif]. Ditujukan untuk menambah
pengetahuan pendengar. Komunikasi diharapkan memperoleh penjelasan, menaruh
minat, dan memiliki pengertian tentang persoalan yang dibicarakan.
- Mempengaruhi [persuasif]. Ditujukan agar orang mempercayai
sesuatu, melakukannya, atau terbakar semangan atau antusiasismenya. Keyakinan,
tindakan dan semangat adalah bentuk reaksi yang diharapkan.
- Menghibur [rekreatif].
Bahasa yang disampaikan enteng, segar dan mudah dicerna. Diperlukan otak yang
baik untuk membuat humor yang baik. Perhatian, kesengangan, dan humor adalah
reksi pendengar yang diharapkan disini.
2.
Uraikan tentang Nilai dan bagaimana pendapat saudara tentang teori Bebas Nilai
(Value Free) dalam ilmu dan
hubungannya dengan Komunikasi Dakwah
à Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2008: 1004) kata “nilai”
mempunyai beberapa arti, salah satunya adalah “sifat-sifat (hal-hal) yang
penting atau berguna bagi kemanusiaan.” Kata “nilai” untuk bahasa Inggris adalah “value”. Dalam Oxford
Advanced Learner’s Dictionary edisi keenam (2000: 1493) kata value
juga mempunyai beberapa arti, salah satunya adalah “beliefs about what is
right and wrong and what is important in life”. (kepercayaan atau keyakinan
mengenai apa yang benar dan salah, serta apa yang penting dalam kehidupan).
Pengertian di atas sejalan dengan yang
dijelaskan oleh Harold Kincaid dkk. (2007: 10), bahwa yang dimaksud “nilai”
adalah berbagai hal yang oleh individiu-individu dipandang berharga atau mesti
dipromosikan, dikembangkan dan direalisasikan. Dalam pengertian ini, “nilai”
tidak hanya mengenai nilai moral, etis, atau politis, tapi juga nilai epistemis.
Paradigma ilmu bebas nilai (value
free) mengatakan bahwa ilmu itu bersifat otonom yang tidak memiliki
keterkaitan sama sekali dengan nilai. Bebas nilai artinya setiap kegiatan
ilmiah harus didasarkan pada hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri. Ilmu pengetahuan
menolak campur tangan faktor eksternal yang tidak secara hakiki menentukan ilmu
pengetahuan itu sendiri. Penganut paradigma ini menginginkan bahwa ilmu harus
bersifat netral terhadap nilai-nilai, baik secara ontologis maupun aksiologis.
Dalam hal ini, ilmuan hanyalah menemukan pengetahuan dan terserah kepada orang
lain untuk mempergunakannya, apakah akan dipergunakan untuk tujuan yang baik
atau sebaliknya.
Jadi, bebas nilai sesungguhnya adalah
tuntutan yang ditujukan pada ilmu agar keberadaannya dikembangkan dengan tidak
memperhatikan nilai-nilai lain di luar ilmu itu sendiri, artinya tuntutan dasar
agar ilmu dikembangkan hanya demi ilmu itu sendiri tanpa pertimbangan politik,
agama maupun moral.
Sementara itu, dalam pandangan ilmu
yang bebas nilai ini jika dihubungkan dengan komunikasi dakwah maka
keterkaitannya adalah sebagai berikut. Pada dasarnya kata
dakwah (دعوة ) artinya: doa, seruan, panggilan,
ajakan, undangan, dorongan dan permintaan. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa secara etimologis ilmu
komunikasi dakwah adalah bebas nilai, artinya bisa
mengajak kepada kebaikan atau ke jalan Allah bisa juga mengajak kepada
kemungkaran, jalan syetan atau berbuat maksiat seperti apa yang telah
didramatisir oleh Zulaiha dengan mengajak Yusuf berbuat maksiat sebagaimana
Firman Allah SWT:
فَدَعَا رَبَّهُ أَنِّي مَغْلُوبٌ فَانْتَصِرْ
Artinya: “Maka dia mengadu kepada Tuhan-Nya,
bahwasannya aku ini adalah orang yang dikalahkan, oleh sebab itu
tolonglah aku”. [ Q.S.Al-Qamar/54.10]
وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى دَارِ السَّلامِ
وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Artinya: “ Allah menyeru [manusia] ke- Darussalaam [Surga], dan
memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus
[Islam][Q.S. Yunus/10.25]
أُولَئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَاللَّهُ
يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ
…... Artinya: “ Mereka mengajak ke neraka,
sedangkan Allah SWT mengajak ke Surga “,,,,,. [Q.S.Al-Baqarah/2.221].
قَالَ رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا
يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ وَإِلا تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ
وَأَكُنْ مِنَ الْجَاهِلِينَ
Artinya: “ Yusuf berkata: “Wahai Tuhanku, penjara
lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau
hindarkan daripadaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk [memenuhi
keinginan mereka], dan tentulah aku masuk orang-orang yang bodoh
“.[Q.S.Yusuf/12.33].
Dengan
demikian menurut saya, ilmu ataupun kegiatan komunikasi dakwah ini berlaku
teori bebas nilai (value free). Yakni aplikasinya bergantung pada motif
pendakwah sebagai the man behind ilmu
tersebut
3. Jelaskan Perbedaan antara Moral, Etika dan Ahlak dalam aplikasi Komunikasi Dakwah
à Kata etika berasal dari kata “ethos”
(bahasa Yunani) dalam bahasa Inggris “ethics” yang berarti karakter, watak
kesusilaan atau adat (custom). Ethic (bahasa Inggris) berarti etika,
tatasusila, Ethical berarti etis, pantas, layak, beradab, susila. Sebagai suatu
subyek etika akan berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun
kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya salah
atau benar, buruk atau baik. Etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan
“self control“ karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk
kepentingan kelompok itu sendiri.
Etika dan moral hampir sama pengertiannya
tetapi, dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan. Moral atau moralitas digunakan
untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika digunakan untuk
pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku. Etika sangat diperlukan dalam
melaksanakan dakwah kepada masyarakat karena inti gerakan dakwah adalah merubah
masyarakat menjadi lebih baik dengan menjalankan perintah dan menjauhi
larangannya dalam konsep ‘amar ma’ruf wa nahi munkar.
Dalam Islam sedikit berbeda dengan akhlak,
ini adalah suatu kata yang sering dikaitkan dan diartikan nilai-nilai moral
yang tumpuannya adalah ajaran Islam. Jadi istilah akhlak tersebut lebih
mengandung unsur islaminya dengan acuan utamanya al-qur’an dan hadist.
Sebagaimana dijelaskan oleh Din Syamsudin
dalam bukunya Mafri Amir yang berjudul Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan
Islam melihat bahwa etika terutama dalam perspektif Islam bisa dipahami secara
sempit dan juga secara meluas. Dalam pengertian sempit etika sering dipahami
dalam hal-hal yang evaluatif, menilai baik dan buruk tetapi, kalau dikaitkan
dengan Islam yang menganjurkan istilah akhlak maka, etika dipahami secara lebih
luas tidak hanya sekedar etis dalam pengertian faktor-faktor evaluatif
memberikan penilaian tadi, tetapi juga mengandung pengertian etos yakni hal-hal
yang bersifat motivatif (mendorong).
Karena itu, akhlak dalam pengertian ini
meliputi etik dan etos karena, dipahami secara lebih luas luas. Quraish Shihab
menjelaskan bahwa, kata akhlak diartikan sebagai budi pekerti atau kelakuan.
Hubungannya Dalam Aplikasi Komunikasi Dakwah
Rasul adalah sebagai contoh dan sumber
etika. Sumber etika dan ahlak rasul adalah al-Qur’an nabi sehingga ketika istri
nabi ditanya ”Apa akhlaq nabi”?. Istri nabi menjawab : ”Akhlak nabi adalah
al-Qur’an”. Al-Quran adalah kitab dakwah di dalamnya Allah menerangkan segala
yang diperlukan oleh manusia termasuk didalamnya adalah etika dakwah itu
sendiri.
Akhlak berkaitan erat dengan moral. Sebagai
sumber moral, al-Qur’an memiliki kandungan yang menjelaskan kriteria
baik-buruknya sesuatu perbuatan. Sesudah Al-Qur’an kemudian sunnah. Kedua dasar
itulah yang menjadi landasan atau sumber ajaran Islam secara keseluruhan
sebagai pola hidup dan menetapkan mana yang baik dan buruk di dalam
berkomunikasi untuk menjalankan aktifitas dakwah.
Seseorang yang mempunyai etika yang baik
apabila ia berdakwah ia akan berkomunikasi dengan mad’u nya secara baik pula
dengan penyampaian sesuai situasi dan kondisi mad’u, lingkungan, dan keadaan
sekitar area dakwahnya.
Oleh karena itu etika sangat penting dalam proses aktifitas dakwah dan komunikasi. Sebab etika adalah standar nilai-nilai yang harus dijadikan acuan dalam berbuat, bertindak dan berperilaku.
Oleh karena itu etika sangat penting dalam proses aktifitas dakwah dan komunikasi. Sebab etika adalah standar nilai-nilai yang harus dijadikan acuan dalam berbuat, bertindak dan berperilaku.
Secara sederhana orang yang tidak memahami
dan mematuhi aturan yang berlaku dinilai tidak mempunyai etika dalam tindak
tanduknya. Sebaliknya orang yang senantiasa tunduk kepada norma yang berlaku
dapat dikatakan orang yang mempunyai etika. Tanpa ada suatu komunikasi yang
baik dalam berdakwah maka seseorang itu dinyatakan tidak mempunyai etika yang
cukup baik pula. Seorang pendakwah terlebih dahulu harus mempunyai etika yang
baik dan komunikasi yang baik pula sebagai pendukungnya.
4. Dalam melakukan penafsiran ada 3 komponen secara
integral harus dimanfaatkan : Fakta, Teori dan Value (nilai), coba jelaskan hubungan ketiga
à Fakta
(data objektif). Ini
menampakkan diri pada gejala-gejala yang berlalu lalang dihadapan kita, tampil
sebagai realitas indrawi dalam kesadaran kita, untuk selanjutnya ke semua itu
ditatanya dalam kategori-kategori apriori sebagai landasan berpijak agar hasil
penafsiran bukan sesuatu yang tanpa dasar.
Teori. Teori merupakan perangkat/rangkaian
konsep yang langsung membahas cara untuk mendapatkan pengetahuan yang dalam
kegiatan keilmuwan disebut atau tidak, bersumber ke arah data objektif dengan
teori sebagai dasar dan kerangka dalam memahami data objektif. Kita akan
mendapatkan hubungan causa antara satu dengan yang lain dan lebih jauh kita
akan dapat merekayasa data objektif, secara artifisial.
Value
(nilai). Nilai
adalah suatu preskretif (normative/ yang seharusnya) untuk kita jadikan tolak
ukur agar suatu kesimpulan tidak saja menunjukkan arti maknanya dengan melihat
komponen secara utuh (integral), maka suatu hasil penafsiran di satu pihak akan
menunjukkan sesuatu yang maknawi, di lain pihak sesuatu penafsiran itu akan
terhindari dari subjektifikasi, sebab apabila dengan data objektif, tanpa teori
dan nilai, maka proses penafsiran itu akan terjerumus ke dalam kekaburan, tanpa
mengalami kaitan, sebab dan ke arah mana.
Penafsiran itu
hanya data objektif dan teori saja, tanpa value, maka penafsiran akan hanya
empirisme dan berhenti pada dataran teoritis saja, kehilangan idealisme dan
kehilangan gairah serta prespektif ke depan. Teori dan nilai saja, tanpa dukungan
data objektif, penafsiran akan didorong pada konsumsi penafsiran yang
rasionalistik, empiristik, steril dan kehilangan nilai realistiknya. Data
objektif dan nilai saja tanpa dukungan teori, maka penafsiran akan didorong
pada kritisisme atau rasionalisme dan hasilnya tidak dapat
dipertanggungjawabkan nilai ilmiahnya.
5. Bagaimana Strategi Pengembangan Keilmuwan Ilmu Komunikasi Dakwah (khususnya Etika komunikasi Islam)
à Kehadiran komunikasi dakwah dapat
dipandang sebagai perwujudan suatu perwujudan respons kalanagan disiplin dakwah
untuk menyumbang dan menerapkan ilmunya dalam rangka ikut ambil bagian dalam
menjawab tantangan dan tuntutan dakwah. Respon tersebut analog dengan dengan tumbuhnya kontribusi
dari berbagai disiplin ilmu yang lain, yang juga mengkhususkan diri bagi
kepentingan perkembangan dakwah. Seperti ilmu dakwah, psikologi dakwah,
manajemen dakwah, filsafat dakwah, dsb. Semuanya memiliki keterkaitan secara
sinergis dan komplemen dalam perkembangan dakwah.
Keilmuan
komunikasi dakwah boleh dikatakan masih prematur dibandingkan dengan
keilmuan-keilmuan lainnya. Untuk itu, perkembangannya seperti ilmu-ilmu lainnya
dalam kelompok dakwah akan masih terus membutuhkan kajian dan penelitian secara
kontinu dan mendalam guna menemukan bentuk yang sempurna. Dan sebagaimana
dengan ilmu-ilmu lainnya yang memilk sifat progresif, komunikasi dakwah akan
terus mengalami perkembangan mengikuti perkembangan peradaban manusia.
Dalam pengembangan komunikasi
dakwah sebagai ilmu terasa sangat tidak mungkin tanpa dibarengi dengan
adanya penemuan dan pengembangan kerangka teori dakwah. Tanpa teori dakwah maka apa yang
disebut dengan ilmu dakwah tidak lebih dari sekedar kumpulan pernyatan normatif
tanpa memiliki kadar analisa atas fakta dakwah atau sebaliknya hanya merupakan
kumpulan pengetahuan atas fakta sehingga mandul untuk memandu pelaksanaan
dakwah dalam menghadapi masalah yang kompleks.
Dengan ditemukannya teori – teori dakwah yang telah
menyebabkan keberhasilan dakwah masa lalu( dengan penelitian reflektif- penafsiran
maudhu’i ) dapat di uji kembali relevensi teori dengan fakta dakwah yang ada
pada saat sekarang (dengan metode riset dakwah partisipatif) dan kemungkinan
yang akan terjadi dimasa depan (dengan metode riset kecenderungan gerakan
dakwah).
Sedangkan
menyangkut etika komunikasi islam, tentunya meiliki peranan yang besar dalam
mempersiapkan kader da’I yang etis professional. Paradigmanya memang didesain
untuk melahirkan kader-kader da’i yang memilki nilai-nilai moral yang
beti-betul cerminan dari dirinya, tidak hanya di depan mad’unya melainkan sudah
tertanam kuat dalam dirinya. Selain itu profesionalisme juga terlihat dari
perilaku dan apa yang ada di dalam dirinya, setelah seorang da’i memiliki
nilai-nilai etis, tentnya akan melahirkan profesionalisme. Jika seorang da’i
memiliki dua sifat ini: etis dan professional, tentunya kegiatan dakwah akan
berjalan secara optimal.
Oleh karena itu,
strategi pengembangannya dakwah, diantaranya adalah mengidentifikasi kebutuhan
pelatihan da’i, membantu rasa percaya diri da’i, membuat penjelasan yang
berarti, membuat uraian pelatihan untuk memudahkan dalam pembelajaran,
memberikan kesempatan untuk berpraktik secara umpan balik, memeriksa apakah
program pelatihan itu berhasil dan mendorong aplikasi dalam kerja dakwah.
No comments:
Post a Comment