BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Secara
kebahasaan kata Dakwah berarti panggilan, seruan atau ajakan. Dakwah berarti
mengajak seseorang atau sekelompok orang untuk memeluk agama Islam. Pelaku
Dakwah disebut Da’I. Dalam pengertian yang luas dakwah adalah upaya untuk
mengajak seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) agar memeluk dan
mengamalkan ajaran Islam kedalam kehidupan yang nyata. Selain kata dakwah
adapula kata tabligh yang pengertiannya tidak jauh beda dengan dakwah. Namun
lebih merujuk kepada proses penyampaian pesan-pesan dakwah kepada sasaran
dakwah karena kata tabligh secara bahasa berarti menyampaikan. Sedangkan
pelakunya disebut muballigh.
Esensi dakwah
dalam Islam adalah mengajak kepada kebaikan, sebagaimana dalam QS. Ali
‘Imron/3:110
كُنْتُمْ
خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ
عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ
لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ ۚ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
Terjemahannya:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma´ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di
antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang
fasik”.
Sedangkan
metode dakwah secara umum dan menjadi acuan merujuk pada firman Allah SWT dalam
Q.S. an-Nahl/16 : 125.
ادْعُ
إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ
وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ
ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Terjemahannya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Metode dakwah bi
al-hikmah berarti penyampaian dakwah dengan terlebih dahulu mengetahui
tujuannya dan mengenal secara benar serta mendalam orang atau masyarakat yang
menjadi sasarannya. Metode dakwah bi al-maw’idhah al-hasanah ,
memberi kepuasan kepada jiwa orang atau masyarakat yang menjadi sasaran dakwah
Islam itu dengan cara-cara yang baik, seperti dengan memberi nasehat,
pengajaran, dan contoh teladan yang baik. Metode dakwah bi al-mujadalah bi
al-lati hiya ahsan , bertukar pikiran dengan cara-cara terbaik yang dapat dilakukan,
sesuai dengan kondisi orang-orang dan masyarakat sasaran. Apapun metode dakwah
yang digunakan, dakwah sebagai alat untuk melakukan perubahan individu atau
masyarakat, dari kehidupan yang belum islami menjadi kehidupan yang
islami.
Dakwah
menurut bentuk, dapat dibedakan menjadi dakwah lisan dan tulisan, sedangkan
menurut teknologi, ada yang disebut dakwah konvensional yakni dakwah yang
mengandalkan pertemuan langsung atau antar muka antara da’i dengan sasaran
dakwah, adapula yang menggunakan media canggih seperti teledakwah, yakni
menggunakan teknologi komunikasi media baik cetak maupun elektronik dan
e-dakwah, yakni dakwah dengan bantuan internet.
Dakwah dapat dilakukan secara
perorangan maupun berkelompok atau merupakan program suatu organisasi. Salah
satu organisasi dengan orientasi dakwah Islam yaitu Muhammadiyah. Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama
organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, sehingga
Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi
Muhammad SAW. Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering
menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu
dengan alasan adaptasi. [1]
Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh K.H.
Ahmad Dahlan di Kampung Kauman Yogyakarta pada
tanggal 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330 H). Persyarikatan
Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH Ahmad Dahlan untuk memurnikan
ajaran Islam yang dianggap banyak dipengaruhi hal-hal mistik.
Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun
tata sosial dan pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik. Menampilkan
ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis, tetapi
dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala
aspeknya. Akan tetapi, ia juga menampilkan kecenderungan untuk melakukan perbuatan
yang ekstrem. Sebagai dampak positif dari organisasi ini, kini telah banyak
berdiri rumah sakit, panti asuhan, dan tempat pendidikan di seluruh Indonesia.
Muhammadiyah
merupakan organisasi yang bergerak dalam bidang sosial dan keagamaan. Untuk mencapai
tujuannya, maka Muhammadiyah melaksanakan Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan
Tajdid yang diwujudkan dalam usaha di segala bidang kehidupan.
Sebagai
gerakan sosial keagamaaan, selama ini Muhammadiyah telah menyelenggarakan
berbagai kegiatan yang cukup bermanfaat bagi pembinaan individu maupun sosial.
Pada tingkat individual, cita-cita pembentukan pribadi mukmim dengan
kualifikasi moral dan etis Islam, terasa sangat khas. Gerakan membentuk
keluarga sakinah, membentuk jamaah, membentuk qaryah thayyibah, dan
akhirnya membentuk ummah, juga mendominasi cita-cita gerakan sosial Muhammadiyah. Berbagai bentuk amal
usaha Muhammadiyah jelas sekali membuktikan hal itu (Kuntowijoyo, 1995 : 85).
Pada
hakikatnya, kegiatan-kegiatan dakwah yang dilakukan oleh muhammadiyah tersebut
dikelompokkan ke dalam 13 majelis. Majelis-majelis ini dibentuk sesuai keputusan Muktamar k-46 di Yogyakarta,
yaitu:
1.
Majelis Tabligh
2.
Majelis Tarjih dan Tajdid
3.
Majelis Pendidiksn Tinggi
4.
Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah
5.
Mejelis Pendidikan Kader
6.
Majelis Pembina Kesehatan Umum
7.
Majelis Pemberdayaan Masyarakat
8.
Majelis Wakaf dan Kehartabendaan
9.
Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan
10.
Majelis Pustaka dan Informasi
11.
Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia
12.
Majelis Pelayanan Sosial
13.
Majelis Lingkungan Hidup
Majelis-majelis tersebut
dilaksanakan sesuai prinsip-prinsip manajemen karena dalam usaha dakwah yang lebih luas dan rumit dibandingkan dengan
kegiatan bisnis dan usaha-usaha lainnya, tidak dapat berjalan secara baik,
efektif dan efisien apabila tidak disertai dengan manajemen. Dengan demikian
penggunaan prinsip-prinsip manajemen dalam proses penyelengaraan dakwah merupakan suatu
keharusan (Purwanti, 2010).
Manajemen
dakwah menurut Munir, yaitu sebuah pengaturan secara sistematis dan koordinatif
dalam kegiatan atau aktivitas dakwah yang dimulai dari sebelum pelaksanaan
sampai akhir dari kegiatan dakwah (Munir, 2009). Dengan
demikian manejemen dakwah ialah suatu perangkat atau organisasi dalam mengolah
dakwah agar tujuan dakwah tersebut dapat lebih mudah tercapai sesuai dengan
hasil yang diharapkan.
Pengembangan
manajemen dakwah melalui pemetaan (mapping) sebagai suatu kebutuhan
mendesak dan berkelanjutan, berkaitan dengan permasalahan, potensi maupun
solusi dan aksi dakwah yang diperlukan. Dinamika gerakan dakwah (hayawiyatul
harakah) sangat terkait dengan kemampuan manajerial para da’I atau pelaku
dakwah. Dakwah yang dibutuhkan saat ini dan ke depan, da’i dan mubaligh yang
diharapkan bukan hanya sekedar modal semangat dan kemampuan humoris, tetapi
juga sangat penting memiliki ketrampilan manajemen dakwah (Yusuf Asry, 2012).
Muhammadiyah
sebagai organisasi yang besar serta mempunyai kegiatan yang kompleks, maka
sewajarnya kegiatan dakwah yang dilakukan, dikelompokkan dalam berbagai majelis
dan lembaga. Namun dalam makalah ini, penulis secara khusus hanya membatasi
manajemen dakwah pada salah satu majelis tersebut, yakni majelis tabligh.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian latar belakang sebelumnya, maka rumusan masalah dalam makalah ini,
yaitu:
1. Apa yang dimaksud Majelis Tabligh
Muhammadiyah?
2. Bagaimana Manajemen Dakwah pada Daerah
Binaan Majelis Tabligh Muhammadiyah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Majelis Tabligh
Muhammadiyah
Kehadiran sebuah organisasi sosial keagamaan
dengan predikat pembaharu pada dasawarsa kedua abad keduapuluh ini dipandang
sebagai satu kemajuan besar di kalangan ummat islam. Tradisi keagamaan yang dipengaruhi oleh budaya keratin dan
sikretis, menyebabkan K.H. Ahmad Dahlan memilih pembaharuan sebagai upaya
memurnikan ajaran islam, dengan cara mengembalikannya kepada dua sumber
utamanya, yaitu al-Qur’an dan As-Sunnah.
Karena itu persyarikatan ini disebut gerakan
tajdid. Salah satu sasaran utamanya adalah mengikis habis bid’ah dan khurafat,
yakni praktek agama yang tidak bersumber dari al-Qur’an dan As-Sunnah tetapi
diakui/diklaim oleh sementara ummat islam sebagai ajaran islam yang harus
dipatuhi. Pemilihan tema pembaharuan ini pada mulanya menimbulkan konflik di
kalangan ummat islam. (Rusli Karim, 1986 : 14-15)
Sebagai
suatu organisasi Islam, Muhammadiyah mempunyai tugas yang tidak ringan di
bidang agama. Apalagi jika ditilik dari sejarah kelahirannya, Muhammadiyah
lahir dengan membawa cita-cita pembaruan dalm Islam di Indonesia. Dengan
demikian Muhammadiyah bermaksud mengobarkan kembali dinamika Islam, sebagaimana
dikandung dalam dalam ajaran agama Islam. Sebab islam adalah suatu agama yang
dinamis dan revolusioner. Adapun dinamikanya terletak pada terbukanya pintu
ijtihad.
Oleh
karena itu di lapangan agama, perjuangan Muhammadiyah ialah memberantas
tradisionalisme, konsevatisme, taqlidisme, mazhabisme dan fikihisme. Sebaliknya
menganjurkan ke arah modernisasi, reformisme, dan ijtihadisme.
Usaha
tersebut oleh muhammadiyah dijalankan melalui berbagai cara. Adakalanya dengan jalan melakukan tabligh,
mengadakan kursus-kursus agama, pengajian-pengajian, khutbah-khutbah ataupun
pidato-pidato dalam peringatan hari-har besar Islam yang diberikan secara
lisan. Akan tetapi selain itu pun dilakukan dengan jalan menulis
risalah-risalah pendek, artikel-artikel dalm surat kabar maupun majalah-majalah
ataupun menulis buku. Karena itu dalam organisasi Muhammadiyah dikenal adanya
majelis Tabligh yang mengurusi soal-soal tabligh, panggilan kepada Islam (Junus
Salam, 2009 : 119-121).
Majelis Tabligh
Majelis
Tabliqh memiliki rencana strategis untuk: Meningkatkan kuantitas dan kualitas
peran Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah kemasyarakatan yang berpengaruh
langsung dalam menciptakan masyarakat Islami sebagai perwujudan dari partisipasi
aktif Muhammadiyah dalam pembangunan umat dan bangsa untuk mencapai tujuan
Muhammadiyah.
Berdasarkan
garis besar program, Majelis ini mempunyai tugas pokok untuk:
1. Meningkatkan
kuantitas dan kualitas dakwah dalam segala dimensi kehidupan sesuai dengan
prinsip gerakan Muhammadiyah.
2. Meningkatkan
mutu dan kompetensi mubaligh Muhammadiyah.
3. Memperluas
jangkauan dakwah agar mampu menyentuh berbagai level dan jenis kelompok
masyarakat.
4. Mengembangkan
dan menerapkan dakwah multimedia baik media lokal, maupun media dengan muatan
teknologi baru.
5. Melakukan
evaluasi dan memperbaiki konsep dan implementasi proyek-proyek dakwah
Muhammadiyah, seperti dakwah jamaah, dakwah kultural dan sebagainya, agar
kembali berjalan secara efektif.
6. Mengembangkan
metode dan praktek pembinaan kehidupan Islami dalam masyarakat.[2]
Dalam perkembangannya Majelis Tabligh kemudian digabungkan dengan
dakwah khusus setelah Muktamar 2000. Dakwah khusus ini dilakukan pada
masyarakat di daerah tertinggal dan terpencil. Program ini telah dimulai oleh
Persyarikatan Muhammadiyah secara terprogram sejak tahun 1975 yang secara
teknis dikelola oleh sebuah lembaga khusus yang kemudian dikenal dengan Lembaga
Dakwah Khusus (LDK) Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang berkedudukan di Jakarta. Setelah
penggabungan tersebut maka, namanya kemudian menjadi Majelis Tabligh dan Dakwah
Khusus (MTDK).
a) Pengertian
Perubahan paradigma dakwah khusus pasca muktamar 47 tahun 2005
adalah memperluas jangkauan sasaran dakwah khusus tidak hanya terbatas pada
masyarakat terpencil dan tertinggal (dahulu istilahnya terasing) serta daerah
transmigrasi, akan tetapi menjangkau komunitas masyarakat yang memiliki
tipologi khusus yang selama ini belum tergarap dengan program dakwah yang
bersifat konvensional.
Dengan rumusan lain dapat dikemukakan bahwa dakwah khusus adalah
program dakwah yang ditujukan kepada kelompok-kelompok masyarakat tertentu
melalui pendekatan-pendekatan khusus sesuai dengan permasalahan yang dihadapi.
b) Tujuan dan Sasaran Yang Ingin Dicapai
Tujuan dakwah khusus pada hakikatnya sama dengan tujuan
Persyarikatan Muhammadiyah, yaitu: ”Menegakkan dan menjunjung tinggi agama
Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”.
Sedangkan sasaran yang ingin dicapai sesuai dengan yang tertera
dalam Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah, yaitu:
1.
Kepada yang belum beragama Islam, supaya masuk ke dalam agama Islam.
2. Kepada yang beragama Islam, agar mengamalkan Islam secara sungguh-sungguh dan benar.
2. Kepada yang beragama Islam, agar mengamalkan Islam secara sungguh-sungguh dan benar.
Selain dari tujuan dan sasaran sebagaimana tersebut di atas, sesuai
dengan fungsi dakwah sebagai sebuah proses perubahan menuju keadaan yang lebih
baik, maka dakwah khu-sus harus dirancang dalam sebuah program pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan menuju terciptanya
kesejahteraan lahir dan batin, dunia dan akhirat.
B. Manajemen
Dakwah pada Daerah Binaan Majelis Tabligh Muhammadiyah
Manajemen
pelaksanaan dakwah muhammadiyah sesuai dengan prinsip-prinsip tertentu serta
dilaksanakan oleh muballigh dengan kompetensi tertentu pula. Selanjutnya
diterapkan pada berbagai jenis sasaran dakwah dalam daerah binaan majelis
tabligh muhammadiyah.
1) Prinsip
Dakwah
Kelas
sosial bagi Muhammadiyah, hanya untuk kepentingan dalam objek dakwah saja,
bukan untuk membeda-bedakan masyarakat. Namun dalam masyarakat umum, kelas
sosial ada dan perlu dipetakan oleh Muhammadiyah. Sebagai gerakan pencerahan,
muhammadiyah memiliki tiga dimensi. Hal ini termasuk dalam prinsip dakwah
muhamadiyah.
Dimensi
pertama adalah Membebaskan manusia dari berbagai hal, bukan hanya tahayul,
bid’ah dan khurafat, tetapi juga dari kemiskinan dan kebodohan. Kedua,
memberdayakan masyarakat, agar mereka mampu hidup secara mandiri, dan itulah
yang akan mendorong sebuah masyarakat berkemajuan, sehingga tercipta khairu
ummah. Ketiga, Dengan berbagai perkembangan teknologi, maka Muhammadiyah
kemudian melakukan berbagai kemajuan.[3]
2) Kompetensi
Muballigh
Bila seorang berdakwah secara aktif (bukan hanya pasif) maka sebaiknya yang
bersangkutan memenuhi kompetensi muballigh. Dalam buku Islam
dan Dakwah yang diterbitkan oleh Majelis Tabligh PP Muhammadiyah (1987)
dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi adalah sejumlah pemahaman,
pengetahuan, penghayatan dan perilaku serta keterampilan tertentu yang harus
ada pada diri muballigh, agar dia dapat melakukan fungsinya dengan memadai.
Kompetensi itu ada yang bersifat substansitif dan ada yang bersifat
metodologis.[4]
Kompetensi substanstif seorang muballigh adalah :
(1) Pemahaman agama islam secara cukup, tepat
dan benar;
(2) Memiliki akhlaqul karimah;
(3) Mengetahui perkembangan pengetahuan umum
yang relatif luas;
(4) Pemahaman hakekat dakwah;
(5) Mencintai audiens dengan tulus;
(6) Mengenal kondisi lingkungan dengan baik;
(7) Mempunyai rasa ikhlas.
Sedangkan kompetensi metodologis muballigh adalah:
(1) Kemampuan melakukan identifikasi
permasalahan dakwah yang dihadapi, baik tingkat individu maupun tingkat
masyarakat;
(2) Kemampuan untuk mendapatkan informasi
mengenai ciri-ciri obyektif dan subyektif obyek dakwah serta kondisi
lingkungannya;
(3) Kemampuan menyusun langkah perencanaan yang
benar-benar dapat diharapkan menyelesaikan problem masyarakat atau menjawab
permasalahan dakwah yang ada; dan
(4) Kemampuan untuk merealisasikan perencanaan
dalam pelaksanaan kegiatan dakwah.
Dalam buku Min Akhlaq ad-Dakwahiyah (1411 H), Salman ibn Fahd al-‘Audah,
menyebutkan beberapa sifat khusus yang harus dimiliki oleh seorang muballigh di
samping akhlak mulia pada umumnya. Akhlak khusus itu adalah shidik, sabar,
tawadhu’, ‘adil, lemah lembut dan selalu ingin meningkatkan kualitas amal
ibadahnya kepada Allah SWT.
Lebih dari itu, kunci utama keberhasilan dakwah seorang muballigh adalah
satunya kata dan perbuatan. Salah satu sebab utama keberhasilan dakwah
Rasulullah SAW adalah karena perbuatan beliau selalu sejalan dengan apa yang
dikatakan. Allah SWT mengancam seseorang bila perbuatannya tidak sejalan dengan
perkataannya, atau hanya bisa berkata tapi tidak mau berbuat (QS.Ash Shaf
61:2-3)
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ
كَبُرَ
مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ
Terjemahannya:“Wahai
orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu
kerjakan. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang
tidak kamu kerjakan”.
3) Sifat Dakwah Muhammadiyah
1.
Bi Manhaj As Salaf
2.
Dakwah Al Islam – Kaffah
Dalam realitas berfokus pada:
1.
Pendidikan
2.
Pelayanan Sosial
3.
Produksi nilai-nilai baik
4.
Mewujudkan masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya
5.
Baina Tajrid wa Tajdid
6.
Amar Makruf Nahi Mungkar
- Amar makruf nahi mungkar
merupakan perintah bersifat struktural dari atas ke bawah (kekuasaan)
1.Tidak terkait dengan parpol manapun
2.Dakwah bil hikmah
- Bil
Hikmah yaitu bin nash wal ‘aqli
- Dakwah bukan paksaan (QS.2:256) فِي الدِّينِ لا
إِكْرَاهَ
- Dakwah
dengan keteladanan
- Dakwah
bukan induksi psichotrofik, harus dengan perasaan “sadar”, presentasi kebenaran
rasional, dakwah bukanlah kerja menyihir, menimbulkan ilusi, menghibur dan
induksi psikotropik lainnya.
- Kepada
seluruh manusia, muslim dan non muslim
- Dakwah adalah pemahaman rasional,
terbuka terhadap kritik, tidak taklid mengikuti nenek moyang.
- Dakwah mengingatkan manusia akan
fitrahnya
4) Daerah
Binaan Dakwah
·
Daerah Terpencil dan Tertinggal
Tipologi daerah terpencil dan tertinggal sebagai berikut:
a. Terpencil, artinya desa-desa yang secara geografis masih
terisolir, jauh dari jangkauan transportasi umum, seperti desa-desa atau
kecamatan yang terletak di pedalaman.
b. Tertinggal, artinya daerah-daerah yang masih belum tersentuh
perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, kualitas SDM dan
tingkat kehidupan sosial ekonominya masih sangat rendah. Daerah dengan tipologi
ini masih sangat banyak jumlahnya, terutama di wilayah Indonesia Timur dan
beberapa daerah di belahan lain di pelosok Indonesia.
Tujuan
:
a.
Menumbuhkan kecintaan dan semangat masyarakat dalam memahami dan mengamalkan
ajaran Islam.
b.
Memberikan motivasi agar masyarakat membuka diri untuk menerima berbagai
perubahan untuk meningkatkan kese-jahteraan hidup lahiriyah dan batiniyah.
·
Daerah Rawan
Pemurtadan
Masyarakat terpencil dan tertinggal dengan indikasi utamanya
kemiskinan dan kebodohan dan masih jauh dari berbagai kemajuan peradaban,
pengetahuan dan informasi pada giliran nya dapat juga menjadi daerah rawan
pemurtadan, karena pada masyarakat yang secara sosial ekonomis hidup di bawah
garis kemiskinan menjadi lahan empuk bagi missionaris untuk memur-tadkan
mereka.
Tujuan :
Tujuan :
a.
Memantapkan aqidah umat agar tidak mudah terpengaruh dengan gerakan pemurtadan
pihak non muslim.
b.
Mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui usaha peningkatan pengetahuan
dan ketrampilan dalam berusaha.
c.
Melakukan advokasi terhadap usaha-usaha yang dapat me-rugikan kepentingan umat
Islam.
·
Daerah
Minoritas Islam
Di beberapa daerah minoritas muslim di Indonesia, seperti di Bali,
Nusa Tenggara (NTT), dan beberapa daerah kabupaten di propinsi-propinsi di
wilayah Indonesia Timur, Mentawai Sumatera Barat, dan beberapa kabupaten di
Sumatera Utara seperti Pulau Nias, Tarutung dan Karo Sumatera Utara umat Islam
sering kali menghadapi kesulitan dalam melaksanakan ibadah dan kewajib-an
keagamaan lainnya sesuai tuntunan Alquran dan Assunnah karena berbenturan
dengan kondisi lingkungan yang mayoritas non muslim. Keadaan tersebut juga
sangat berpengaruh terha-dap penyelenggaraan pembinaan umat melalui kegiatan
tabligh dan dakwah, karena selain dari faktor lingkungan yang tidak kondusif,
faktor kekurangan tenaga dai atau muballigh dan ke-mampuan finansial yang sangat
terbatas menyebabkan gerakan dakwah dan pembinaan umat menjadi lamban.
Tujuan
:
a.
Memelihara kecintaan dan semangat masyarakat dalam mempertahankan aqidah Islam.
b.
Membantu masyarakat untuk membuka akses dengan kelompok masyarakat Islam di
daerah lain.
c.
Melakukan advokasi terhadap usaha-usaha yang dapat merugikan kepentingan umat
Islam.
·
Daerah
Transmigrasi
Secara umum kondisi masyarakat transmigrasi di berbagai daerah
masih menghadapi tantangan dan permasalahan yang sulit dan berat, antara lain dalam
hal:
a.
Keuangan atau modal pengembangan usaha
b.
Pemasaran hasil pertanian
c.
Sarana dan prasarana transportasi
d.
Sarana pendidikan
e.
Fasilitas ibadah
Selain keadaan ekonomi, pendidikan dan sarana ibadah yang masih
terbatas, persoalan lain yang cukup berpengaruh adalah terjadinya benturan
budaya dan gesekan kepentingan sebagai konsekwensi logis dari kemajemukan
masyarakat trans-migrasi dilihat dari sudut etnis dan agama. Tidak jarang juga
terjadi benturan kepentingan masyarakat transmigrasi sebagai pendatang dengan
masyarakat pribumi. Keadaan tersebut masih terdapat di sebahagian besar
daerah-daerah transmigrasi di Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera.
Keadaan ekonomi masyarakat muslim di daerah transmigrasi yang masih
berada di bawah garis kemiskinan itu pula kemu-dian menjadi celah dan peluang
bagi pihak non muslim untuk melakukan gerakan pemurtadan.
Tujuan
:
a.
Membantu masyarakat dalam memperoleh bimbingan kehidupan beragama yang lebih
baik.
b.
Membantu dan mendorong masyarakat membangun kerja-sama dalam bidang ekonomi
melalui kelompok usaha tani dan mendirikan lembaga keuangan mikro syariah (koperasi).
·
Masyarakat
Korban Bencana
Persoalan yang dihadapi oleh masyarakat korban bencana bukanlah
sekedar hancurnya sarana dan prasarana ekonomi, infra struktur pemerintahan,
fasilitas pendidikan dan ibadah serta kehilangan lapangan usaha yang selama ini
menjadi sumber mata pencaharian, kehilangan anggota keluarga yang selama ini
menjadi tulang punggung rumah tangga, begitu juga anak-anak yang menjadi
tumpuan harapan masa depan, akan tetapi mereka juga menderita goncangan
kejiwaan berupa depresi, trauma masa lalu, stress dan lain sebagainya.
Daerah korban bencana yang relatif kehidupan sosial ekonomisnya
cukup parah, apalagi sebahagian besar masya-rakatnya belum dapat melakukan
aktifitas ekonomi sebagai mana mestinya disebabkan seluruh harta benda dan
lapangan usaha yang mereka miliki sebelumnya telah hancur berantakan, ternya-ta
menjadi incaran para missionaris kristen untuk melakukan gerakan pemurtadan
seperti fakta dan data yang ditemukan di berbagai wilayah Aceh yang terkena
bencana tsunami.
Maka program dakwah yang dirancang secara khusus juga merupakan
salah satu langkah strategis untuk memperbaiki kem-bali kondisi sosial
masyarakat korban bencana.
Daerah korban bencana yang patut mendapat prioritas, diantaranya
adalah wilayah pantai barat propinsi Aceh, antara lain mulai dari Aceh Utara
sampai ke Calang dan Meulaboh Aceh Barat, termasuk juga Simelue dan Pulau Nias
Sumatera Utara.
Tujuan
:
a.
Pemantapan aqidah dan penguatan iman masyarakat agar bebas dari penyakit
depresi, stress dan trauma.
b.
Melakukan advokasi agar terhindar dari usaha-usaha pemur-tadan yang dilakukan
oleh pihak non muslim.
c.
Membantu dan mendorong masyarakat untuk melakukan akti-fitas usaha ekonomi dan
normalisasi kehidupan sosial.
·
Komunitas Adat
Dahulu dikenal dengan istilah masyarakat terasing, seperti masyarakat
pedalaman Irian yang masih akrab dengan koteka dan berbagai symbol budaya dan
adat istiadat yang secara kental mereka laksanakan sebagai pola hidup dan
sekaligus keperca-yaan dengan seperangkat kegiatan ritual yang menyatu dengan
kehidupan mereka sehari-hari. Di pedalaman Kalimantan ada suku Dayak, suku
Badui di propinsi Banten. Ada suku Kubu di propinsi Jambi, Talang Mamak dan
Sakai di Riau, dan Suku Laut di Kepulauan Riau.
Tipologi komunitas adat tersebut antara lain :
a. Ketat dengan adat istiadat yang mereka miliki.
b. Sebagian besar mereka belum menganut salah satu agama.
c. Mata pencaharian bertani, nelayan dan hidup berpindah-pindah
(nomaden).
d. Belum tersentuh oleh berbagai kemajuan pengetahuan dan teknologi
moderen.
e. Sulit untuk menerima perubahan
Dakwah di kalangan komunitas adat memerlukan strategi dan
pendekatan-pendekatan khusus dengan mempertimbang kan faktor-faktor sosial
budaya masyarakat adat setempat dan kemampuan dalam memanfaatkan symbol-simbol
budaya mereka sebagai media untuk menyampaikan pesan-pesan dak-wah. Pemahaman
dan kemampuan untuk berbicara dengan bahasa dan budaya mereka adalah sesuatu
yang menjadi sangat penting dalam melaksanakan tugas-tugas dakwah di kalangan
komunitas adat tersebut.
Tujuan
:
a.
Berusaha untuk mengenalkan berbagai perubahan dan kema-juan yang terjadi di
sekitar mereka.
b.
Memberikan pengetahuan dan bimbingan dalam melaksana kan aktifitas kehidupan
sehari-hari.
·
Penyandang
Patologi Sosial
Berbeda dengan sasaran dakwah khusus yang lain, penyandang patologi
sosial adalah masyarakat yang tinggal di perkotaan dengan berbagai penyakit
sosial yang berkembang, mulai dari pelacuran, homoseksual, perjudian, minuman
alkohol dan penggunaan narkoba dan zat-zat adiktif lainnya.
Mereka biasanya tinggal di pinggiran-pinggiran kota yang padat
penduduk, kumuh dan miskin. Ada juga yang tinggal di pemukiman khusus yang
biasanya banyak terdapat di kota-kota pelabuhan dan kota-kota besar lainnya.
Berdakwah di kalangan masyarakat dengan berbagai penyakit sosial
memang diperlukan strategi khusus dan kerja-sama yang intensif dengan
pihak-pihak terkait, seperti departe-men sosial, kepolisian dan Badan Narkotika
serta LSM-LSM lainnya yang konsern terhadap berbagai permasalahan penyakit
sosial.
Tujuan
:
a.
Berusaha membebaskan masyarakat dari berbagai prilaku kehidupan sosial yang
merugikan.
b.
Memberikan bimbingan kehidupan beragama dengan meng-hidupkan suasana ibadah di
kalangan masyarakat.[5]
Secara
singkat proses dakwah dapat dilukiskan seperti terlihat pada tabel berikut[6]:
KONDISI
PRA DAKWAH
|
PROSES DAKWAH
(MANAJEMEN DAKWAH)
|
KONDISI PASCA
DAKWAH (ISLAMI)
|
1.
Kafir
2.
Syirik
3.
Ingkar
4.
Maksiyat
5.
Otoriter
6.
Khianat
7. Kesewenang-wenangan
8.
Egois-Ananiyah
9.
Intoleran
10.
Tidak sopan
11.
Individual-kesukuan
12.
Sombong
13.
Lemah
14.
Miskin
15.
Tidak sehat
16.
Tidak jujur
17.
Kasar
18. Tak
menghargai waktu
19. Konflik
20.
Chaos
21.
Tidak terdidik
22.
Statis
23.
malas
24.
Boros
25.
Kotor-jorok
26.
dst………
|
1. Penelitian
dan pendataan
2.
Perencanaan
3.
Pelaksanaan
4.Monitoring
dan Evaluasi
Maliputi :
Media dan alat
|
1.
Iman
2.
Tauhid
3.
Patuh
4.
Taat
5.
Musyawarah
6.
Amanat
7.
Adil
8. Kebersamaan-Solider
9.
Toleran
10. Sopan
11. Jamaah
12. Rendah hati
13. Kuat
14. Cukup-kaya
15. Sehat
16. Jujur
17. Halus
18. Menghargai waktu/disiplin
19. Damai
20. Tertib-teratur
21. terdidik
22. Dinamis
23. Rajin
24. Hemat-efisien
25. Bersih
26. dst……
|
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Organisasi
Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di
Kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330 H). Persyarikatan
Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH Ahmad Dahlan untuk memurnikan
ajaran Islam yang dianggap banyak dipengaruhi hal-hal mistik.
Manajemen
pelaksanaan dakwah muhammadiyah sesuai dengan prinsip-prinsip tertentu serta
dilaksanakan oleh muballigh dengan kompetensi tertentu pula. Selanjutnya
diterapkan pada berbagai jenis sasaran dakwah dalam daerah binaan majelis
tabligh muhammadiyah. Daerah binaan tersebut meliputi:
·
Daerah
Terpencil dan Tertinggal
·
Daerah Rawan
Pemurtadan
·
Daerah
Minoritas Islam
·
Daerah
Transmigrasi
·
Masyarakat
Korban Bencana
·
Komunitas Adat
·
Penyandang
Patologi Sosial
[1]
http://id.wikipedia.org/wiki/Muhammadiyah diakses 11 januari 2013
[2]http://www.muhammadiyah.or.id/id/content-201-list-majelis-lembaga.html
[3]http: //www.
republika. co. id/ berita /dunia -islam/ islam-nusantara/12/ 07/30/ m7y1m2-inilah-peta-dakwah-
muhammadiyah diakses 21 Januari 2013
[4]http://kaltim.muhammadiyah.or.id/artikel-metodelogi-dakwah-muhammadiyah--detail-144.html.
diakses 20 Januari 2013
[5]
http://majelis-tabligh.blogspot.com/ diakses 20 Januari 2013
[6]http://kaltim.muhammadiyah.or.id/artikel-metodelogi-dakwah-muhammadiyah--detail-144.html.
diakses 20 Januari 2013
No comments:
Post a Comment