Wednesday, July 24, 2013

Produksi Media Cetak

11.      Jelaskan proses produksi berita pada media cetak.
Jawaban: Berita yang akan diliput terlebih dahulu dibicarakan pada rapat redaksi. Rapat redaksi dilakukan tiga kali dalam sehari. Pertama, dilakukan pada pukul 08.00 yang dihadiri oleh pimpinan redaksi, sekretaris redaksi, redaktur pelaksana dan wartawan untuk membahas berita apa saja yang akan disajikan keesokan harinya, setelah itu redaktur pelaksana menyerahkan tugas untuk memandu peliputan kepada redaktur bidang. Redaktur bidang inilah yang kemudian memerintahkan seorang wartawan untuk meliput berita tertentu berdasarkan hasi rapat tadi pagi. Misalnya, redaktur bidang politik memerintahkan kepada wartawan politik untuk meliput jalannya kampanye calon bupati yang dijadwalkan hari itu. Wartawan pun menuju lokasi kampanye tersebut dan mengumpulkan berbagai informasi sehubungan dengan pelaksanaan kampanye dengan cara mewawancarai pihak partai pelaksana, misalnya humas atau juru bicara partai, koordinator lapangan, dan orator atau kandidat calon bupati terkait motivasinya atau visi misi sebagai calon bupati dan wakil bupati. Bisa juga mewawancarai tanggapan masyarakat penonton kampanye tersebut. selanjutnya  wartawan kembali ke kantor, membuat naskah beritanya dan menyerahkannya kepada redaktur untuk mengeditnya sebelum dibawa ke bagian percetakan. Saat ini wartawan juga bisa mengetik sendiri berita menggunakan computer yang ada di kantor dan mengirimnya ke computer di meja redaktur melalui system local area network (LAN) sehingga redaktur langsung mengedit dengan memperbaiki kata-kata yang tidak perlu termasuk membetulkannya lalu naskah yang telah dikoreksi dikirim lagi ke komputer  bagian layout melalui system LAN tadi. Wartawan juga bisa tidak ke kantor untuk menyerahkan berita namun mengirimnya langsung via email Kedua, rapat redaksi dilakukan pada pukul 15.00 yang membahas apakah semua narasumber yang akan diwawancarai berhasil ditemui? apakah hasil yang telah dicapai dan apa uang belum. Ketiga, rapat redaksi yang dilakukan pada pukul 20.00 membahas penentuan headline media cetak dan menentukan redaktur yang mana yang akan menulis editorial. Setelah berita dirampungkan pengumpulannya saat deadline pukul 24.00, maka dimulailah proses percetakan. Media cetak itu kemudian ditangani oleh bagian sirkulasi yang akan mendistribusikannya. Pada umumnya dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
a)      Penjualan tetap (langganan), yaitu langsung pembaca, pemukiman, perumahan, perkampungan, asrama
b)      Penjualan tidak tetap, (retail/eceran), yaitu pengepul koran, kios koran, toko buku, swalayan
c)      Penjualan secara barter (tukar barang), yaitu Outlet(promosi), hotel, restoran, instansi, perusahaan,
22.      Jelaskan proses produksi iklan pada media cetak
Jawaban: Iklan pada media cetak masuk melalui system “jemput bola”, dimana pihak marketing yang ke lapangan atau pangsa pasar, seperti restoran, toko atau bank berusaha mempromosikan kolom-kolom yang dijual sebagai space untuk memajang produk-produk mereka atau pemasang iklan datang ke kantor untuk menyerahkan materi iklannya apakah membawa materi utuh, yakni siap pasang atau masih berbentuk konsep sehingga dibutuhkan seorang designer untuk merancang tata letak, komposisi, kalimat, menggunakan aneka warna atau hanya hitam putih dan sebagainya sebelum siap dipasang.
Iklan pada media cetak, ada 3 bentuk:
a.        Iklan display, memakai ukuran millimeter/kolom, ukuran inilah yang menentukan harganya. Bentuk ini masih di bagi lagi ke dalam bentuk display biasa, display keluarga, display kolom, yang membedakan adalah jumlah ukuran dari iklan tersebut. klan display biasa dan iklan display keluarga ukurannya bebas. pemasang boleh menentukan besar kecilnya iklan yang ingin dipasangnya. sedangkan iklan display kolom, ukurannya ditentukan oleh perusahaan atau majalah yang bersangkutan dengan harga yang berbeda pula. Misalnya harga iklan display biasa Rp. 9.000,00, per mm/kolom, iklan display keluarga Rp. 7000,00 per mm/ kolom. ukuran ilan display koloman, biasanya dibatasi untuk satu tiap kali pemuatan, yaitu maksimal 1 kolom x 100 milimeter, ada juga yang membatasi dengan 2 kolom x 100 meter. artinya jika iklan display itu melebihi batas maksimal, maka dihitung sebagai iklan display, sehingga harganya pun lebih mahal.
b.      Iklan baris, adalah iklan yang hanya terdiri dari baris huruf-huruf. jumlah kata-kata yang diiklankan, dibatasi barisnya dalam satu kolom. misalnya minimal 5 baris, maksimal 9 atau 12 baris.
c.       Iklan pariwara (advertorial), iklan yang berbentuk berita atau atikel. iklan ini juga dibatasi ukurannya tapi yang dibatasi bukan ukuran maksimalnya melainkan ukuran minimalnya. misalnya, minimal 5 kolom x 150 milimeter. ini dimaksudkan agar iklan tersebut bisa benar-benar mirip berita atau arikel.

Setelah muncul kesepakatan, maka iklan pun akan dimuat sesuai pembicaraan sebelumnya.

Dakwah pada Masyarakat Perkotaan

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar  Belakang
Dalam situasi masyarakat masa kini yang mengharungi pelbagai cabaran dan dalam era globalisasi, dakwah perlu digerakkan sebagai membimbing manusia ke jalan yang betul. Olehnya itu, setiap individu Muslim perlu berganding bahu untuk sama-sama melaksanakan usaha dakwah, menyampaikan ajaran Islam serta memberikan kesadaran mengenai ketinggian Islam bagi mewujudkan masyarakat muslim yang terbaik. Dakwah merupakan bagian tak terpisahkan dari sejarah perkemabgngan islam. Ajaran-ajaran Islam yang dianut oleh manusia di berbagai belahan dunia merupakan bukti paling kongkrit dari aktivitas dakwah yang dilakukan selama ini. Signifikansi dakwah ini akan terus berlangsung sampai akhir zaman, sebab dakwah merupakan usaha sosialisasi dan internalisasi ajaran-ajaran islam ke dalam berbagai aspek kehidupan umat manusia. Dakwah selalu hadir memberikan solusi-alternatif terhadap berbagai problem keummatan.
Mengingat dakwah merupakan manifestasi dari kesadaran spiritual dalam bentuk ihtiar muslim untuk mewujudnyatakan ajaran-ajaran Islam, maka diperlukan pemahaman yang tuntas dan komprehensif mengenai dakwah itu sendiri.pemahaman tentang hakikat dakwah sangat diperlukan sebab merupakan landasan filosofis dan normatif untuk menggerakkan dakwah seiring dengan tingkat dinamika sosial kemasyarakatan.
B.     Rumusan Masalah
      Adapun rumusan masalah dalam pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Seperti apa hakekat dakwah itu sendiri ?
2.      Bagaimana hubungan antara dakwah dan masyarakat perkotaan?
3.      Seperti apa peranan dakwah terhadap dinamika masyarakat perkotaan?

C.    Tinjauan Masalah
Adapun tinjauan maslah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk lebih mengetahui seperti apa hakekat dakwah yang sesungguhnya.
2.      Untuk mengetahui dan melihat sejauh mana hubungan dakwah terhadap kehidupan masyarakat perkotaan dewasa ini.
3.      Untuk mengetahui dan melihat kontribusi seperti apa atau peran dakwah saat ini terhadap berbagai dinamika masyarkat perkotaan dewasa ini.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    HAKEKAT DAKWAH DAN DINAMIKA MASYARAKAT PERKOTAAN
Dakwah hakikatnya adalah upaya untuk menumbuhkan kecenderungan dan ketertarikan. Menyeru seseorang pada agama Islam maknanya adalah Anda berupaya untuk menumbuhkan kecenderungan dan ketertarikan pada apa yang anda serukan, yakni Islam. Oleh karena itu, dakwah Isalm tidak hanya terbatas pada aktivitas lisan semata, tetapi mencakup seluruh aktivitas—lisan atau perbuatan—yang ditujukan dalam rangka menumbuhkan kecenderungan dan ketertarikan pada Islam. Dengan demikian dakwah Islam dijalankan melalui aktivitas lisan  (lisan al-hal) dan aktivitas perbuatan (lisan al-maqal). Komitmen seorang Muslim dengan dakwah Islam mengharuskan dirinya untuk memberikan “contoh yang hidup” dari apa yang diserukannya melalui lisannya, sekaligus memberikan gambaran Islam sejati melalui ketertarikannya secara benar dengan Islam itu sendiri.
Allah Swt. Berfirman :
`tBur ß`|¡ômr& Zwöqs% `£JÏiB !%tæyŠ n<Î) «!$# Ÿ@ÏJtãur $[sÎ=»|¹ tA$s%ur ÓÍ_¯RÎ) z`ÏB tûüÏJÎ=ó¡ßJø9$# ÇÌÌÈ
Artinya:
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya Aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?" (QS Fushilat, 33)

Istilah dakwah digunakan dalam Al-Qur’an baik dalam bentuk fi’il maupun dalam bentuk masdar berjumlah lebih dari seratus kata. Sementara itu dakwah dalam arti mengajak kepada Islam dan kebaikan, dan 7 kali mengajak ke neraka atau kejahatan. Al-Qur’an menggunakan kata dakwah untuk mengajak kepada kebaikan maupun kepada kejahatan yang disertai risiko pilihan dan secara istilah dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang menjelaskan makna dakwah dalam konteks yang berbeda.[1]  Secara terminology dakwah itu dapat diartikan sebagai sisi positif dari ajakan untuk menuju keselamatan dunia dan akhirat. Sedangkan menurut isatilah para ulama’ memberikan takrif (definisi) yang bermacam-macam antara lain:
1.      Syekh Ali Mahfudz dalam kitabnya Hidayatul Mursyidin, mengatakan dakwah adalah “Mendorong manusia untuk berbuat kebajikan dan menhikuti petunjuk agama, menyeru mereka kepada kebaikan dan mencegah mereka dari perbuatan munkar agar memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.”[2] 
2.      Toha Yahya Oemar, mengatakan dakwah adalah: Mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka  dunia dan akhirat.
3.      Syekh Muhammad al-ghazali dalam bukunya Ma’allah mengatakan, bahwa dakwah adalah program pelengkap yang meliputi semua pengetahuan yang dibutuhkan manusia, untuk memberikan penjelasan tentang tujuan hidup serta menyingkap rambu-rambu kehidupan agar mereka menjadi orang yang dapat membedakan mana yang boleh dijalani dan mana kawasan yang dilarang. [3]  
4.      Aboebakar Atjeh dalam bukunya, Beberapa Catatan Mengenai Dakwah Islam, mengatakan, Dakwah adalah seruan kepada seluruh ummat manusia untuk kembali pada ajaran hidup sepanjang ajaran Allah yang benar, dilakukan dengan penuh kebijaksanaan dan nasihat yang baik.[4] 

Dengan begitu esensi dari dakwah itu sendiri adalah aktivitas dan upaya untuk mengubah manusia , baik individu maupun kolektif , dari situasi yang tidak baik kepada situasi yang lebih baik.
Dalam kehidupan bermasyarakat, khususnya kehidupan umat Islam, dakwah mempunyai kedudukan yang amat penting. Dengan dakwah, dapat disampaikan serta dijelaskan mengenai ajaran Islam kepada masyarakat dan umat sehingga sasaran dapat mengetahui perkara yang benar (haq) atau perkara yang salah (batil). Peranan dakwah bukan setakat dapat membezakan tetapi dakwah juga dapat mempengaruhi masyarakat untuk menyukai perkara yang baik serta dapat menolak apa saja yang tidak betul yang berlaku dalam masyarakat. Sekiranya ini dapat diwujudkan dalam masyarakat Islam, sudah tentu hasrat kehidupan yang baik di dunia dan di akhirat dapatdicapai. Sesungguhnya dakwah mempunyai kedudukan yang amat penting.
Dalam situasi masyarakat masa kini yang mengharungi pelbagai cabaran dan dalam era globalisasi, dakwah perlu digerakkan sebagai membimbing manusia ke jalan yang betul. Oleh yang demikian, setiap individu Muslim perlu berganding bahu untuk sama-sama melaksanakan usaha dakwah, menyampaikan ajaran Islam serta memberi kesedaran mengenai ketinggian Islam bagi mewujudkan masyarakat Muslim yang terbaik. Untuk itu, setiap Muslim perlu sadar dan perlu membangkitkan diri dalam dakwah, sesuai dengan potensi atau keupayaan diri masing-masing. Terbinanya diri, keluarga dan masyarakat yang Islamik merupakan matlamat utama dalam dakwah.
Islam memang merupakan agama dakwah, mungkin lebih dari agama lainnya. Ada tiga hal yang disebut sebagai hakekat dakwah islamiah. Hakekat dakwah itu meliputi tiga hal, yaitu bahwa dakwah itu adalah merupakan sebuah kebebasan, rasionalitas, dan universal.[5] Ini merupakan prinsip dalam berdakwah yang memilkiki nilai tinggi dimana kebebasan dalam memeluk agama—betapa Allah memuliakan dan menghargai kehendak manusia, pikirannya dan perasaannya, serta membiarkannya mengurus urusannya sendiri dan menanggung segala perbuatannya. Karena prinsip ini merupakan prinsip kebebasan yang merupakan ciri manusia yang paling spesifik. Dan sesungguhnya kebebasan khususnya kebebasan berakidah merupakam hak asasi manusia yang paling pertama. Islam telah mendahulukan ajaran dalam hal seruan kepada kebebasan naluri manusia dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.[6] Dan Islam adalah agama yang berurusan dengan alam kemanusiaan. Karenanya dengan seluruh pesan dengan cara yang amat dalam dan cerdas ada bersama manusia tanpa ruang dan waktu.[7] 
Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan manusia lain dalam kehidupannya, sekelompok manusia yang saling membutuhkan tersebut akan membentuk suatu kehidupan bersama yang disebut dengan masyarakat. Masyarakat itu sendiri dapat didefinisikan sebagai suatu kesatuan hidup manusia yang berinteraksi sesuai dengan sistem adat istiadat tertentu yang sifatnya berkesinambungan dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Dalam hidup bermasyarakat, manusia senantiasa menyerasikan diri dengan lingkungan sekitarnya dalam usahanya menyesuaikan diri untuk meningkatkan kualitas hidup, karena itu suatu masyarakat sebenarnya merupakan sistem adaptif karena masyarakat merupakan wadah untuk memenuhi pelbagai kepentingan dan tentunya untuk dapat bertahan namun disamping itu masyarakat sendiri juga mempunyai pelbagai kebutuhan yang harus dipenuhi agar masyarakat tersebut dapat hidup terus.  Dalam kehidupan masyarakat modern sekarang ini sering dibedakan antara mayarakat urban atau yang sering disebut dengan masyarakat kota dengan masyarakat desa. Pembedaan antara masyarakat kota dengan masyarakat desa pada hakikatnya bersifat gradual, agak sulit memberikan batasan apa yang dimaksud dengan perkotaan karena adanya hubungan antara konsetrasi penduduk dengan gejala-gejala sosial yang dinamakan urbanisme dan tidak semua tempat dengan kepadatan penduduk yang tinggi dapat disebut dengan perkotaan.[8] Ciri-ciri masyarakat kota:
1.      Pengaruh alam terhadap masyarakat kota kecil
2.      Mata pencahariannya sangat beragam sesuai dengan keahlian dan ketrampilannya.
3.      Corak kehidupan sosialnya bersifat gessel schaft (patembayan), lebih individual dan kompetitif.
4.      Keadaan penduduk dari status sosialnya sangat heterogen
5.      Stratifikasi dan diferensiasi sosial sangat mencolok. Dasar stratifikasi adalah pendidikan, kekuasaan, kekayaan, prestasi, dll.
6.      Interaksi sosial kurang akrab dan kurang peduli terhadap lingkungannya. Dasar hubungannya adalah kepentingan.
7.      Keterikatan terhadap tradisi sangat kecil
8.      Masyarakat kota umumnya berpendidikan lebih tinggi, rasional, menghargai waktu, kerja keras, dan kebebasan
9.      Jumlah warga kota lebih banyak, padat, dan heterogen
10.  Pembagian dan spesialisasi kerja lebih banyak dan nyata
11.  Kehidupan sosial ekonomi, politik dan budaya amat dinamis, sehingga perkembangannya sangat cepat
12.  Masyarkatnya terbuka, demokratis, kritis, dan mudah menerima unsur-unsur pembaharuan.
13.  Pranata sosialnya bersifat formal sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku
14.  Memiliki sarana – prasarana dan fasilitas kehidupan yang sangat banyak.




B.     PROBLEMATIKA DAKWAH MENGHADAPI DINAMIKA MASYARAKAT PERKOTAAN
    Da’wah akan berhadapan dengan dimensi masyarakat, yang dari kurun ke kurun berkembang dan memiliki karakternya masing-masing. Da’wah yang efektif tentu harus cerdas dalam memainkan peran dan fungsinya agar fungsi rahmatan lil `alamin yang dipikulnya dapat bekerja optimal. Dengan kata lain, modal da’wah pada setiap zaman tentu akan berbeda, karena mesti dibawakan, dikomunikasikan, disesuaikan dengan karakter zamannya. Pesan Rasulullah SAW sangat jelas, "khotibunnasi ‘ala qodri `uqulihim‘; "khotibunnas ‘ala lughotihim" Da’wah harus mampu berkomunikasi secara efektif, disesuaikan dengan kondisi dan karakter masyarakat yang menjadi obyek da’wahnya. Bila cara dan muatan da’wah tidak "match" dengan situasi/kondisi dan tuntutan da’wah, sangat mungkin da’wah tersebut ditinggalkan orang.  Aktivis da’wah seharusnya mengenal dan memahami karakter medan da’wahnya. Kehidupan masyarakat di masa da’wah kita adalah masyarakat yang tata dan pola kehidupannya sangat complicated, baik kecenderungan (trend), gaya (style), kebiasaan (habit), ataupun keinginan dan kebutuhan mereka (will and need). Budaya global juga menjadi salah satu pemicu berubahnya secara signifikan pola dan tata kehidupan masyarakat.
Dahwah pada era kontemporer ini dihadapkan pada berbagai problematika yang lain kompleks. Hal ini tidak terlepas dari adanya perkembangan masyarakat yang semakin maju. Pada masyarakat agraris kehidupan manusia penuh dengan kesahajaan tentunya memiliki problematika hidup yang berbeda dengan masyarakat kontemporer yang cenderung matrealistik dan indifidualistik. Begitu juga tantangan problematika dakwah akan dihadapkan pada berbagai persoalan yang sesuai dengan tuntutan pada era sekarang.
 Ada tiga problematika besar yang dihadapi dakwah pada era kontemporer ini, Pertama, pemahaman masyarakat pada umumnya terhadap dakwah lebih diartikan sebagai aktifitas yang bersifat oral communication (tablih) sehingga aktifitas dakwah lebih beriontasi pada kegiatan-kegiatan caramah. Kedua , problematika yang berasifat epistemologis. Dakwah pada era sekarang bukan hanya bersifat rutinitas, temporal dan instan, melainkan dakwah membutuhkan paradigma keilmuan. Dengan adanya keilmuan dakwah tentunya hal-hal yang terkait dengan langkah srategis dan teknis dapat dicari runjukannya melalui teori-teori dakwah. Ketiga, problem yang menyangkut sumber daya manusia.
Dakwah merupakan sarana vital bagi proses perkembangan dan kemajuan Islam. Secara historis, kehadiran dan peran dakwah senantiasa berinteraksi dengan perubahan sosial yang terjadi di masyarakat. Dalam kehidupan para Rosul Allah termasuk Muhammad SAW, kehadiran dan peran dakwah memiliki arti yang signifikan bagi kehidupan masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat tidak hanya diperkenalkan dan diajarkan tentang masalah-masalah ibadah mahdhoh, melainkan juga diajarkan bagaimana hidup bermasyarakat dan bernegara karena Islam adalah sebuah din yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia.[9] Oleh karena itu, dakwah yang dilakukan Muhammad SAW tidak terlepas dari konteks kehidupan masyarakat sebagai objek dakwahnya. Sebagaimana pesan yang disampaikan oleh Beliau ”Kami perintah supaya berbicara kepada manusia menurut kadar akal (kecerdasan) mereka masing-masing” (H.R. Muslim). Ajaran Nabi ini memberikan kerangka berfikir yang bersifat prinsipil dan metologis dalam pengembangan dakwah.
Dakwah Islamiyah yang telah berjalan ratusan dan bahkan ribuan tahun lamanya di permukaan bumi ini telah mencapai hasil yang memuaskan. Hal ini dapat dilihat dengan tolok ukur banyaknya berdiri rumah ibadah, jumlah madrasah yang semakin bertambah, jumlah jamaah haji yang semakin meningkat dari tahun ke tahun dan lain-lain sebagainya. Namun demikian sering dengan terjadinya proses modernisasi dan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi telah menyebabkan tolok ukur keberhasilan itu berubah. Tolok ukur keberhasilan dakwah tersebut bukan hanya ditentukan oleh yang tersebut di atas, tetapi keberhasilan tersebut lebih ditentukan sejauh mana kualitas keberagamaan ummat manusia secara sosial dalam arti menurunnya angka kemaksiatan dalam masyarakat, terhindarnya generasi muda dari ancaman Narkoba, HIV/Aids, dan meningkatnya akhlaq dan atau moralitas masyarakat.Salah satu persoalan yang dihadapi oleh masyarakat kita saat ini dalam kaitan dengan keberhasilan dakwah adalah, pada satu sisi   rumah ibadah bertambah dan berdiri megah sekalipun jamaah yang melaksanakan ibadah di dalamnya sedikit, jumlah madrasah yang semakin bertambah, jumlah jamaah haji yang semakin meningkat dari tahun ke tahun dan lain-lain sebagainya, tetapi pada sisi lain kemaksiatan merajalela, ancaman bagi generasi muda terhampar di semua sudut, penyakit masyarakat (Pekat) sangat marak dan akhlaq / moralitas masyarakat sangat memperihatinkan. Kenyataan ini menunjukkan bahwa sesungguhnya terdapat permasalahan-permasalahan dalam seputar dakwah. Permasalahan-permasalahan tersebut antara lain adalah :
Permasalahan Petugas dakwah (Da’i dan Lembaga Dakwah)
Permasalahan diseputar petugas dakwah ini sangat banyak antara lain adalah : Pertama, Terjadinya penyempitan arti dan fungsi dakwah menjadi hanya sekedar menyampaikan dan menyerukan dari atas mimbar, padahal dakwah sangat luas cakupannya  yaitu mengajak manusia kepada kebajikan dan petunjuk, menyuruh mereka berbuat baik dan melarang mereka dari kemungkaran, agar mereka memperoleh kesejahteraan / kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Kedua, Umumnya para da’i tidak profesional, bahkan banyak di antara mereka yang menjadikan dakwah sebagai kerja sampingan setelah gagal meraih yang diinginkan, akibatnya dakwah hanya dilakukan sekedar berpidato semata. Padahal Pendakwah adalah pemimpin masyarakat yang dapat memperbaiki kehidupan yang rusak. Ketiga, Banyak di antara da’i yang tidak dapat memahami dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, padahal Iptek adalah sesuatu yang bersifat netral yang dapat dipergunakan untuk kebaikan dan kejahatan. Keempat, Longgarnya ikatan bathin antara si da’i dengan masyarakat, hubungan itu hanya sebatas ceramah, selesai ceramah dibayar dan habis perkara. Kelima, Kegiatan lebih banyak bersifat dakwah bil lisan, sedangkan dakwah bil hal jarang dilakukan.
Permasalahan Materi Dakwah
Materi dakwah yang disampaikan pada umumnya adalah bersifat pengulangan atau klise sehingga menimbulkan kejenuhan bagi masyarakat. Dan jarang sekali menyinggung kemajuan Iptek dalam rangka menunjang peningkatan Imtaq.
Permasalahan pendekatan dan metode dakwah
     Dalam melakukan pendekatan dan metode dakwah banyak di antaranya yang kurang/tidak tepat sasaran sesuai dengan situasi dan kondisinya. Padahal Nabi Muhammad SAW mengajarkan agar berbicara (memberikan dakwah) kepada manusia sesuai dengan tingkah laku atau pola pikirannya masing-masing.
Permasalahan Media, Sarana dan Dana Dakwah
      Jarang sekali di antara da’i dan Lembaga Dakwah yang memanfaatkan media canggih sebagai sarana untuk berdakwah seperti OHP, TV, VCD, Film, Internet dan lain sebagainya, padahal sarana ini sangat ampuh dalam memberikan informasi kepada masyarakat. Selain itu lembaga dakwah dan bahkan da’i sangat minim / kurang dalam hal pendanaan.
Permasalahan Manajemen dan Sistem Dakwah
     Kelemahan utama dalam bidang manajemen adalah kurang mampunya pengelola lembaga dakwah dalam menerapkan manajemen modern  dalam pengelolaan lembaga dakwah. Pada umumnya mereka menerapkan manajemen tradisional dalam pengelolaan lembaga dakwah. Selain itu manajemen lembaga dakwah banyak yang bersifat tertutup, tidak melaksanakan open manajemen sehingga program-programnya tidak diketahui oleh masyarakat.
C.    SOLUSI DAKWAH MENGHADAPI DINAMIKA MASYARAKAT PERKOTAAN
       Da’wah merupakan sutau masalah yang kongkrit, yang rill, tidak hanya sebagai perintah Tuhan saja. Sampai sekarang para ahli dakwah kita pada umumnya menitikberatkan perhatian terhadap dakwah sebagai perintah Allah, tapi kurang melihatnya sebagai masalah yang konkrit dan rill. Yang meminta pemecahan operasinal lebih lanjut.[10] Dakwah artinya seruan, ajakan, panggilan, atau mendakwah berarti usaha meyeru, menyampaikan/Da’wah Islamiah, maksudnya usaha menyampaikan prinsip-prinsip ajaran Islam, pembinaan dan pengembangannya ditengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu dakwah akan mempunyai suatu tugas pembentukan individu, pembinaan umat, pembangunan masyarakat dan mencerdaskannya. Dakwah mengandung lingkup yang sangat luas ruang lingkupnya seluas kehidupan manusia itu sendiri. Dakwah tidak terbatas kepada tabligh tapi dapat pula berbentuk tindakan dan perbuatan nyata. Dakwah dimanivestasikan dalam kehidupan sehari-hari seperti dikantor, bergaul dengan tetangga, di pasar, bergaul dengan sesama. Dengan demikian opini publik tentang Islam menjadi baik, timbul rasa senang dan simpati yang pada akhirnya ingin mengelompokkan diri ke dalam kelompok muslim yang taat.
        Agar supaya dakwah dalam konteks kekinian dan kedisinian kita dapat berdaya guna dan berhasil guna maka diperlukan para juru dakwah yang professional dengan kemampuan ilmiah, wawasan luas yang bersifat generalis, memiliki kemampuan penguasaan, kecakapan, kekhususan yang tinggi. Orang yang seperti ini adalah orang yang percaya diri, berdisiplin tinggi, tegar dalam berpendirian dan memilik integritas moral keprofesionalan yang tinggi. Mampu bekerja secara perorangan dan secara tim dengan sikap solidaritas atas komitmen dan konsisten yang teruji kokoh. Untuk menjadi tenaga dakwah yang professional, menurut Prof. Dr. H. Djudju Sudjana (1999), seorang da’i harus memiliki tiga kompetensi, yaitu kompetensi akademik, kompetensi pribadi, dan kompetensi sosial.

Mendakwahkan Islam berarti memberikan jawaban Islam terhadap berbagai permasalahan umat. Karenanya dakwah Islam selalu terpanggil untuk menyelasaikan berbagai permasalahan yang sedang dan akan dihadapi oleh umat manusia. Meskipun misi dakwah dari dulu sampai sekarang tetap sama yaitu mengajak umat manusia kedalam sistem Islam, namun tantangan dakwah berupa problematika umat senantiasa berubah dari waktu ke waktu. Untuk mengatasi berbagai persoalan diatas, tidak cukup hanya dengan melakukan program dakwah yang konvensional, sporadis, proaktif, dan reaktif, tetapi harus bersifat profesional, strategis, dan pro-aktif.  Menghadapi mad’u (sasaran dakwah) yang semakin kritis dan tantangan dunia global yang semakin kompleks dewasa ini, maka diperlukan dapat bersaing di bursa informasi yang semakin kompetitif. Ada beberapa rancangan kerja dakwah yang dapat dilakukan untuk menjawab problematika umat dewasa ini:  Pertama: Memfokuskan aktivitas dakwah untuk mengentaskan kemiskinan umat; Kedua : Menyiapkan profil strategis muslim untuk disuplai ke berbagai jalur kepemimpinan bangsa sesuai dengan bidang keahliannya masing-masing. Ketiga: Membuat peta sosial umat sebagai sosial umat sebagai informasi awal bagi pengembangan dakwah. Keempat: Mengintegrasikan wawasan etika, estetika, logika, dan budaya dalam berbabagi perencanaan dakwah baik secara internal umat maupun secara eksternal. Kelima: Mendirikan pusat-pusat studi dan informasi umat secara lebih profesional dan berorientasi pada kemajuan iptek. Keenam: Menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan ekonomi, kesehatan, dan kebudayaan umat Islam.
            Sukses tidaknya suatu kegiatan dakwah bukanlah diukur melalui gelak tawa atau tepuk riuh pendengarnya, bukan pula dengn ratap tangis mereka. Kesuksesan dakwah dapat dilihat pada bekas yang ditinggalkan dalam benak pendengarnya ataupun tercermin dalam tingkah laku mereka. Untuk mencapai hasil yang maksimal, tidak dapat lain dakwah Islam harus dilaksanakan secara efektif. Efektifitas dapat diartikan sampai dimana suatu organisasi dapat mencapai tujuan-tujuan utama yang telah ditetapkan.[11] Dalam kaitannya dengan proses dakwah, maka efektifitas dakwah dapat diukur melalui tingkat keberhasilan dakwah dalam mencapai tingkta out put  sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, yaitu terbentuknya kondisi yang Islami.



















BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, penulis menyimpulkan bahwa :
1.                Dakwah hakikatnya adalah upaya untuk menumbuhkan kecenderungan dan ketertarikan. Menyeru seseorang pada agama Islam maknanya adalah Anda berupaya untuk menumbuhkan kecenderungan dan ketertarikan pada apa yang anda serukan, yakni Islam. Oleh karena itu, dakwah Isalm tidak hanya terbatas pada aktivitas lisan semata, tetapi mencakup seluruh aktivitas—lisan atau perbuatan—yang ditujukan dalam rangka menumbuhkan kecenderungan dan ketertarikan pada Islam. Dengan demikian dakwah Islam dijalankan melalui aktivitas lisan  (lisan al-hal) dan aktivitas perbuatan (lisan al-maqal).
2.                Pada masyarakat kota ada beberapa ciri-ciri yang menonjol, pada umumnya masyarakat kota dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain; masyarakat kota mempunyai jalan pikiran rasional yang meenyebabkan interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi; jalan kehidupan yang cepat di kota mengakibatkan pentingnya faktor waktu sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting untuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu; dan perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota karena kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh luar. Beberapa ciri-ciri masyarakat kota yang selalu berusaha meningkatkan kualitas hidupnya dan terbuka dalam menerima pengaruh luar tersebut menyebabkan teknologi terutama teknologi informasi berkembang dengan pesat dalam masyarakat kota karena bagi masyarakat kota penggunaan teknologi informasi di segala bidang telah sangat signifikan meningkatkan kualitas kehidupan mereka.
3.                Da’wah akan berhadapan dengan dimensi masyarakat, yang dari kurun ke kurun berkembang dan memiliki karakternya masing-masing. Da’wah yang efektif tentu harus cerdas dalam memainkan peran dan fungsinya agar fungsi rahmatan lil `alamin yang dipikulnya dapat bekerja optimal. Dengan kata lain, modal da’wah pada setiap zaman tentu akan berbeda, karena mesti dibawakan, dikomunikasikan, disesuaikan dengan karakter zamannya. Pesan Rasulullah SAW sangat jelas, "khotibunnasi ‘ala qodri `uqulihim‘; "khotibunnas ‘ala lughotihim" Da’wah harus mampu berkomunikasi secara efektif, disesuaikan dengan kondisi dan karakter masyarakat yang menjadi obyek da’wahnya.

B. Saran
Sebagai umat Muslim yang taat beragama hendaknya dakwah bil lisan dan dakwah bil hal perlu kita laksanakan dalam berbagai aspek kehidupan. Selain itu perlu adanya kesadaran bagi individu untuk memahami dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Agar tujuan dakwah yang sesungguhnya dapat terlaksana.



DAFTAR PUSTAKA

Aziz Ali. Ilmu Dakwah. Ed.1 Cet 1- Jakarta: Kencana, 2004

Mahmud, Ahmad. Dakwah Islam. Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2002

Arnold, W. Thomas, The Preaching Of Islam, Terj. Drs. A. Nawawi Rembe (Sejarah dakwah Islam) Wijaya, Jakarta, 1997.





Shalahuddin, Sanusi. Pembahasan Sekitar Prinsip-Prinsip Dakwah Islam Ed.1 Cet 1. Semarang. C.V. RAMADHANI 


                                                 







[1] Hal ini dapat kita lihat, misalnya mengajak manusia kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran (QS. 3:104) yang ghoir tidak lain adalah jalan Allah (QS.16:125), Dienullah (Islam) (QS.61:7, beriman kepada Allah (QS.61:8) tempat keselamatan (QS. 10:95), jalan lurus (QS. 23:73), jalan petunjuk (QS. 7: 193) untuk memutuskan perkara dalam kehidupan ummat manusia kitabullah dan sunnatur rasul (QS. 24:48), (QS. 24:51), (QS. 3:23), dan akhirnya ke surga (QS.221). Lih. Andy Dermawan, dkk, Metodologi Ilmu Dakwah,(Yogyakarta, LESFI, 202). 
[2] Syekh Ali Makhfudz, Hidayat al-Mursyidin ila Thuruq al-Wa’zi wa al-Khitabat(h) (Beriut , Dar al-Ma’arif, t.t.), h.17.
[3] Mu’allah, h. 17.

[4] Abue Bakar Atceh, Beberapa Catatan Mengenai Dakwah Islam,(Semarang, Romadoni, 1971), h.6
          [5] Ismail. Al-Faruqi, R., Lamnya, Lois, Atlas Budaya Islam; Menjelajah Khazanah Peradaban  Gemilang, (Bandung, Mizan, 1998), h. 219.
         [6] Lihat. Muhammad Husain Abdullah, Metodelogi Dakwah dalam Al-Quran, (Jakarta, Lentera Basritama, 1997), h.150. 

         [7] Nurcholis Majid, Islam Kemerdekaan dan Keindonesiaan, (Mizan, Bandung, 1998), h.286
      [10] Thomas W. Arnold, The Preasing Of Islam, Ter. Drs. H. A. Nawawi Rumber, Sejarah Da’wah     Islam Wijaya, Jakarta Hal. 11

       [11] Jackson Jhon H. & Morgan C.P., Oragnization Theory A Macro Perspective For Management, London: Prentice Harm, 1987), h.331-338. 

Dakwah dan Perubahan Sosial

Dakwah sebagai proses perubahan sosial, ia berperan dalam upaya perubahan nilai dalam masyarakat, sesuai dengan tujuan-tujuan dakwah Islam. Sebab dakwah pada hakikatnya adalah aktualisasi imani yang dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia beriman, dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur, untuk mempengaruhi cara merasa, berfikir, bersikap dan bertindak manusia, pada dataran kenyataan individual dan sosio-kultural, dalam rangka mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan manusia dengan menggunakan cara tertentu .
Di dalam memerankan perubahan sosial tersebut, dakwah tidak hanya merupakan upaya yang terbatas pada tabligh (penyampaian) atau upaya tau’iyah (penyadaran) saja, tetapi dakwah juga merupakan upaya-upaya yang bersifat lebih sistematis dalam kegiatan yang dapat menopang dakwah dalam rangka mencapai tujuan-tujuannya.
Diantara upaya-upaya tersebut adalah mengarahkan kesadaran umat, agar orientasi dan kontribusi dakwahnya semakin jelas, sehingga kerja-kerja dakwah menjadi sinergis, efesien dan produktif, karena umat yang sudah menyadari akan potensi dirinya dan memiliki orientasi yang jelas, akan mudah diarahkan untuk melakukan “musabaqah fil-khairat” (berlomba dalam kebaikan).
Upaya memberikan arahan umat dilanjutkan dengan upaya irsyad (membimbing), dalam rangka umat tidak terjebak dalam ranjau-ranjau kesesatan yang dibuat oleh musuh-musuh dakwah, agar umat juga senantiasa terarah dan terbimbing dalam menghadapi tantangan, hambatan dalam kehidupan, sehingga tidak dengan mudah tergoda oleh ‘iming-iming’ menggiurkan yang berisi tipuan belaka, atau tidak pesimis dan frustasi lantaran beratnya problematika hidup yang dihadapi.
Upaya aplikatif lain bagi dakwah dalam memerankan perubahan sosial adalah upaya himayah (advokasi), yaitu memberikan perlindungan, baik terhadap nilai-nilai ajaran dakwah itu sendiri, maupun terhadap kehidupan masyarakat pada umumnya dalam menghadapi bentuk-bentuk kezhaliman. Semua upaya tersebut tersurat dan tersurat dalam firman Allah swt: “Inilah jalanku dan jalan pengikutku, terus berdakwah kepada Allah atas dasar bashirah..” (QS. Yusuf: 108. Dan firmanNya: “Dan ini jalanku yang lurus, ikutilah, jangan ikuti jalan-jalan lain maka kalian akan bercerai berai dari jalannya, demikianlah yang Allah wasiatkan kepada kalian” (QS. al-An’am: 153).

 


d'SwEEt piNk