BAB
1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Para Psikolog sosial juga mengenal mode.
Pada tahun 1960-an, tema utama mereka adalah persepsi social. Pada dasawarsa
berikutnya, tema ini memudar. Studi tentang pembentukan dan perubahan sikap
juga mengalami pasang surut. Pernah menjadi mode sampai tahun 1950-an, memudar
pada dasawarsa berikutnya, dan populer lagi pada akhir 1970-an. Begitu pula
studi kelompok. Pada tahun 1940-an ketika dunia dilanda perang, kelompok
menjadi pusat perhatian. Setelah perang perhatian beralih pada individu, dan
ini bertahan sampai pertengahan 1970-an. Akhir 1970-an, minat yang tinggi
kembali tumbuh pada studi kelompok, dan -
seperti diramalkan Steiner (1974) -
menjadi dominan pada pertengashan 1980-an. Para pendidik melihat komunikasi
kelompok sebagai metode pendidikan yang efektif. Para manajer menemukan
komunikasi kelompok sebagai wadah yang tepat untuk melahirkan gagasan-gagasan
yang kreatif. Para psikiater mendapatkan komunikasi kelompok sebagai wahana
untuk memperbaharui kesehatan mental. Para ideolog juga menyaksikan komunikasi
kelompok sebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran politik-ideologis. Minat
yang tinggi ini telah memperkaya pengetahuan kita tentang berbgai jenis
kelompok dan pengaruh kelompok pada prilaku kita.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka penulis menarik
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah
pengertian komunikasi kelompok?
2. Faktor-faktor
apa sajakah yang mempengaruhi keefektifan komunikasi kelompok?
3. Bagaimana
efek atau pengaruh apa yang ditimbulkan dari komunikasi kelompok?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sistem Komunikasi Kelompok
Kelompok adalah
sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain
untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka
sebagai bagian dari kelompok tersebut (Deddy Mulyana, 2005). Kelompok ini
misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau
suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan. Dalam
komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi antarpribadi. Karena itu
kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok.
Komunikasi
kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu
kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konperensi dan sebagainya
(Anwar Arifin, 1984). Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan
komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau
lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga
diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat
karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. Kedua definisi
komunikasi kelompok di atas mempunyai kesamaan, yakni adanya komunikasi tatap
muka, peserta komunikasi lebih dari dua orang, dan memiliki susunan rencana
kerja tertentu untuk mencapai tujuan kelompok.
Dan B. Curtis,
James J.Floyd, dan Jerril L. Winsor (2005, h. 149) menyatakan komunikasi
kelompok terjani ketika tiga orang atau lebih bertatap muka, biasanya di bawah
pengarahan seorang pemimpin untuk mencapai tujuan atau sasaran bersama dan
mempengaruhi satu sama lain. Lebih mendalam ketiga ilmuwan tersebut menjabarkan
sifat-sifat komunikasi kelompok sebagai berikut:
1.
Kelompok berkomunikasi melali tatap
muka
2. Kelompok
memiliki sedikit partisipan
3. Kelompok
bekerja di bawah arahan seorang pemimpin
4. Kelompok membagi tujuan atau sasaran
bersama
5. Anggota kelompok memiliki pengaruh
atas satu sama lain
B. Faktor
– Faktor Yang Mempengaruhi Kefektifan Komunikasi Kelompok
Anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai dua
tujuan: a. melaksanakan tugas kelompok, dan b. memelihara moral
anggota-anggotanya. Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok-disebut
prestasi (performance) tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfacation).
Jadi, bila kelompok dimaksudkan untuk saling berbagi informasi (misalnya
kelompok belajar), maka keefektifannya dapat dilihat dari beberapa banyak
informasi yang diperoleh anggota kelompok dan sejauh mana anggota dapat
memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan kelompok.
Jalaluddin Rakhmat (2004) meyakini bahwa faktor-faktor
keefektifan kelompok dapat dilacak pada karakteristik kelompok, yaitu:
1. Faktor situasional karakteristik kelompok:
a. Ukuran kelompok.
Mengenai
berapa jumlah anggota kelompok yang ideal belumlah ada kesepakatan. yang jelas
hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi krja kelompok bergantung
pada jenis tugas yang harus diselesaikan oleh kelompok. Tugas kelompok dapat
dibedakan dua macam, yaitu tugas koaktif dan interaktif. Pada tugas koaktif,
masing-masing anggota bekerja sejajar dengan yang lain, tetapi tidak
berinteraksi. Pada tugas interaktif, anggota-anggota kelompok berinteraksi secara
teroganisasi untuk menghasilkan suatu produk, keputusan, atau penilaian
tunggal. Pada kelompok tugas koatif, jumlah anggota berkorelasi positif dengan
pelaksanaan tugas. Yakni, makin banyak anggota makin besar jumlah pekerjaan
yang diselesaikan. Misal satu orang dapat memindahkan tong minyak ke satu bak
truk dalam 10 jam, maka sepuluh orang dapat memindahkan pekerjaan tersebut
dalam satu jam. Tetapi, bila mereka sudah mulai berinteraksi, keluaran secara
keseluruhan akan berkurang.
Faktor lain yang mempengaruhi hubungan antara prestasi
dan ukuran kelompok adalah tujuan kelompok. Bila tujuan kelompok memelukan
kegiatan konvergen (mencapai suatu pemecahan yang benar), hanya diperlukan
kelompok kecil supaya produktif, terutama bila tugas yang dilakukan hanya
membutuhkan sumber, keterampilan, dan kemampuan yang terbatas. Bila tugas
memerlukan kegiatan yang divergen (seperti memhasilkan gagasan berbagai gagasan
kreatif), diperlukan jumlah anggota kelompok yang lebih besar.
Dalam hubungan dengan kepuasan, Hare dan Slater (dalam
Rakmat, 2004) menunjukkan bahwa makin besar ukuran kelompok makin berkurang
kepuasan anggota-anggotanya. Slater menyarankan lima orang sebagai batas
optimal untuk mengatasi masalah hubungan manusia. Kelompok yang lebih dari lima
orang cenderung dianggap kacau, dan kegiatannya dianggap menghambur-hamburkan
waktu oleh anggota-anggota kelompok.
b. Jaringan komunikasi.
Terdapat beberapa tipe jaringan komunikasi, diantaranya
adalah sebagai berikut: roda, rantai, Y, lingkaran, dan bintang. Dalam hubungan
dengan prestasi kelompok, tipe roda menghasilkan produk kelompok tercepat dan
terorganisir.
c. Kohesi kelompok.
Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang
mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya
meninggalkan kelompok. McDavid dan Harari (dalam Jalaluddin Rakmat, 2004)
menyarankam bahwa kohesi diukur dari beberapa faktor sebagai berikut:
ketertarikan anggota secara interpersonal pada satu sama lain; ketertarikan
anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok; sejauh mana anggota tertarik pada
kelompok sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan personal.
Kohesi kelompok erat hubungannya dengan kepuasan anggota
kelompok, makin kohesif kelompok makin besar tingkat kepuasan anggota kelompok.
Dalam kelompok yang kohesif, anggota merasa aman dan terlindungi, sehingga
komunikasi menjadi bebas, lebih terbuka, dan lebih sering. Pada kelompok yang
kohesifitasnya tinggi, para anggota terikat kuat dengan kelompoknya, maka
mereka makin mudah melakukan konformitas. Makin kohesif kelompok, makin mudah
anggota-anggotanya tunduk pada norma kelompok, dan makin tidak toleran pada
anggota yang devian.
d. Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah komunikasi yang secara positif
mempengaruhi kelompok untuk bergerak ke arah tujuan kelompok. Kepemimpinan
adalah faktor yang paling menentukan kefektifan komunikasi kelompok.
Klasifikasi gaya kepemimpinan yang klasik dilakukan oleh White danLippit
(1960). Mereka mengklasifikasikan tiga gaya kepemimpinan: otoriter; demokratis;
dan laissez faire. Kepemimpinan otoriter ditandai dengan keputusan dan
kebijakan yang seluruhnya ditentukan oleh pemimpin. Kepemimpinan demokratis
menampilkan pemimpin yang mendorong dan membantu anggota kelompok untuk
membicarakan dan memutuskan semua kebijakan. Kepemimpinan laissez faire
memberikan kebebasan penuh bagi kelompok untuk mengambil keputusan individual
dengan partisipasi dengan partisipasi pemimpin yang minimal.
2. Faktor personal karakteristik kelompok:
a. Kebutuhan interpersonal
William C. Schultz (1966) merumuskan Teori FIRO
(Fundamental Interpersonal Relations Orientatation), menurutnya orang menjadi
anggota kelompok karena didorong oleh tiga kebutuhan intepersonal sebagai
berikut:
1) Ingin masuk menjadi bagian kelompok (inclusion).
2) Ingin mengendalikan orang lain dalam tatanan hierakis
(control).
3) Ingin memperoleh keakraban emosional dari anggota
kelompok yang lain.
b. Tindak komunikasi
Mana kala kelompok bertemu, terjadilah pertukaran
informasi. Setiap anggota berusaha menyampaiakan atau menerima informasi
(secara verbal maupun nonverbal). Robert Bales (1950) mengembangkan sistem
kategori untuk menganalisis tindak komunikasi, yang kemudian dikenal sebagai Interaction
Process Analysis (IPA).
c. Peranan
Seperti tindak komunikasi, peranan yang dimainkan oleh
anggota kelompok dapat membantu penyelesaian tugas kelompok, memelihara suasana
emosional yang lebih baik, atau hanya menampilkan kepentingan individu saja
(yang tidak jarang menghambat kemajuan kelompok). Beal, Bohlen, dan audabaugh
(dalam Rakhmat, 2004: 171) meyakini peranan-peranan anggota-anggota kelompok
terkategorikan sebagai berikut:
1) Peranan Tugas Kelompok. Tugas kelompok adalah memecahkan
masalah atau melahirkan gagasan-gagasan baru. Peranan tugas berhubungan dengan
upaya memudahkan dan mengkoordinasi kegiatan yang menunjang tercapainya tujuan
kelompok.
2) Peranan Pemiliharaan Kelompok. Pemeliharaan kelompok
berkenaan dengan usaha-usaha untuk memelihara emosional anggota-anggota
kelompok.
3) Peranan individual, berkenaan dengan usahan anggota kelompokuntuk
memuaskan kebutuhan individual yang tidak relevan dengan tugas kelompok.
C. Efek atau
Pengaruh Kelompok pada Prilaku Komunikasi
1. Konformitas.
Konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan
menuju (norma) kelompok sebagai akibat tekanan kelompok-yang real atau
dibayangkan. Bila sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan
sesuatu, ada kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang
sama. Jadi, kalau anda merencanakan untuk menjadi ketua kelompok,aturlah rekan-rekan
anda untuk menyebar dalam kelompok. Ketika anda meminta persetujuan anggota,
usahakan rekan-rekan anda secara persetujuan mereka. Tumbuhkan seakan-akan
seluruh anggota kelompok sudah setuju. Besar kemungkinan anggota-anggota
berikutnya untuk setuju juga.
2. Fasilitasi sosial.
Fasilitasi (dari kata Prancis facile, artinya
mudah) menunjukkan kelancaran atau peningkatan kualitas kerja karena ditonton
kelompok. Kelompok mempengaruhi pekerjaan sehingga menjadi lebih mudah. Robert
Zajonz (1965) menjelaskan bahwa kehadiran orang lain-dianggap-menimbulkan efek
pembangkit energi pada perilaku individu. Efek ini terjadi pada berbagai
situasi sosial, bukan hanya didepan orang yang menggairahkan kita. Energi yang
meningkat akan mempertingi kemungkinan dikeluarkannya respon yang dominan.
Respon dominan adalah perilaku yang kita kuasai. Bila respon yang dominan itu
adalah yang benar, terjadi peningkatan prestasi. Bila respon dominan itu adalah
yang salah, terjadi penurunan prestasi. Untuk pekerjaan yang mudah, respon yang
dominan adalah respon yang banar; karena itu, peneliti-peneliti melihat melihat
kelompok mempertinggi kualitas kerja individu.
3.
Polarisasi.
Polarisasi adalah kecenderungan ke arah posisi yang
ekstrem. Bila sebelum diskusi kelompok para anggota mempunyai sikap agak
mendukung tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan lebih kuat lagi
mendukung tindakan itu.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Komunikasi
kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu
kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konperensi dan sebagainya
(Anwar Arifin, 1984). Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan
komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau
lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga
diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat
karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat.
·
Faktor-faktor keefektifan kelompok
1. Faktor situasional karakteristik kelompok:
a. Ukuran kelompok,
b. Jaringan
komunikasi,
c. Kohesi
kelompok,
d. Kepemimpinan.
2. Faktor personal
karakteristik kelompok:
a. Kebutuhan interpersonal
b. Tindak komunikasi
c. Kohesi kelompok.
·
Efek atau Pengaruh Kelompok pada
Prilaku Komunikasi
1. Konformitas.
2. Fasilitasi
sosial
3. Polarisasi
B. Saran
Manfaatkanlah
sistem komunikasi kelompok secara efektif karena dapat digunakan untuk saling
bertukar informasi, menambah pengetahuan, memperteguh sikap dan prilaku,
mengembangkan kesehatan jiwa dan dapat meningkatkan kesadaran.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad, Dr. Arni. 2001.
Komunikasi organisasi. Bumi Aksara: Jakarta.
Rakhmat, M.Sc, Drs.
Jalaluddin. 2007. Psikologi Komunikasi. PT.Remaja Rosdakarya: Bandung
http://adiprakosa.blogspot.com/2008/07/komunikasi-kelompok.html