Friday, July 5, 2013

Media Cetak VS Media Online



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Sepuluh tahun yang lalu, hampir sebagian besar penumpang kereta bawah tanah di Tokyo baik tua dan muda, tepekur membaca buku, majalah, surat kabar, dan komik. Kini yang ada di tangan mereka adalah handphone, i-pod, note-book. Inilah generasi paperless. Media tradisional, khususnya cetak, sedang menghadapi cobaan berat. Kehadiran media baru (new media), seperti internet, telepon genggam, i-pod, radio satelit, dan munculnya sebuah generasi yang berbeda dalam mengonsumsi informasi telah memaksa media cetak untuk berpikir keras menata kembali posisinya agar tetap relevan bagi konsumennya.
Bila dianalogikan dengan badai, inilah ”badai sempurna” (perfect storm) bagi industri media cetak ketika tiga gelombang menghantam sekaligus. Korban pun berguguran. Bangkrutnya sejumlah surat kabar besar di Amerika Serikat menjadi sinyal yang memilukan.
Di negara-negara Asia yang mayoritas penduduknya sudah akrab dengan teknologi tinggi, seperti Jepang dan Korea Selatan, kekhawatiran bahwa media cetak akan ditinggalkan mulai terasa. Terlebih di Jepang yang senantiasa berkiblat pada fenomena yang terjadi di Barat, walaupun sebetulnya tingkat sirkulasi media cetaknya sampai saat ini masih luar biasa. dari koran baru bisa dibaca minimal sehari setelah peristiwa berlangsung.
Di sisi lain saat ini, Arab Saudi memiliki sekitar 13 surat kabar dan lebih dari 30 koran online. Hal ini juga ditambah dengan maraknya citizen journalism lokal, di mana setiap orang bebas memberikan informasi dan opininya seperti lewat blog pribadi.
 Pemimpin Redaksi surat kabar Al-Hayat, Jamil Al-Diyabi menyebutkan bahwa industri media cetak bagaikan ‘orang sakit’ dalam menghadapi sejumlah tantangan termasuk dari citizen journalism yang juga sudah terbukti menjadi sumber informasi bagi media cetak. Menurutnya, hal ini merupakan wujud jurnalisme baru yang menunjukkan bahwa publik mampu langsung merespon apa yang berdampak pada mereka dan lingkungan mereka. Sejumlah wartawan media cetak ternyata juga mulai melirik kesempatan menjadi kontributor media online. Tidak jarang juga mereka sering mengecek dulu berita di media online sebelum ia menurunkan berita yang ditulisnya.

B.     Rumusan Masalah
Sehubungan dengan uraian latar belakang sebelumnya maka penulis  merumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1.      Mengapa media elektronik, dalam hal ini media on-line menjadi pesaing media tradisional/media cetak?
2.      Apakah media cetak akan ‘mati’?
3.      Hal-hal apa yang bisa dilakukan media cetak untuk tetap bertahan?










BAB II
PEMBAHASAN
A.    Media on-line menjadi pesaing media cetak
1.      Fakta yang menunjukkan menurunnya jumlah pembaca dari menurunnya permintaan pemuatan iklan:
Saat ini media cetak memang sedang menghadapi tantangan yang berat akibat anjloknya pemasukan dari iklan. Hal ini seirama dengan turunnya jumlah pembaca yang berdasarkan fakta berupa data tahun 2006 yang menunjukkan bahwa iklan di koran sebesar 28,4 persen. Angka ini diprediksi akan mengalami penurunan sampai di tahun 2010 menjadi 23,3 persen sedangkan pertumbuhan iklan di media internet dalam kurun 2007-2010 akan tumbuh 23 persen. Sekadar perbandingan, berdasar data yang dipublikasikan Newspaper Association of America pada September lalu, di Negeri Paman Sam total pendapatan iklan surat kabar anjlok USD3 miliar pada enam bulan pertama tahun ini menjadi 18,8 miliar. Ini merupakan angka terendah selama puluhan tahun, berdasarkan data yang dipublikasikan. Alan Mutter dari Reflections of a Newsosaur mengatakan, penurunan ini sudah terjadi selama sembilan kuartal sebelumnya selama berturut-turut .
Tahun 2008 media online meraup perolehan iklan sebesar Rp 80 miliar. Sejumlah perusahaan periklanan kian serius membangun divisi media digitalnya. Sejumlah produk juga telah memutuskan hanya mengiklankan via media online. Data yang dirilis Zenith Optimedia menyebutkan bahwa belanja iklan online akan naik rata-rata 23 persen per tahun dalam periode 2007-2010,pergeseran ini diakibatkan meningkatnya pengguna internet. Saat ini ada 35 juta pengguna internet, dimana sekitar 44 persen menggunakannya setiap hari selama dua jam.



2.      Hal-hal yang mnyebabkan turunnya tingkat pembaca media cetak:
Temuan Survei AC Nielsen pada kuartal III 2008 menunjukkan tren menurun bagi pembaca media cetak sejak 2004. Penyebab menurunnya pembaca media cetak antara lain terlalu sibuk untuk membaca (72 persen), beralih ke televisi (14 persen), berhenti membeli karena kenaikan harga (11 persen) atau bisa dikatakan makin terbatasnya waktu luang dan kekecewaan terhadap meningkatnya harga media cetak menyebabkan pembaca beralih ke internet.
Kini masyarakat cenderung beralih pada berita berbasis web karena surat kabar online lebih murah serta menyajikan informasi yang lebih real time. Sedangkan informasi yang didapat dari koran baru bisa dibaca minimal sehari setelah peristiwa berlangsung. Koran berbasis internet menyampaikan pesan pada koran cetak lokal untuk berubah dan bergerak cepat karena koran online juga semakin ekslusif,
Faktor usia pun menjadi salah satu pemicu mengapa berita di web lebih banyak dinikmati daripada surat kabar. Kebiasaan membaca media cetak (koran) menipis di kalangan anak muda. Mereka inilah yang mendorong pertumbuhan media online. Generasi muda lebih menyukai media online yang terlihat lebih modern dibanding media cetak yang dipilih oleh generasi tua. Karena berita yang didapat dari internet bersifat langsung dan cepat, membuat khalayak lebih memilih media ini daripada koran dalam hal mengakses informasi.
B.     Peluang dan Masa depan media cetak
Telah menghadang ancaman-ancaman yang patut diperhitungkan oleh
   para pengelola media cetak. Karena bagaimanapun perkembangan media
   elektronik telah membawa transformasi sosial budaya dan politik dalam
   masyarakat yang cukup signifikan. Menyatunya teknologi elektro-nika, computer. telekomunikasidan teknologi media mengha-silkan proses "komunikasi grafis" dan koran
   kini berada di tengah proses tersebut. Dari hal itu kemudian muncul
   istilah "multimedia". Apa pun istilahnya pada hakikatnya merupakan
   sinergi antara teks, gambar, grafik, audio, dan video dalam suatu
   network sehingga menghasilkan yang terbaik dan interaktif.

Pengaruh itu bukan tidak ada namun rasanya kekhawatiran yang ada juga agak berlebihan sebab pada dasarnya kedua jenis media ini (media cetak dan media on-line) mempunyai karakteristik berbeda sehingga keduanya sama-sama dibutuhkan dan tidak  akan saling mematikan.

   Bagi koran-koran hal itu pada bukan semata merupakan "ancaman revolusi",
   sebaliknya kalau dapat memanfaatkan kemajuan tersebut justru merupakan
   peluang emas bagi evolusi sehingga semboyan "informasi bergerak cepat"
   akan lebih terbukti..
Oleh karena itu, masa depan media cetak  tak bisa disimpulkan secara sederhana karena masing-masing negara memiliki kondisi sosial sekaligus perjalanan sejarah persnya yang unik. Di Indonesia, misalnya, tantangan industri pers sampai tahun 1998 adalah memperjuangkan kebebasan dirinya. Tonggak kebebasan itu ditandai dengan jatuhnya rezim Soeharto pada tahun 1998.
Media ikut berperan dalam penetapan agenda-setting perjalanan demokrasi di Indonesia. Dan, menjaga apa yang telah diraih dalam proses reformasi, seperti: memberi peran yang lebih besar bagi masyarakat madani, mencegah militer kembali ke panggung politik, menjamin proses checks and balances di antara tiga pilar kekuasaan, menjunjung penegakan hukum dan penghormatan pada HAM—semua itu menjadi prioritas utama pers Indonesia.
Hal yang sama juga terjadi di Korsel dan India. Perjuangan terhadap kebebasan pers di Korsel berpuncak setelah rezim militer tumbang tahun 1992. Sedangkan di India yang sudah lebih lama memiliki tradisi pers yang demokratis, kontribusi media cetak begitu dominan dalam menentukan arah kebijakan pemerintah. Dengan kata lain, di sejumlah negara di Asia, roh jurnalisme begitu erat dengan pembangunan demokratisasi. Sehingga,  bisa jadi persepsi tentang ”ancaman” terhadap industri pers berbeda dari satu negara dengan negara lainnya. Misalnya saja, mengenai penetrasi new media. Unni Rajen Shanker, Editor Eksekutif The Indian Express yang berbasis di New Delhi mengatakan bahwa Di India, media internet belum mengancam dominasi media cetak. Bahkan, survei nasional mengenai tingkat keterbacaan justru menunjukkan lonjakan signifikan untuk surat kabar-surat kabar India.
Alasannya mungkin lebih kurang sama dengan situasi di Indonesia. Kedua negara ini masih berjuang melawan tingkat buta huruf. Di Indonesia jumlahnya masih sekitar 11 juta orang, dengan usia 15 tahun ke atas. Di India yang penduduknya lebih dari 1 miliar, angkanya lebih tinggi. Tingkat akses terhadap internet di India maupun Indonesia pun masih rendah. Hanya sekitar 25 juta orang di Indonesia saat ini yang memiliki akses terhadap internet atau sekitar 11 persen dari populasi yang berjumlah 228 juta orang. Dengan kata lain, kalaupun saat ini media cetak dan televisi kondisinya sedang ”berdarah-darah”, hal itu lebih dikarenakan faktor resesi ekonomi.

 Kelemahan di satu media dijembatani oleh media lainnya. Media internet memiliki kelebihan dalam menyuguhkan berita secara ”real-time”, yang menjadi kebutuhan nyata pelanggan. Namun bukan hanya itu, pelanggan pun ingin berpartisipasi, ingin bersuara, dan menyatakan pendapatnya. Semua kebutuhan ini bisa difasilitasi dan dieksploitasi oleh media digital yang memiliki space tak terbatas. Muncullah komunitas blogger, forum pembaca, dan sebagainya.
Meski demikian itu saja tidak cukup, Pelanggan pun tetap membutuhkan berita yang memiliki kedalaman dan konteks. Berita yang menjawab semua keingintahuan mereka, dan disajikan secara sistematis, profesional, akurat, dan kredibel. Di sinilah kontribusi media cetak.

Walaupun,tantangan terberat memang berada di pihak media cetak. Tapi ini bukan hal baru. Ketika era media elektronik (radio dan televisi) hadir dengan kemampuan penyajian berita selama 24 jam, nasib media cetak pernah diramalkan akan ”habis”. Namun, seperti yang dikatakan oleh Kusuma Andrianto, Innovation Development Manager PT. Mobee Indonesia (salah satu penyedia layanan mobile media di Indonesia) bahwa media massa apapun yang baru lahir, tidak akan pernah bisa menggeser media-media yang sudah ada sebelumnya dan kenyataannya sampai saat ini media massa pertama, koran, masih laku-laku saja di pasaran. Jadi dengan adanya ramalan tersebut  tidak berarti media cetak akan ”mati”.
C.    Upaya yang dilakukan media cetak untuk tetap eksis.
Tantangan bagi media massa, terutama media cetak, di era cyberspace terus berkembang. Media harus menjaga independensinya dari kooptasi pemilik modal, elite politik, dan negara. Menghadapi tantangan yang semakin tinggi, media massa harus terus berbenah. Departemen penelitian dan pengembangan (Litbang) adalah salah satu elemen terpenting yang menentukan arah media massa.
Dalam jangka pendek yang lebih dipentingkan sekarang adalah mencari modifikasi-modifikasi dalam isi dan penyajian koran atau majalah agar tetap memikat pembacanya yang kini sudah mempunyai alternatif baru yakni televisi. Tanpa ada modifikasi, yang berarti akan tampil dalam bentuk tradisionalnya, ancaman kepunahannyaakanmakinbesar. Surat kabar atau majalah memang harus mencari format penyajian baru agar tidak sekadar mengulang pemberitaan di televisi atau media elektronik pada umumnya termasuk media online.Selain meningkatkan kualitas isi dan pelayanan dengan memanfaatkan  teknologi yang ada, media cetak perlu melengkapi diri dengan database yang akan bisa menjadi sumber data bagi ulasan atau alalisis atas suatu permasalahan yang sedang ber-kembang. 
Sebagai pusat informasi yang lebih terpercaya, dibanding internet, media cetak diharapkan tampil dengan lebih percaya diri dalam mengulas berbagai macam persoalan. Akhirnya akan terbukti bahwa fungsi jurnalistik surat kabar atau media cetak pada umumnya tidak akan bisa digantikan oleh media lain, bahwa fungsi bisnisnya agak terganggu karena menurunnya pangsa pasar  iklan harus diakui, namun akhirnya setelah menemukan titik keseimbangan, media cetak akan dapat bertahan dan berkembang dengan meningkatkan efisiensi dan daya saing di bidang mutu dan pelayanan kepada pembaca.
Yang dikhawatirkan sekarang justru persaingan antarmedia cetak  antara yang kuat dan yang masih lemah. Untuk itu demi perkembangan media cetak secara nasional, perlu diambil langkah-langkah bersama oleh asosiasi pengusaha surat kabar, di sini bernama Serikat Penerbit Suratkabar. Jika kita melihat negara lain seperti Jepang, persaingan antarmedia cetak, baik yang besar, menengah maupun yang kecil tidak saling mematikan melainkan saling menghidupi. Mereka bahkan bisa mengatur
   bagaimana menerapkan single price policy, berapa komisi agen dan
   sebagainya. Persaingan hanya pada mutu dan pelayanan.
Dewan Redaksi Media Group Djadjat Sudradjat mengungkapkan, menarik minat generasi muda sebagai pembaca koran harus dilakukan dengan cara menarik. Melibatkan para siswa sekolah, baik SMP maupun SMA untuk mengisi halaman di Koran bisa menjadi salah satu cara menggaet para pembaca muda. Jika mereka sudah merasa dilibatkan ketertarikan akan timbul. Hanya saja, itu tidak bisa dilakukan sekali dua kali saja, tetapi harus rutin. Misalnya menyediakan halaman bagi mereka setiap minggunya dan yang mengisi dan menulis adalah mereka sendiri. Sedangkan menurut CEO Kompas Gramedia Group Agung Adiprasetyo mengatakan, kini adalah saat bagi media cetak berpikir untuk menggabungkan diri dengan dunia online agar tetap bisa bertahan.
Hal ini dilakukan setelah melihat mahalnya biaya cetak dan peminat untuk membaca koran yang sudah mulai berkurang. Tantangan inilah yang membuat Kompas mulai aktif menggabungkan diri dengan system online.





 






BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kini masyarakat cenderung beralih pada berita berbasis web karena surat kabar online lebih murah serta menyajikan informasi yang lebih real time. Sedangkan informasi yang didapat dari koran baru bisa dibaca minimal sehari setelah peristiwa berlangsung.
Namun, media massa apapun yang baru lahir termasuk system online yang cepat itu, tidak akan pernah bisa menggeser media-media yang sudah ada sebelumnya. Kenyataanya sampai saat ini media massa pertama, koran, masih tetap laku di pasaran.
Hanya saja dibutuhkan modifikasi-modifikasi dalam isi dan penyajian koran atau majalah agar tetap memikat pembacanya. Selain meningkatkan kualitas isi dan pelayanan dengan memanfaatkan  teknologi yang ada, media cetak perlu melengkapi diri dengan database yang akan bisa menjadi sumber data bagi ulasan atau alalisis atas suatu permasalahan yang sedang ber-kembang. 
B.     Saran

Secara umum perusahaan yang bergerak di media massa khususnya media cetak memang memiliki risiko tinggi dan tantangan yang cukup besar. Oleh karena itu yang terpenting adalah menciptakan peluang dan mengubah ancaman menjadi peluang. Dalam hal ini memanfaatkan media online untuk mendukung keberlangsungan media cetak tersebut.







DAFTAR PUSTAKA

http://www.teknopreneur.com/content/media-online-pesaing-media-cetak
http://www.kompasiana.com/welcome
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/03/25/04444368/.media.tradisional.vs.new.media
http://mmibii.blogspot.com/2008/11/media-online-tumbuh-media-cetak-merosot.html
http://dahlandahi.multiply.com/journal/item/330/Pembaca_Media_Cetak_Menurun
http://jogjainfo.net/keberlanjutan-media-di-era-cyberspace.html
http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1996/02/20/0006.html

No comments:

Post a Comment

d'SwEEt piNk