BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Sepuluh tahun yang lalu, hampir
sebagian besar penumpang kereta bawah tanah di Tokyo baik tua dan muda, tepekur
membaca buku, majalah, surat kabar, dan komik. Kini yang ada di tangan mereka
adalah handphone, i-pod, note-book. Inilah generasi paperless. Media
tradisional, khususnya cetak, sedang menghadapi cobaan berat. Kehadiran media
baru (new media), seperti internet, telepon genggam, i-pod, radio satelit, dan
munculnya sebuah generasi yang berbeda dalam mengonsumsi informasi telah
memaksa media cetak untuk berpikir keras menata kembali posisinya agar tetap
relevan bagi konsumennya.
Bila dianalogikan dengan badai,
inilah ”badai sempurna” (perfect storm) bagi industri media cetak ketika tiga
gelombang menghantam sekaligus. Korban pun berguguran. Bangkrutnya sejumlah
surat kabar besar di Amerika Serikat menjadi sinyal yang memilukan.
Di negara-negara Asia yang mayoritas
penduduknya sudah akrab dengan teknologi tinggi, seperti Jepang dan Korea
Selatan, kekhawatiran bahwa media cetak akan ditinggalkan mulai terasa.
Terlebih di Jepang yang senantiasa berkiblat pada fenomena yang terjadi di
Barat, walaupun sebetulnya tingkat sirkulasi media cetaknya sampai saat ini
masih luar biasa. dari koran baru bisa dibaca minimal sehari setelah peristiwa
berlangsung.
Di sisi lain saat ini, Arab Saudi memiliki sekitar 13
surat kabar dan lebih dari 30 koran online. Hal ini juga ditambah
dengan maraknya citizen journalism lokal, di mana setiap orang bebas
memberikan informasi dan opininya seperti lewat blog pribadi.
Pemimpin Redaksi surat kabar Al-Hayat,
Jamil Al-Diyabi menyebutkan bahwa industri media cetak bagaikan ‘orang sakit’
dalam menghadapi sejumlah tantangan termasuk dari citizen journalism
yang juga sudah terbukti menjadi sumber informasi bagi media cetak. Menurutnya,
hal ini merupakan wujud jurnalisme baru yang menunjukkan bahwa publik mampu
langsung merespon apa yang berdampak pada mereka dan lingkungan mereka.
Sejumlah wartawan media cetak ternyata juga mulai melirik kesempatan menjadi
kontributor media online. Tidak jarang juga mereka sering mengecek
dulu berita di media online sebelum ia menurunkan berita yang
ditulisnya.
B.
Rumusan Masalah
Sehubungan dengan uraian latar belakang
sebelumnya maka penulis merumuskan
beberapa masalah sebagai berikut:
1.
Mengapa media elektronik, dalam hal ini media on-line
menjadi pesaing media tradisional/media cetak?
2.
Apakah media cetak akan ‘mati’?
3.
Hal-hal apa yang bisa dilakukan media cetak
untuk tetap bertahan?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Media on-line menjadi
pesaing media cetak
1.
Fakta yang menunjukkan menurunnya
jumlah pembaca dari menurunnya permintaan pemuatan iklan:
Saat ini media cetak memang sedang
menghadapi tantangan yang berat akibat anjloknya pemasukan dari iklan. Hal ini
seirama dengan turunnya jumlah pembaca yang berdasarkan fakta berupa data tahun
2006 yang menunjukkan bahwa iklan di koran sebesar 28,4 persen. Angka ini
diprediksi akan mengalami penurunan sampai di tahun 2010 menjadi 23,3 persen sedangkan
pertumbuhan iklan di media internet dalam kurun 2007-2010 akan tumbuh 23
persen. Sekadar perbandingan, berdasar data yang dipublikasikan Newspaper
Association of America pada September lalu, di Negeri Paman Sam total
pendapatan iklan surat kabar anjlok USD3 miliar pada enam bulan pertama tahun
ini menjadi 18,8 miliar. Ini merupakan angka terendah selama puluhan tahun,
berdasarkan data yang dipublikasikan. Alan Mutter dari Reflections of a
Newsosaur mengatakan, penurunan ini sudah terjadi selama sembilan kuartal
sebelumnya selama berturut-turut .
Tahun 2008 media
online meraup perolehan iklan sebesar Rp 80 miliar. Sejumlah perusahaan
periklanan kian serius membangun divisi media digitalnya. Sejumlah produk juga
telah memutuskan hanya mengiklankan via media online. Data yang dirilis Zenith
Optimedia menyebutkan bahwa belanja iklan online akan naik rata-rata 23 persen
per tahun dalam periode 2007-2010,pergeseran ini diakibatkan meningkatnya
pengguna internet. Saat ini ada 35 juta pengguna internet, dimana sekitar 44
persen menggunakannya setiap hari selama dua jam.
2.
Hal-hal
yang mnyebabkan turunnya tingkat pembaca media cetak:
Temuan Survei AC
Nielsen pada kuartal III 2008 menunjukkan tren menurun bagi pembaca media cetak
sejak 2004. Penyebab menurunnya pembaca media cetak antara lain terlalu sibuk
untuk membaca (72 persen), beralih ke televisi (14 persen), berhenti membeli karena
kenaikan harga (11 persen) atau bisa dikatakan makin terbatasnya waktu luang
dan kekecewaan terhadap meningkatnya harga media cetak menyebabkan pembaca
beralih ke internet.
Kini masyarakat cenderung
beralih pada berita berbasis web karena surat kabar online lebih
murah serta menyajikan informasi yang lebih real time. Sedangkan
informasi yang didapat dari koran baru bisa dibaca minimal sehari setelah
peristiwa berlangsung. Koran berbasis internet menyampaikan pesan pada koran
cetak lokal untuk berubah dan bergerak cepat karena koran online juga
semakin ekslusif,
Faktor usia pun menjadi salah satu pemicu mengapa berita
di web lebih banyak dinikmati daripada surat kabar. Kebiasaan membaca media cetak (koran) menipis di kalangan anak
muda. Mereka inilah yang mendorong pertumbuhan media online. Generasi
muda lebih menyukai media online yang terlihat lebih modern dibanding media
cetak yang dipilih oleh generasi tua. Karena berita yang didapat dari internet
bersifat langsung dan cepat, membuat khalayak lebih memilih media ini daripada
koran dalam hal mengakses informasi.
B.
Peluang dan Masa depan
media cetak
Telah menghadang ancaman-ancaman yang
patut diperhitungkan oleh
para pengelola media cetak. Karena bagaimanapun perkembangan media
elektronik telah membawa transformasi sosial budaya dan politik dalam
masyarakat yang cukup signifikan. Menyatunya teknologi elektro-nika, computer. telekomunikasidan teknologi media mengha-silkan proses "komunikasi grafis" dan koran
kini berada di tengah proses tersebut. Dari hal itu kemudian muncul
istilah "multimedia". Apa pun istilahnya pada hakikatnya merupakan
sinergi antara teks, gambar, grafik, audio, dan video dalam suatu
network sehingga menghasilkan yang terbaik dan interaktif.
para pengelola media cetak. Karena bagaimanapun perkembangan media
elektronik telah membawa transformasi sosial budaya dan politik dalam
masyarakat yang cukup signifikan. Menyatunya teknologi elektro-nika, computer. telekomunikasidan teknologi media mengha-silkan proses "komunikasi grafis" dan koran
kini berada di tengah proses tersebut. Dari hal itu kemudian muncul
istilah "multimedia". Apa pun istilahnya pada hakikatnya merupakan
sinergi antara teks, gambar, grafik, audio, dan video dalam suatu
network sehingga menghasilkan yang terbaik dan interaktif.
Pengaruh itu bukan tidak ada namun rasanya kekhawatiran yang ada juga agak berlebihan sebab pada dasarnya kedua jenis media ini (media cetak dan media on-line) mempunyai karakteristik berbeda sehingga keduanya sama-sama dibutuhkan dan tidak akan saling mematikan.
Bagi koran-koran hal itu pada bukan semata merupakan "ancaman
revolusi",
sebaliknya kalau dapat memanfaatkan kemajuan tersebut justru merupakan
peluang emas bagi evolusi sehingga semboyan "informasi bergerak cepat"
akan lebih terbukti..
sebaliknya kalau dapat memanfaatkan kemajuan tersebut justru merupakan
peluang emas bagi evolusi sehingga semboyan "informasi bergerak cepat"
akan lebih terbukti..
Oleh karena itu, masa depan media cetak tak bisa disimpulkan secara sederhana karena
masing-masing negara memiliki kondisi sosial sekaligus perjalanan sejarah
persnya yang unik. Di Indonesia, misalnya, tantangan industri pers sampai tahun
1998 adalah memperjuangkan kebebasan dirinya. Tonggak kebebasan itu ditandai
dengan jatuhnya rezim Soeharto pada tahun 1998.
Media ikut berperan dalam penetapan agenda-setting
perjalanan demokrasi di Indonesia. Dan, menjaga apa yang telah diraih dalam
proses reformasi, seperti: memberi peran yang lebih besar bagi masyarakat
madani, mencegah militer kembali ke panggung politik, menjamin proses checks
and balances di antara tiga pilar kekuasaan, menjunjung penegakan hukum dan
penghormatan pada HAM—semua itu menjadi prioritas utama pers Indonesia.
Hal yang sama juga terjadi di Korsel
dan India. Perjuangan terhadap kebebasan pers di Korsel berpuncak setelah rezim
militer tumbang tahun 1992. Sedangkan di India yang sudah lebih lama memiliki
tradisi pers yang demokratis, kontribusi media cetak begitu dominan dalam
menentukan arah kebijakan pemerintah. Dengan kata lain, di sejumlah negara di
Asia, roh jurnalisme begitu erat dengan pembangunan demokratisasi.
Sehingga, bisa jadi persepsi tentang
”ancaman” terhadap industri pers berbeda dari satu negara dengan negara
lainnya. Misalnya saja, mengenai penetrasi new media. Unni Rajen Shanker,
Editor Eksekutif The Indian Express yang berbasis di New Delhi mengatakan bahwa
Di India, media internet belum mengancam dominasi media cetak. Bahkan, survei
nasional mengenai tingkat keterbacaan justru menunjukkan lonjakan signifikan
untuk surat kabar-surat kabar India.
Alasannya mungkin lebih kurang sama
dengan situasi di Indonesia. Kedua negara ini masih berjuang melawan tingkat
buta huruf. Di Indonesia jumlahnya masih sekitar 11 juta orang, dengan usia 15
tahun ke atas. Di India yang penduduknya lebih dari 1 miliar, angkanya lebih
tinggi. Tingkat akses terhadap internet di India maupun Indonesia pun masih
rendah. Hanya sekitar 25 juta orang di Indonesia saat ini yang memiliki akses
terhadap internet atau sekitar 11 persen dari populasi yang berjumlah 228 juta
orang. Dengan kata lain, kalaupun saat ini media cetak dan televisi kondisinya
sedang ”berdarah-darah”, hal itu lebih dikarenakan faktor resesi ekonomi.
Kelemahan di satu media
dijembatani oleh media lainnya. Media internet memiliki kelebihan dalam
menyuguhkan berita secara ”real-time”, yang menjadi kebutuhan nyata pelanggan. Namun
bukan hanya itu, pelanggan pun ingin berpartisipasi, ingin bersuara, dan
menyatakan pendapatnya. Semua kebutuhan ini bisa difasilitasi dan dieksploitasi
oleh media digital yang memiliki space tak terbatas. Muncullah komunitas
blogger, forum pembaca, dan sebagainya.
Meski demikian itu saja tidak cukup,
Pelanggan pun tetap membutuhkan berita yang memiliki kedalaman dan konteks.
Berita yang menjawab semua keingintahuan mereka, dan disajikan secara
sistematis, profesional, akurat, dan kredibel. Di sinilah kontribusi media
cetak.
Walaupun,tantangan terberat memang
berada di pihak media cetak. Tapi ini bukan hal baru. Ketika era media
elektronik (radio dan televisi) hadir dengan kemampuan penyajian berita selama
24 jam, nasib media cetak pernah diramalkan akan ”habis”. Namun, seperti yang
dikatakan oleh Kusuma Andrianto, Innovation Development Manager PT. Mobee
Indonesia (salah satu penyedia layanan mobile media di Indonesia) bahwa media
massa apapun yang baru lahir, tidak akan pernah bisa menggeser media-media yang
sudah ada sebelumnya dan kenyataannya sampai saat ini media massa pertama,
koran, masih laku-laku saja di pasaran. Jadi dengan adanya ramalan tersebut
tidak berarti media cetak akan ”mati”.
C.
Upaya yang dilakukan media
cetak untuk tetap eksis.
Tantangan bagi media massa, terutama
media cetak, di era cyberspace terus berkembang. Media harus menjaga
independensinya dari kooptasi pemilik modal, elite politik, dan negara. Menghadapi
tantangan yang semakin tinggi, media massa harus terus berbenah. Departemen
penelitian dan pengembangan (Litbang) adalah salah satu elemen terpenting yang
menentukan arah media massa.
Dalam jangka pendek yang lebih
dipentingkan sekarang adalah mencari modifikasi-modifikasi dalam isi dan penyajian
koran atau majalah agar tetap memikat pembacanya yang kini sudah mempunyai
alternatif baru yakni televisi. Tanpa ada modifikasi, yang berarti akan tampil
dalam bentuk tradisionalnya, ancaman kepunahannyaakanmakinbesar. Surat kabar
atau majalah memang harus mencari format penyajian baru agar tidak sekadar
mengulang pemberitaan di televisi atau media elektronik pada umumnya
termasuk media online.Selain meningkatkan kualitas isi dan pelayanan dengan
memanfaatkan teknologi yang ada, media cetak perlu melengkapi diri dengan
database yang akan bisa menjadi sumber data bagi ulasan atau alalisis atas
suatu permasalahan yang sedang ber-kembang.
Sebagai pusat informasi yang lebih
terpercaya, dibanding internet, media cetak diharapkan tampil dengan lebih
percaya diri dalam mengulas berbagai macam persoalan. Akhirnya akan terbukti bahwa
fungsi jurnalistik surat kabar atau media cetak pada umumnya tidak akan bisa
digantikan oleh media lain, bahwa fungsi bisnisnya agak terganggu karena
menurunnya pangsa pasar iklan harus diakui, namun akhirnya setelah
menemukan titik keseimbangan, media cetak akan dapat bertahan dan berkembang
dengan meningkatkan efisiensi dan daya saing di bidang mutu dan pelayanan kepada
pembaca.
Yang dikhawatirkan sekarang justru
persaingan antarmedia cetak antara yang
kuat dan yang masih lemah. Untuk itu demi perkembangan media cetak secara
nasional, perlu diambil langkah-langkah bersama oleh asosiasi pengusaha surat
kabar, di sini bernama Serikat Penerbit Suratkabar. Jika kita melihat negara
lain seperti Jepang, persaingan antarmedia cetak, baik yang besar, menengah maupun
yang kecil tidak saling mematikan melainkan saling menghidupi. Mereka
bahkan bisa mengatur
bagaimana menerapkan single price policy, berapa komisi agen dan
sebagainya. Persaingan hanya pada mutu dan pelayanan.
bagaimana menerapkan single price policy, berapa komisi agen dan
sebagainya. Persaingan hanya pada mutu dan pelayanan.
Dewan Redaksi Media Group Djadjat Sudradjat
mengungkapkan, menarik minat generasi muda sebagai pembaca koran harus
dilakukan dengan cara menarik. Melibatkan para siswa sekolah, baik SMP maupun SMA
untuk mengisi halaman di Koran bisa menjadi salah satu cara menggaet para
pembaca muda. Jika mereka sudah merasa dilibatkan ketertarikan akan timbul.
Hanya saja, itu tidak bisa dilakukan sekali dua kali saja, tetapi harus rutin.
Misalnya menyediakan halaman bagi mereka setiap minggunya dan yang mengisi dan
menulis adalah mereka sendiri. Sedangkan menurut CEO Kompas Gramedia Group Agung Adiprasetyo mengatakan, kini adalah saat
bagi media cetak berpikir untuk menggabungkan diri dengan dunia online agar tetap
bisa bertahan.
Hal ini dilakukan setelah melihat mahalnya biaya cetak dan peminat untuk membaca koran yang sudah mulai berkurang. Tantangan inilah yang membuat Kompas mulai aktif menggabungkan diri dengan system online.
Hal ini dilakukan setelah melihat mahalnya biaya cetak dan peminat untuk membaca koran yang sudah mulai berkurang. Tantangan inilah yang membuat Kompas mulai aktif menggabungkan diri dengan system online.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kini masyarakat cenderung beralih
pada berita berbasis web karena surat kabar online lebih
murah serta menyajikan informasi yang lebih real time. Sedangkan
informasi yang didapat dari koran baru bisa dibaca minimal sehari setelah
peristiwa berlangsung.
Namun, media massa apapun yang baru
lahir termasuk system online yang cepat itu, tidak akan pernah bisa menggeser
media-media yang sudah ada sebelumnya. Kenyataanya sampai saat ini media massa
pertama, koran, masih tetap laku di pasaran.
Hanya saja dibutuhkan modifikasi-modifikasi dalam isi
dan penyajian koran atau majalah agar tetap memikat pembacanya. Selain
meningkatkan kualitas isi dan pelayanan dengan memanfaatkan teknologi
yang ada, media cetak perlu melengkapi diri dengan database yang akan bisa
menjadi sumber data bagi ulasan atau alalisis atas suatu permasalahan yang
sedang ber-kembang.
B.
Saran
Secara umum perusahaan yang bergerak di media
massa khususnya media cetak memang memiliki risiko tinggi dan tantangan yang
cukup besar. Oleh karena itu yang terpenting adalah menciptakan peluang dan
mengubah ancaman menjadi peluang. Dalam hal ini memanfaatkan media online untuk
mendukung keberlangsungan media cetak tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
http://www.teknopreneur.com/content/media-online-pesaing-media-cetak
http://www.kompasiana.com/welcome
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/03/25/04444368/.media.tradisional.vs.new.media
http://mmibii.blogspot.com/2008/11/media-online-tumbuh-media-cetak-merosot.html
http://dahlandahi.multiply.com/journal/item/330/Pembaca_Media_Cetak_Menurun
http://jogjainfo.net/keberlanjutan-media-di-era-cyberspace.html
http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1996/02/20/0006.html
No comments:
Post a Comment