ANALISIS FENOMENOLOGI PERILAKU MENUNGGU
(Studi Pada Pasien Menunggu Giliran Periksa di Apotek Kimia Farma Bandung)
(Studi Pada Pasien Menunggu Giliran Periksa di Apotek Kimia Farma Bandung)
A.
Latar Belakang Penelitian
Bagi
kebanyakan orang, menunggu adalah kegiatan yang paling membosankan. Namun
demikian suka atau tidak hal ini sudah merupakan sebuah fenomena dalam
kehidupan sehari-hari. Kata menunggu berasal dari kata dasar tunggu yang
artinya tinggal untuk sementara untuk berjaga (menjaga). Sedangkan kata menunggu
adalah tinggal beberapa saat di suatu tempat sambil berharap sesuatu akan
terjadi atau datang (Pusat Bahasa Depdiknas, 2007 : 1225). Misalnya, menunggu
antrian membayar belanjaan, menunggu keluar dari kemacetan ataupun traffic
light, menunggu kedatangan seseorang, sampai menunggu komputer menjalankan
sebuah program. Semua itu membutuhkan sikap sabar dan mungkin melakukan aktifitas
lain untuk mengusir kejenuhan sampai proses menunggu berakhir.
Fenomena menunggu adalah hasil langsung dari
keacakan dalam operasi pelayanan. Secara umum, kedatangan pelanggan dan waktu
perbaikan tidak diketahui sebelumnya, karena jika dapat diketahui, pengoperasi
sarana tersebut dapat dijadwalkan sedemikian rupa sehingga akan sepenuhnya
menghilangkan keharusan untuk menunggu.[1]
Pada dasarnya, pekerjaan mengantri untuk
mendapatkan layanan adalah hal yang tidak disenangi. Terutama untuk mendapatkan
layanan ketika sakit atau ketika membutuhkan pelayanan kesehatan. Jenis layanan
kesehatan sangat sulit untuk ditentukan trafiknya, karena kita tidak tahu kapan
orang sakit atau membutuhkan layanan kesehatan. Hal ini tentu sangat
mempengaruhi lamanya antrian pada pelayanan kesehatan. Dengan variasi
kedatangan pasien pada layanan, tentu akan mempengaruhi kinerja dan efisiensi
dari petugas medis atau tenaga kerja yang ada, dan berpengaruh terhadap
kepuasan dan kenyamanan pasien. Pentingnya pengoptimalan pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat, dapat dilakukan salah satunya dengan mengetahui
sistem antrian yang tepat digunakan pada pelayanan kesehatan.
Salah satu fenomena menunggu juga
dapat ditemui di tempat praktek dokter. Para pasien menunggu untuk diperiksa
oleh dokter. Biasanya setelah mendaftar dan mengambil nomor antrian. Peneliti
memilih meneliti di tempat praktek dokter bersama karena terdapat banyak dokter
dan bahkan satu spesialisasi terdapat lebih dari satu dokter. Faktor ini
menyebabkan banyak objek yang memungkinkan untuk diwawancarai, terutama pasien
dokter umum. Dokter umum adalah tenaga
medis yang
diperkenankan untuk melakukan praktik medis tanpa harus spesifik memiliki
spesialisasi tertentu, hal ini memungkinkannya untuk memeriksa masalah-masalah
kesehatan pasien secara umum untuk segala usia.[2]
Keragaman usia pasien yang heterogen menyebabkan perilaku dan perasaan yang
cenderung berbeda-beda pula selama menunggu. Hal inilah yang menurut peneliti
menarik untuk dikaji lebih jauh.
Fokus kajian dalam penelitian ini
adalah:
1. Apa
saja yang dilakukan pasien sambil menunggu giliran periksa?
2. Bagaimana
perasaan pasien yang sedang menunggu giliran periksa?
B. Teori
Istilah
phenomenon mengacu pada kemunculan sebuah benda, kejadian atau kondisi
yang dilihat. Oleh karena itu fenomenologi merupakan cara yang digunakan
manusia untuk memahami dunia melalui pengamatan langsung (Littlejohn dan Foss,
2011 : 57). Fenomena merupakan penampakan objek, peristiwa, atau kondisi dalam
persepsi. Dengan demikian, fenomenologi dapat diartikan sebagai kajian terhadap
pengetahuan yang datang melalui kesadaran, yaitu cara kita memahami objek dan
peristiwa melalui pengalaman secara sadar. Pada dasarnya teori ini dapat
dilihat dari perspektif teori dan metodologi.[3]
Tujuan dari fenomenologi, seperti yang
dikemukakan oleh Husserl, adalah untuk mempelajari fenomena manusia tanpa
mempertimbangkan pertanyaan-pertanyaan tentang penyebab mereka, realitas
objektif mereka, atau bahkan penampilan mereka. (El Karimah
dan Wahyudin, 2010).
Dunia kehidupan memuat segala orientasi yang
kita andaikan begitu saja dan kita hayati pada tahap-tahap paling primer.
sayangnya dunia kehidupan itu sudah dilupakan. kita kerap memaknai kehidupan
tidak secara apa adanya tetapi berdasarkan teori-teori, refleksi filosofis
tertentu, atau berdasarkan oleh pemaparan-pemaparan yang diwarnai oleh
kepentingan-kepentingan, situasi kehidupan dan kebiasaan-kebiasaan lain. Maka
fenomenologi menyerukan zuruck zu de
sachen selbst (kembali kepada benda-benda itu sendiri) yaitu upaya untuk
menemukkan kembali dunia kehidupan (Ardianto dan Q-ness, 2007 : 127)
Stanley
Deetz menyimpulkan tiga prinsip dasar dalam fenomenologi (Deetz dalam
Littlejohn, 2011 : 57) yaitu:
(1)
Pengetahuan adalah kesadaran, maksudnya diperoleh secara sadar;
(2) Makna
sesuatu bagi seseorang selalu terkait dengan hubungan sesuatu itu dengan
kehidupan orang tersebut; dan
(3)
Bahasa merupakan kendaraan makna.
Proses
interpretasi merupakan hal yang sangat penting dan sentral dalam fenomenologi.
Interpretasi adalah proses aktif pemberian makna dari suatu pengalaman. Pada
tradisi semiotika, interpretasi merupakan hal yang terpisah dari realitas,
namun dalam fenomenologi, interpretasi merupaan realitas bagi seorang individu.
Anda tidak dapat memisahkan realitas dari interpretasi. Interpretasi adalah
proses aktif dari pikirn yaitu suatu tindakan kreatif dalam meperjelas
pengalaman personal seseorang.
Menurut
pemikiran fenomenologi, orang yang melakukan interpretasi (interpreter)
mengalami suatu peristiwa atau situasi dan ia memberikan makna kepada setiap
peristiwa atau situasi yang dialaminya. Kondisi demikian akan berlangsung
terus-menerus (bolak-balik) antara pengalaman dan pemberian makna (Morissan dan
Wardhani, 2009 : 32)
Sebagai
manusia, bukan sekadar, menggunakan istilah Immanuel Kant, fenomena,
yang pasif, sekedar bereaksi, merespos rangsangan, atau dikendalikan
lingkungan, tetapi juga adalah noumena, yakni mahkluk yang berpikir,
berkehendak, dan mengubah lingkungan (Mulyana, 2008 : 122). Begitupun pada
situasi di tempat antrian pasien. Mereka tidak hanya sekedar menunggu
panggilan, namun melakukan sesuatu untuk mengisi waktu. Perilaku pasien selama
menunggu merupakan pengalaman personal yang berbeda-beda tiap manusia. Oleh
karena itu penelitian ini menggunakan teori fenomenologi.
C. Metodologi
Penelitian
1. Tipe Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian
deskriptif kualitatif, sebuah metode
penelitian efktif untuk menggambarkan atau mendeskripsikan fenomena-fenomena
yang ada. Dalam penelitian deskriptif kualitatif, penulis sendiri atau dengan
bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama. Artinya, peneliti
sendiri secara langsung mengumpulkan informasi yang didapat dari lapangan
penelitian.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena fenomena
pasien yang sedang menunggu panggilan dokter dengan berbagai perilakunya
dijelaskan dan dideskripsikan. Penelitian kualitatif berakar pada latar alamiah
sebagai keutuhan, manusia serta alat penelitian yang memanfaatkan metode
kualitatif, mengandalkan analisis dan induktif. Selain itu, penelitian jenis
ini juga mengarahkan sasaran penelitiannya pada usaha menemukan dasar teori,
bersifat deskriptif dengan mementingkan proses dari pada hasil, membatasi studi
dengan fokus memiliki seperangkat kriteria untuk memeriksa keabsahan data.
Rancangan penelitian bersifat sementara dan hasil penelitiannya disepakati
kedua pihak, yakni penelitian dan subjek penelitian (Moleong, 2008 : 8-13).
2. Teknik Penelitian
Teknik penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi. yakni menggali
kesadaran terdalam para subjek mengenai pengalaman beserta maknanya. Pendekatan
ini lebih memperhatikan pada pengalaman subjektif individu karena itu tingkah
laku sangat dipengaruhi oleh pandangan individu terhadap dirinya dan dunianya, konsep
dirinya, harga dirinya dan segala hal yang menyangkut kesadaran atau
aktualisasi dirinya (Nina Syam, 2012 : 5) Dalam hal ini penulis menelusuri
pengalaman menunggu para pasien serta maknanya bagi mereka secara sadar.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik “utama” pengumpulan data dalam penelitian fenomenologi
adalah: wawancara mendalam dengan subjek penelitian, observasi langsung
perilaku narasumber, serta studi kepustakaan atau library research, dengan mempelajari dan mengkaji literatur yang
berhubungan dengan permasalahan, untuk mendukung asumsi sebagai landasan teori
permasalahan yang dibahas.
4. Teknik
Analisis Data
Data-data yang diperoleh penulis di
lapangan, selanjutnya diolah dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
- Mentranskripsikan rekaman hasil
wawancara ke dalam tulisan.
- Bracketing (epoche): membaca seluruh data
(deskripsi) tanpa prakonsepsi.
- Tahap Horizonalization:
menginventarisasi pernyataan-pernyataan penting yang relevan dengan topik.
- Tahap Cluster of Meaning:
rincian pernyataan penting itu diformulasikan ke dalam makna, dan
dikelompokkan ke dalam tema-tema tertentu. (Textural
description, Structural description)
- Tahap Deskripsi Esensi:
mengintegrasikan tema-tema ke dalam deskripsi naratif.
5.
Waktu dan Tempat Penelitian
Peneliti melakukan wawancara kepada
beberapa pasien yang sedang menunggu giliran periksa di Apotek Kimia Farma, JL.
Ir. H. Djuanda No.1 Bandung, hari Selasa 18 Desember 2012. Di tempat ini,
kebanyakan pasien datang pada waktu malam. Oleh karena itu, peneliti menunggu
hingga pasien sudah banyak yang sedang mengantri, yakni pada pukul 18.00-21.00
wib.
D. Pembahasan
1. Transkripsi
hasil wawancara:
a)
Ny. Evy, 35 tahun. (Pasien dokter gigi)
“Ke sini
sendiri untuk kontrol periksa lagi gigi yang mau ditambal jadi sudah sering ke
sini. Yaa.. yang namanya orang menunggu ya jenuhlah... sudah pasti. Apalagi
sudah lama menunggu. Tadi cuma menelpon, kadang juga cerita sama suster. Tv d
sini gak dinyalain sih....jadi gak bisa nonton...”
b)
Ny. Nurhayati, 27 tahun. (Pasien dokter kandungan)
“Kata
susternya dokter agak telat datengnya, jadi tadi saya jalan-jalan dulu ke BEC,
heheh..... Saya belum punya anak, ini baru mau pastikan ke dokter, semoga
beneran hamil... dateng k sini
sendiri... rumah deket koq di cihampelas...... Santai saja saya nunggunya......
kan ada televisi, jadi bisa nonton... saya lulusan SMK Analis Kimia.......”
c)
Bpk. Asep, 38 tahun. (Pasien dokter umum)
“Saya merasa
nda enak badan, sudah tiga hari ini saya batuk.. uhuk..uhuk... saya datang
telat, jadi harus antri lama.... pasiennya banyak sekali...uhuk...uhuk... maaf
neng..... sebenarnya mau nonton berita tapi televisinya mati........ tadi cuma
duduk-duduk saja... bosaan juga.... tapi ternyata di sana ada koran jadi saya
ambil saja..... lumayan bisa dibaca supaya gak bosan, kebetulan juga saya belum
baca koran hari ini ”
d)
Bpk. Dadang, 27 tahun (Pasien dokter saraf )
“ Iya, maaf,
kenapa? (sambil melepaskan headset dari telinganya)... iyaa ini lagi menunggu
tapi setelah yang di dalam sudah giliran saya....... gak tau nih, akhir-akhir
ini sering sakit kepala...... gak suka sama tayangan di televisi itu, saya
lebih suka mendengarkan musik..... jadi lebih enak nunggunya... santai...”
2.
Horizonalization
Pasien laki-laki dan perempuan,
selain berbeda secara fisik, tentu saja juga berbeda secara psikologis. Oleh
karena itu peneliti membedakan pernyataan-pernyataan penting yang diucapkan pasien berdasarkan
jenis kelamin.
a) Pernyataan penting pasien
perempuan mengenai “perilaku menunggu”:
Pernyataan
informan A
|
Penyataan
informan B
|
1. Namanya orang menunggu, jenuh.
2. Cuma menelpon.
3. Kadang juga cerita sama suster
4. Tv d sini gak dinyalain, gak
bisa nonton
|
1. Jalan-jalan dulu .
2. Dokter agak telat datengnya
3. Santai saja saya nunggunya.
4. Kan ada televisi, jadi bisa
nonton.
|
b. Pernyataan penting pasien
laki-laki mengenai “perilaku menunggu”:
Pernyataan
informan C
|
Penyataan
informan D
|
1. Saya datang telat, jadi harus
antri lama.
2. Sebenarnya mau nonton berita
tapi televisinya mati.
3. Cuma duduk-duduk saja.
4. Bosan juga
5. Ada koran, lumayan bisa dibaca
|
1. Gak suka sama tayangan di
televisi itu. 2. Saya lebih suka mendengarkan musik.
3. Jadi lebih enak nunggunya.
4. Santai
|
3. Cluster of Meaning
a. Textural
description
Textural description adalah apa yang dialami subjek
penelitian tentang sebuah fenomena. Berikut ini adalah hal-hal yang penulis
amati sebagai perilaku pasien selama menunggu giliran periksa.
a. Termenung
b. Mengobrol
c. Menelpon (hp)
d. Mengetik pesan (hp)
e. Menonton
|
f. Bercermin/make up
g. Membaca koran
h.
Mengetik di tablet
i.
Mendengarkan musik
j.
Bermain bersama anak
|
Untuk
mengidentifikasi perilaku menunggu tersebut, peneliti membagi perilaku ke dalam
kategori pemanfaatan fasilitas umum, pribadi, dan tanpa fasilitas/benda,
berdasarkan pemanfaatan benda-benda atau fasilitas.
Pengelompokan Tema-Tema Umum
Pemanfaatan
Fasilitas
Umum
|
Pemanfaatan
Fasilitas
Pribadi
|
Tanpa
Fasilitas
|
1.
Menonton
2. Membaca koran
|
1. Menelpon
(hp)
2.
Mengetik pesan (hp)
3. Bercermin/make
up
4.
Mengetik di tablet
5.
Mendengarkan musik
|
1. Termenung
2.
Mengobrol
3. Bermain
bersama anak
|
b. Structural description
Structural
description
adalah bagaimana subjek mengalami dan memaknai pengalamannya. Dalam hal ini
bagaimana perasaan pasien yang sedang menunggu giliran periksa tersebut.
Berdasarkan
pernyataan-pernyataan yang diungkapkan para informan pada tahap horizonalization
maka dapat diketahui bahwa perasaan mereka secara umum terbagi dua jenis,
yaitu, ada yang merasa jenuh seperti yang dialami informan A. Dia hanya
memanfaatkan Hp nya untuk menelpon sebagai pengisi waktunya selama menunggu
atau mendapat giliran periksa oleh dokter gigi. Selain jenuh, sebenarnya informan A juga
merasa kecewa karena televisi di dekat tempat duduknya menunggu tidak
dinyalakan. Tidak seperti televisi yang dipasang di tempat menunggu dokter
lain, televisinya dihidupkan. Sementara itu hal yang berbeda tampak pada penjelasan
informan B,C, dan D. Mereka bertiga merasa santai selama menunggu. Informan B
dan D santai dengan menonton dan mendengarkan musik melalui hp nya. Demikian
pula dengan informan C, meskipun mengatakan dia santai, bisa membaca koran yang
ada namun tampak merasa agak kurang nyaman karena penyakit batuk yang dideritanya.
4. Deskripsi Esensi
Pada
tahap terakhir ini peneliti mendeskripsikan atau membangun konstruksi menyeluruh
atas makna-makna yang muncul berdasarkan perilaku pasien yang menunggu giliran
pemeriksaan oleh dokter di Apotek Kimia Farma.
Deskripsi mendalam mengenai
“perilaku menunggu”:
Berbagai macam perilaku pasien
selama menunggu muncul sebagai akibat kejenuhan ataupun ketidakjenuhan mereka.
Pada intinya dapat mengisi waktu sebelum mendapat giliran diperiksa.
Perilaku
seseorang dalam menunggu umumnya ditentukan oleh faktor eksternal maupun
internal. Faktor eksternal pasien dalam penelitian ini meliputi kondisi tempat
praktek dokter tersebut yang nyaman dan menyediakan berbagai fasilitas untuk
pasien yang sedang menunggu. Sedangkan faktor internalnya adalah kondisi psikis
pasien.
Pasien
dengan penyakit yang tidak terlalu parah atau tidak membutuhkan pangobatan
segera bisa menunggu dengan santai apalagi dengan memanfaatkan fasilitas yang
disediakan. Sebaliknya pasien yang penyakitnya terasa menganggu aktivitas
sehari-harinya misalnya batuk, seperti informan B, maka rasa santai yang
dirasakannya selama menunggu tidak senyaman yang dirasakan pasien B dan D.
Meskipun dapat memanfaatkan fasilitas koran sebagai pengisi waktu.
Lain
halnya dengan perasaan jenuh yang dirasakan pasien A. Perasaan itu muncul
akibat faktor eksternal, yakni fasilitas televisi yang mungkin sedang
bermasalah di dekat tempatnya menunggu, sehingga tidak difungsikan. Hal ini
menyebabkan rasa kecewa dan hanya mengandalkan fasilitas pribadi (hp) untuk
menelpon sebagai pengisi waktu selama menunggu.
E. Penutup
1.
Simpulan
Penelitian
yang berjudul “ANALISIS FENOMENOLOGI PERILAKU MENUNGGU” (Studi Pada Pasien
Menunggu Giliran Periksa di Apotek Kimia Farma Bandung) ini merupakan
penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan analisis fenomenologi.
Berdasarkan wawancara dan pengamatan yang dilakukan peneliti di tempat praktek
dokter Apotek Kimia Farma Bandung, maka ditemukan jawaban atas fokus kajian
yang telah dijelaskan sebelumnya.
Hal-hal
yang dilakukan pasien selama menunggu giliran periksa di Apotek Kimia Farma
adalah termenung,
mengobrol, menelpon (hp), mengetik pesan (hp), menonton, bercermin/make up,
membaca koran, mengetik di tablet, mendengarkan musik, bermain bersama anak.
Sedangkan perasaan para pasien yaitu ada yang merasa jenuh adapula yang merasa
santai.
2.
Saran
Sebaiknya
semua tempat umum yang merupakan tempat menunggu menyediakan fasilitas untuk mendukung
kenyamanan dalam menunggu. Selain itu segera melakukan perbaikan jika terdapat
permasalahan.
DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, Elvinaro dan Bambang Q-Anees. 2007. Filsafat Ilmu Komunikasi. Bandung:
Simbiosa Rekatama Media
Kismiyati, El Karim. 2007. Filsafat dan Etika Komunikasi.
Bandug: PT. Remaja Rosdakarya.
Littlejohn,
Stephen W dan Karen A. Foss. 2011. Teori Komunikasi. Jakarta: Salemba
Humanika.
Moleong, Lexi J. Metodologi Penelitian Kualitatif . Cet. 25;
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008.
Morissan dan Andy Corry Wrdhani. 2009. Teori Komunikasi tenteng
Komunikastor, Pesan, Percakapan, dan Hubungan. Bogor: Ghalia Indonesia.
Mulyana, Deddy. 2008. Komunikasi Massa: Kontroversi, Teori dan
Aplikasi. Bandung: Widya Padjajaran.
Pusat
Bahasa dan Depdiknas 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia Ed. III. Jakarta: Balai
Pustaka.
Syam,
Nina W. 2012. Psikologi Sosial Sebagai Akar Ilmu Komunikasi. Bandung: Simbiosa
Rekatama Media.
http://klikharry.com/2012/05/15/fenomena-antrian-rumah-sakit/
http://id.wikipedia.org/wiki/Dokter_
[1]http://klikharry.com/2012/05/15/fenomena-antrian-rumah-sakit/
diakses 11 Desember 2012 pukul 21.11 wib.
[2]
http://id.wikipedia.org/wiki/Dokter_umum diakses 11 Desember 2012 pukul 20.55
wib.
[3]http://kk.mercubuana.ac.id/files/94022-13-772299373715.doc diakses
pada 16 Desember 2012 pukul 17.20 wib.
No comments:
Post a Comment