Rosullullah
saw pernah menasehati sahabatnya dengan mengatakan bahwa orang yang beriman
tidak akan digigit dua kali pada lubang yang sama. Peringatan dan nasehat
Rosulullah saw ini, pantas kita renungi pada saat ini dalam situasi politik
dukung mendukung capres yang semakin panas. Terbentuknya koalisi kebangsaan,
yang sering diklaim sebagai bersatunya unsur Islam, nasionalisme maupun
nashrani , pantas kita cermati. Demikian juga seakan berulang kita saksikan,
ulama atau tokoh Islam , yang datang ke pusat-pusat kekuasaan, kemudian
mengeluarkan pernyataan mendukung calon A atau B. Dengan mudah pula kita
saksikan, bagaimana elit-elit kelompok atau partai Islam sering kali berubah
pendapat dalam masalah hukum syara’ yang jelas-jelas qot’I(tegas).
Tadinya halal kemudian haram, sebaliknya tadinya haram , sekarang menjadi
halal.
Memang , dengan mayoritas penduduknya beragama Islam,
suara rakyat muslim tentu tidak bisa diabaikan begitu saja. Dukungan dan
penolakan rakyat muslim yang mayoritas ini, jelas akan berpengaruh terhadap
perubahan seperti apa yang diinginkan . Dan cara yang paling sederhana untuk
meraih dukungan kaum muslim , ya lewat ulama-ulama mereka. Inilah yang sangat
disadari oleh kekuatan-kekuatan politik yang berebut kekuasaan. Tidak
mengherankan dalam sejarah pergulatan politik di Indonesia rakyat muslim dan
para ulama mereka , sering dijadikan sebagai pendukung atau pemicu perubahan.
Tidak ada yang membantah, ulama-ulama Islam dan kaum musliminlah yang berada
digaris depan pengusiran penjajah kafir portugis, Belanda, Inggris, dan Jepang.
Darah para syuhada ini telah membasahi bumi persada atas dasar kewajiban
jihad mengusir penjajah kafir. Bisa kita saksikan pengorbanan rakyat Aceh yang dikenal sebagai
muslim yang taat , saat menyumbangkan harta dan jiwa mereka saat melawan
penjajah. Sejarah kepahlawan kita pun penuh dengan kisah-kisah yang penuh gagah
berani dari para pemuka dan ulama Islam seperti Tuanku Imam Bonjol di Sumatera
Barat, Teuku Umar di Aceh, Pangeran Diponogoro di Mataram, Pangeran Hasanuddin
di Sulawaesi. Termasuk politisi Islam terkemuka seperti Haji Agus Salim,
Muhammad Natsir, Hamka, telah nyata sumbangsihnya bagi kemerdekaan Indonesia.
Sejarah juga telah mencatat bagaimana umat Islam berada di garis yang paling
depan saat melakukan perlawanan terhadap gerakan komunisme. Tokoh Islam,
organisasi Islam, ulama-ulama dan ustadz-ustadz adalah korban yang
paling banyak dari kebuasan gerakan komunisme. Umat Islam pula lah yang tidak
kenal lelah, berjuang . Semua berjuang sebagai bentuk perlawanan terhadap
atheisme yang kufur dan keinginan untuk menjaga aqidah umat dari penyesatan
ide-ide komunisme. Demikian pula halnya
dalam gerakan reformasi ,tokoh-tokoh umat Islam tidak bisa diabaikan
begitu saja.
Namun, apa yang menimpa umat Islam, saat kemenangan telah
diraih. Umat Islam pula yang menjadi korban utama dari para politisi yang
berebut kekuasaan tersebut. Para politisi nasionalis-sekuler , secara licik
telah memanfaatkan umat ini untuk kepentingan politik sekulerisme mereka. Dan
ironisnya sedikit umat Islam sadar , bahwa politisi sekuler berpolitik dengan
arahan kepentingan asing,yakni negara-negara imperiliasme.
Atas nama nasionalisme, Sukarno-Hatta meminggirkan
kekuatan Islam yang mengancam kepentingan mereka. Banyak tokoh-tokoh Islam yang
dipenjara dan disempitkan kehidupannya. Masyumi yang dikenal sebagai organisasi
Islam yang kuat saat itu , kemudian
dibubarkan oleh Sukarno, karena dianggap mengancam kepentingannya. Hal yang
sama terjadi pada masa orde Baru, kekuatan-kekuatan politik Islam yang tidak
mau tunduk kepada Suharto, disingkirkan atas nama stabilisasi. Menjaga ideologi
Pancasila, menjadi alasan untuk menangkap, memenjarakan, menyiksa, sampai
membunuh politisi Islam yang menolak kemungkaran yang dilakukan oleh rezim orde
baru. Tidak jauh beda setelah reformasi. Perang melawan terorismepun yang
dikomandoi oleh Amerika Serikat menjadi alasan untuk menyudutkan kaum muslim.
Semua pihak berlomba-lomba untuk menunjukkan kesungguhannya memerangi terorisme, yang sering kali didorong oleh keinginan untuk mengambil hati negara Imperialis yang menjadi
sponsor.
Inilah yang harus direnungi bersama oleh kaum muslim,
politisi Islam, parpol Islam, secara keseluruhan. Tindakan saling dukung
mendukung capres pada saat ini, seharusnya tidak lagi mengulangi kesalahan yang
berulang-ulang . Umat Islam seringkali
menjadi pendorong mobil mogok. Setelah kekuasaan diraih oleh para
politisi sekuler, umat Islampun ditinggalkan, bahkan dipinggirkan. Untuk itu
penting bagi kita merenungi kenapa sering kali posisi umat Islam, gerakan
Islam, parpol Islam , dipinggirkan. Paling tidak ada beberapa point penting
yang menjadi penyebabnya:
Pertama, sistem politik tempat umat Islam bermain adalah sistem
sekuler. Sistem politik sekuler pastilah akan menguntungkan kepentingan
kelompok sekuler. Karena itu jangan kita berharap banyak mendapat keuntungan
dan kemenangan , selama permainan didasarkan atas sistem sekulerisme. Saat kita
menyerukan syariah Islam, untuk diterapkan oleh negara, dengan gampang pihak
sekuler menolak. Kalimat yang sering muncul : kita bukan negara agama, bung;
kita ini bangsa yang plural bung. Sangat menyakitkan , bagaimana hanya
kata-kata iman dan takwa dalam RUU Sisdiknas kemarin dipersoalkan oleh kelompok
sekuler, dengan alasan agama jangan dibawa-bawa ke ruang publik. Apalagi kalau
kita menyerukan pendidikan yang didasarkan ideologi Islam. Mengambalikan piagam
Jakarta saja mendapat penolakan yang luar biasa. Padahal disitu hanya sebatas
berisi menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya, bukan menjalankan syariat
Islam secara kaffah ( yang mengatur islam maupun non Islam). Jadi keberadaan
sistem sekuler inilah yang justru menjadi penyebab kenapa umat Islam hanya
menjadi pendorong. Tidak berperan banyak. Sebab , sistem sekuler akan
menguntungkan orang-orang sekuler saja.
Kedua, gerakan Islam, politisi Islam, tokoh Islam yang berpikir
pendek (pragmatis). Salah satu problem besar umat Islam saat ini adalah sering melupakan pentingnya
strategi jangka panjang, tujuan jangka panjang. Hal ini yang membuat umat Islam
sering terjebak pada sikap pragmatisme, sebatas meraih kepentingan jangka
pendek yang sangat minimalis. Hanya untuk meraih kekuasaan : posisi anggota
parlemen, menteri, gubernur, Bupati, tidak sedikit membuat kita terjebak pada
politik dukung mendukung. Atau sebatas meraih keuntungan materi, meskipun
alasannya untuk membangun sekolah, pesantren dan sebagainya, tidak sedikit kita
tanpa pikir panjang mendukung kekuatan politik yang ada. Tentunya, sangat
menyedihkan, kalau memang ada ulama yang sengaja menjual ayat dan umatnya untuk
kepentingan materi. Sesuatu yang tidak kita harapkan terjadi.
Saatnyalah kita bersikap tegas dalam garis perjuangan
kita. Bahwa perjuangan haruslah kita arahkah pada perubahan yang mendasar.
Yakni merubah sistem sekuler yang merugikan ini menjadi sistem Islam. Untuk itu
bagaimana melanjutkan kehidupan Islam dengan penerapan hukum syara’ lewat
Daulah Khilafah Islam , sekali lagi, penting menjadi acuan bersama dalam
perjuangan ini.
Perjuangan juga harus tetap menjadikan syariah Islam
sebagai dasar patokan kita berbuat ditengah hiruk pikuk situasi politik saat
ini . Alasan kemashlahatan , yang sering dicari-cari sebagai pembenaran
langkah keliru kita harus ditinggakan. Kemashlahatan bukanlah didasarkan kepada
kepentingan politik jangka pendek. Dengan menegakkan syariah Islam-lah
kemashlahatan akan kita raih. Untuk itu perjuangan Rosulullah yang selalu
bermuara pada pembentukan kesadaran umat
akan Islam dan meraih dukungan umat akan Islam haruslah menjadi patokan. Sikap istiqomah
(konsisten), tidak bisa dibeli oleh harta bahkan nyawa sekalipun harus menjadi
sikap kita bersama. Kata-kata Rosul saat menolak kekuasaan,harta, dan wanita, yang kalau dia
menerima itu akan membuat dia menyimpang dari Islam pantas kita renungkan : “Demi
Allah, seandainya mereka sanggup meletakkan matahari di sebelah kananku dan
bulan di sebelah kiriku agar aku mau meninggalkan urusan (dakwah) ini, aku
tidak akan meninggalkannya, sampai Allah memenangkah dakwah ini dan aku hancur
karenanya “.(Siroh Ibn Hisyam)
Dengan cara inilah kita bisa menghindari pengkhianatan yang
berulang.
No comments:
Post a Comment