ANAK SHOLEH
ADALAH ASET ORANG TUA
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ
نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَسْتَهْدِيْهِ، وَنَعُوذُ
بِاللهِ تَعَالَى مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ
يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، وَمَنْ
لَمْ يَجْعَلِ اللهُ لَهُ نُوْرًا فَمَا لَهُ مِنْ نُوْرٍ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. قَالَ اللهُ تَعَالَى: وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْ
تَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَةً ضِعَافًا. (النساء: 9).
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ. وَأَحْيِنَا اَللَّهُمَّ عَلَى سُنَّتِهِ وَأَمِتْنَا عَلَى مِلَّتِهِ. وَبَعْدُ؛
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ. وَأَحْيِنَا اَللَّهُمَّ عَلَى سُنَّتِهِ وَأَمِتْنَا عَلَى مِلَّتِهِ. وَبَعْدُ؛
Jamaah yang dirahmati ALLAH
Anak adalah buah hati
bagi kedua orang tuanya yang sangat disayangi dan dicintainya. Sewaktu bahtera rumah tangga pertama kali diarungi, maka pikiran
pertama yang terlintas dalam benak suami istri adalah berapa jumlah anaknya
kelak akan mereka miliki serta kearah mana anak tersebut akan dibawa.
Menurut Sunnah
melahirkan anak yang banyak justru yang terbaik. Rasulullah Shallallaahu alaihi
wa Salam bersabda:
تَزَوَّجُوا
الْوَلُوْدَ وَالْوَدُوْدَ فَإِنِّيْ مُكَاثِرٌ بِكُمْ.
Artinya: “Nikahilah
wanita yang penuh dengan kasih sayang dan karena sesungguhnya aku bangga pada
kalian dihari kiamat karena jumlah kalian yang banyak.” (HR. Abu Daud dan An
Nasa’I, kata Al Haitsamin).
Namun yang menjadi
masalah adalah kemana anak akan kita arahkan setelah mereka terlahir. Umumnya
orang tua menginginkan agar kelak anak-anaknya dapat menjadi anak yang shalih,
agar setelah dewasa mereka dapat membalas jasa kedua orang tuanya. Namun obsesi
orang tua kadang tidak sejalan dengan usaha yang dilakukannya. Padahal usaha
merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan bagi terbentuknya watak dan
karakter anak. Obsesi tanpa usaha adalah khayalan semu yang tak akan mungkin
dapat menjadi kenyataan.
Bahkan sebagian orang
tua akibat pandangan yang keliru menginginkan agar kelak anak-anaknya dapat
menjadi bintang film (Artis), bintang iklan, fotomodel dan lain-lain. Mereka
beranggapan dengan itu semua kelak anak-anak mereka dapat hidup makmur seperti
kaum selebritis yang terkenal itu. Padahal dibalik itu semua mereka kering akan
informasi tentang perihal kehidupan kaum selebritis yang mereka puja-puja.
Jamaah yang dirahmati ALLAH
Hal ini terjadi akibat
orang tua yang sering mengkonsumsi berbagai macam acara-acara hiburan
diberbagai media cetak dan elektronik, karena itu opininya terbangun atas apa
yang mereka lihat selama ini
Jamaah yang dirahmati
ALLAH
Kehidupan sebagian
besar selebritis yang banyak dipuja orang itu tidak lebih seperti kehidupan
binatang yang tak tahu tujuan hidupnya selain hanya makan dan mengumbar nafsu
birahinya. Hura-hura, pergaulan bebas, miras, narkoba dan gaya hidup yang serba
glamour adalah konsumsi sehari-hari mereka. Sangat jarang kita saksikan di
antara mereka ada yang perduli dengan tujuan hakiki mereka diciptakan oleh
Allah Subhannahu wa Ta'ala , kalaupun ada mereka hanya menjadikan ritualisme
sebagai alat untuk meraih tujuan duniawi, untuk mengecoh masyarakat tentang
keadaan mereka yang sebenarnya. Apakah kita menginginkan anak-anak kita menjadi
orang yang jauh dari agamanya yang kelihatannya bahagia di dunia namun
menderita di akhirat? Tentu tidak. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
artinya: “Dan hendaklah
takut kepada Allah orang-orang yang sekiranya meninggalkan di belakang mereka
anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)mereka” (An
Nisa: 9).
Pengertian lemah dalam
ayat ini adalah lemah iman, lemah fisik, lemah intelektual dan lemah ekonomi.
Oleh karena itu selaku orang tua yang bertanggung jawab terhadap anak-anaknya,
maka mereka harus memperhatikan keempat hal ini. Pengabaian salah satu dari
empat hal ini adalah ketimpangan yang dapat menyebabkan ketidak seimbangan pada
anak.
Banyak orang tua yang
mementingkan perkembangan anak dari segi intelektual, fisik dan ekonomi semata
dan mengabaikan perkembangan iman. Orang tua terkadang berani melakukan hal
apapun yang penting kebutuhan pendidikan anak-anaknya dapat terpenuhi,
sementara untuk memasukkan anak-anak mereka pada TK-TP Al-Qur’an terasa begitu
enggan. Padahal aspek iman merupakan kebutuhan pokok yang bersifat mendasar
bagi anak.
Ada juga orang tua yang
menyeimbangkan pemenuhan kebutuhan bagi anak-anak mereka dari keempat masalah
pokok di atas, namun usaha yang dilakukannya kearah tersebut sangat
diskriminatif dan tidak seimbang. Sebagai contoh: Ada orang tua yang dalam
usaha mencerdaskan anaknya dari segi intelektual telah melaksanakan usahanya
yang cukup maksimal, segala sarana dan prasarana kearah tercapainya tujuan
tersebut dipenuhinya dengan sungguh-sungguh namun dalam usahanya memenuhi
kebutuhan anak dari hal keimanan, orang tua terlihat setengah hati, padahal
mereka telah memperhatikan anaknya secara bersungguh-sungguh dalam segi
pemenuhan otaknya.
Jamaah yang dirahmati
ALLAH.
Karena itu sebagian
orang tua yang bijaksana, mesti mampu memperhatikan langkah-langkah yang harus
di tempuh dalam merealisasikan obsesinya dalam melahirkan anak yang shalih. Di
bawah ini akan kami ketengahkan beberapa langkah yang cukup representatif dan
membantu mewujudkan obsesi tersebut:
1. Menciptakan
lingkungan yang kondusif ke arah tercipta-nya anak yang shalih.
Lingkungan merupakan tempat di mana manusia melaksanakan aktifitas-aktifitasnya. Secara mikro lingkungan dapat dibagi dalam tiga bagian, yaitu:
Lingkungan merupakan tempat di mana manusia melaksanakan aktifitas-aktifitasnya. Secara mikro lingkungan dapat dibagi dalam tiga bagian, yaitu:
a. Lingkungan keluarga
Keluarga merupakan
sebuah institusi kecil dimana anak mengawali masa-masa pertumbuhannya. Keluarga
juga merupakan madrasah bagi sang anak. Pendidikan yang didapatkan merupakan
pondasi baginya dalam pembangunan watak, kepribadian dan karakternya.
Jama'ah yang dirahmati ALLAH.
Jika anak dalam keluarga senantiasa terdidik dalam warna
keIslaman, maka kepribadiannya akan terbentuk dengan warna keIslaman tersebut.
Namun sebaliknya jika anak tumbuh dalam suasana yang jauh dari nilai-nilai
keIslaman, maka jelas kelak dia akan tumbuh menjadi anak yang tidak bermoral.
Seorang anak yang terlahir dalam keadaan fitrah, kemudian orang tuanyalah yang
mewarnainya, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ،
فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ. (رواه
البخاري).
Artinya: “Setiap anak
dilahirkan dalam keadaan yang fitrah (Islam), maka orang tuanya yang
menyebabkan dia menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR. Al-Bukhari)
Untuk itu orang tua harus dapat memanfaatkan saat-saat awal dimana anak kita mengalami pertumbuhannya dengan cara menanamkan dalam jiwa anak kita kecintaan terhadap diennya, cinta terhadap ajaran Allah Subhannahu wa Ta'ala dan RasulNya Shallallaahu alaihi wa Salam, sehingga ketika anak tersebut berhadapan dengan lingkungan lain anak tersebut memiliki daya resistensi yang dapat menangkal setiap saat pengaruh negatif yang akan merusak dirinya.
Agar dapat memudahkan
jalan bagi pembentukan kepribadian bagi anak yang shalih, maka keteladanan
orang tua merupakan faktor yang sangat menentukan. Oleh karena itu, selaku
orang tua yang bijaksana dalam berinteraksi dengan anak pasti memperlihatkan
sikap yang baik, yaitu sikap yang sesuai dengan kepribadian yang shalih
sehingga anak dapat dengan mudah meniru dan mempraktekkan sifat-sifat orang
tuanya.
b. Lingkungan Sekolah
Sekolah merupakan
lingkungan di mana anak-anak berkumpul bersama teman-temannya yang sebaya
dengannya. Belajar, bermain dan bercanda adalah kegiatan rutin mereka di
sekolah. Sekolah juga merupakan sarana yang cukup efektif dalam membentuk watak
dan karakter anak. Di sekolah anak-anak akan saling mempengaruhi sesuai dengan
watak dan karakter yang diperolehnya dalam keluarga mereka masing-masing. Anak
yang terdidik secara baik di rumah tentu akan memberi pengaruh yang positif
terhadap teman-temanya. Sebaliknya anak yang di rumahnya kurang mendapat
pendidikan yang baik tentu akan memberi pengaruh yang negatif menurut karakter
dan watak sang anak.
Faktor yang juga cukup
menentukan dalam membentuk watak dan karakter anak di sekolah adalah konsep
yang diterapkan sekolah tersebut dalam mendidik dan mengarahkan setiap anak
didik.
Sekolah yang ditata
dengan managemen yang baik tentu akan lebih mampu memberikan hasil yang
memuaskan dibandingkan dengan sekolah yang tidak memperhatikan sistem
managemen. Sekolah yang sekedar dibangun untuk kepentingan bisnis semata pasti
tidak akan mampu menghasilkan murid-murid yang berkualitas secara maksimal,
kualitas dalam pengertian intelektual dan moral keagamaan.
Oleh sebab itu orang
tua seharusnya mampu melihat secara cermat dan jeli sekolah yang pantas bagi
anak-anak mereka. Orang tua tidak harus memasukkan anak mereka di
sekolah-sekolah favorit semata dalam hal intelektual dan mengabaikan faktor
perkembangan akhlaq bagi sang anak, karena sekolah tersebut akan memberi warna
baru bagi setiap anak didiknya.
Keseimbangan pelajaran
yang diperoleh murid di sekolah akan lebih mampu menyeimbangkan keadaan mental
dan intelektualnya. Karena itu sekolah yang memiliki keseimbangan kurikulum
antara pelajaran umum dan agama akan lebih mampu memberi jaminan bagi seorang
anak didik.
c. Lingkungan
Masyarakat
Masyarakat adalah
komunitas yang terbesar dibandingkan dengan lingkungan yang kita sebutkan
sebelumnya. Karena itu pengaruh yang ditimbulkannya dalam merubah watak dan
karakter anak jauh lebih besar.
Masyarakat yang
mayoritas anggotanya hidup dalam kemaksiatan akan sangat mempengaruhi perubahan
watak anak kearah yang negatif. Dalam masyarakat seperti ini akan tumbuh
berbagai masalah yang merusak ketenangan, kedamaian, dan ketentraman.
Anak yang telah di didik secara baik oleh orang tuanya untuk selalu taat dan patuh pada perintah Allah Subhannahu wa Ta'ala dan RasulNya, dapat saja tercemari oleh limbah kemaksiatan yang merajalela disekitarnya. Oleh karena itu untuk dapat mempertahankan kualitas yang telah terdidik secara baik dalam institusi keluarga dan sekolah, maka kita perlu bersama-sama menciptakan lingkungan masyarakat yang baik, yang kondusif bagi anak.
Persepsi yang keliru biasanya masih
mendominasi masyarakat. Mereka beranggapan bahwa yang bertanggung jawab dalam
masalah ini adalah pemerintah, para da’i, pendidik atau ulama. Padahal
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam , bersabda:
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ
بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ. (رواه مسلم).
Artinya: “Barangsiapa
di antaramu melihat kemungkaran hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, jika
ia tidak sanggup maka dengan lidahnya, dan jika tidak sanggup maka dengan
hatinya. Dan itu adalah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim)
Jika setiap orang
merasa tidak memiliki tanggung jawab dalam hal beramar ma’ruf nahi munkar, maka
segala kemunkaran bermunculan dan merajalela di tengah masyarakat kita dan
lambat atau cepat pasti akan menimpa putra dan putri kita.
Jamaah jum’at
rahimakumullah
Amar ma’ruf adalah
kewajiban setiap individu masing-masing yang harus dilaksanakan. Jika tidak
maka Allah Subhannahu wa Ta'ala , pasti akan menimpakan adzabnya di
tengah-tengah kita dan pasti kita akan tergolong orang-orang yang rugi Allah
Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.” (Ali-Imran: 104).
Untuk itu di akhir
ceramah ini marilah kita bersama-sama merasa peduli terhadap kelangsungan hidup
generasi kita, semoga dengan kepedulian kita itulah Allah Subhannahu wa Ta'ala
akan senantiasa menurunkan pertolonganNya kepada kita dan memenangkan Islam di
atas agama-agama lainnya. Marilah kita berdo’a kepada Allah Subhannahu wa
Ta'ala .
رَبِّ اجْعَلْنِيْ
مُقِيْمَ الصَّلاَةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِيْ، رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءَ. رَبَّنَا
اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ يَوْمَ يَقُوْمُ الْحِسَابُ.
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ، وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ.
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ، وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ.
WASSALAMU ‘ALAIKUM WR WB.
Identifikasi materi dakwah berdasarkan
unsur-unsur dakwah
1.
Subjek dakwah (Da’i):
Sebaiknya disampaikan oleh da’i yang telah berkeluarga karena materinya
menyangkut pembinaan keluarga.
2.
Objek dakwah (Mad’u): Khalayak
yang disuguhi materi dakwah di atas adalah para orang tua. Dapat disampaikan
kepada jamaah shalat ataupun ibu-ibu majlis taklim.
3.
Materi Dakwah: Berlandaskan
Al-qur’an yakni mengutip surat An-Nur ayat 9 dan surat Ali Imran ayat 104.
Selain itu juga mengangkat hadist yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan
An-Nasa’i, Bukhari serta Muslim.
4.
Metode Dakwah: Disampaikan
dengan cara berhadapan langsung dengan para audiens atau jamaah.
5.
Media Dakwah: Menggunakan microphone serta sound system agar suara da’i dapat didengar oleh seluruh jama’ah.
Dapat pula disiarkan langsung melalui televisi atau radio.
No comments:
Post a Comment