Media merupakan salah satu
unsur penting dalam komunikasi. Menurut para ahli, komunikasi memilki lima
unsur utama, yaitu komunikator, pesan, media, komunikan, dan efek. Proses
komunikasi secara primer adalah proses penyampaian fikiran atau perasaan
seseorang kepada orang aian dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang yang merupakan media primer dalam
komunikasi itu adalah bahasa, isyarat, gambar, warna dan lain sebagainya,
sedangkan telepon, e-mail, radio dan
televisi merupakan media pendukung yang mempermudah dan memperluas jaringan
komunikasi.
Secara ringkas proses
berlangsungnya komunikasi bisa digambarkan sebagai berikut:
1.
Komunikator (sender) yang mempunyai maksud berkomunikasi dengan orang lain
mengirimkan suatu pesan kepada orang yang dimaksud. Pesan yang disampaikan itu
bisa berupa informasi dalam bentuk bahasa ataupun simbol-simbol yang bisa
dimengerti kedua pihak. Pesan (message)
itu disampaikan atai dibawa melalui suatu media atau saluran baik secara
langsung mauoun langsung. Misalnya, seseorang berbicara langsung melalui
telepon, menulis surat, e-mail atau
media lainnya. Dalam hal ini, media pendukung, (channel) merupakan alat yang menjadi penyampaian pesan menjadi
penyampai pesan dari komunikator kepada komunikan.
2.
Komunikan (receiver) menerima pesan yang disampaikan dan menerjemahkan isi pesan yang diterimanya ke dalam bahasa
yang dimengerti oleh komunikan.
3.
Komunikan (receiver) memberikan umpan balik (feedback) atau tanggapan atas pesan yang dikirimkan kepadanya,
apakah dia mengerti atau memahami pesan yang dimaksud oleh pengirim.
4.
Jika pesan (message) yang disanpaikan oleh komunikator (sender) diterima oleh komunikasn (receiver) dengan akurat, efektif dan efisien, maka pesan (message) itu akan menimbulkan efek yang
positif pada diri komunikan.
A. Bahasa Merupakan Media Primer
Dalam Proses Komunikasi
Ibnu Kasir dalam menafsirkan
Surat Ibrahim/14 ayat 4, menyatakan: “Sungguh merupakan kasih sayang Allah
kepada makhluk-Nya mengutus para rasul dengan bahasa kaumnya agar mereka dapat
memahami apa yangdikehendaki para rasul tersebut.
Dalam kaitan dengan misi para
rasul, jelas bahwa misi mereka bukan hanya menyampaikan innformasi, tetapi
berkomunikasi agar terbentuk hubungan sosial di antara Rasul dengan kaumnya.
Proses komunikasi seorang Rasul dengan kaumnya, yang dalam terminologi
komunikasi disebut proses komunikasi antara pembawa pesan (sender) dan penerima pesan (receiver),
berlangsung melalui empat tahap berikut:
1.
Seorang Rasul menyampaikan pesan
dalam bahasa yang dipahami oleh kaumnya sehingga pesan (message) yang disampaikannya bisa diterima dengan baik.
2.
Umat sebagai komunikan (receiver) atau penerima pesan dapat menerima
isi dan kandungan pesan yag disampaikan Rasul, dengan akurat tanpa mengalami
distorsi karena menggunakan bahasa yang dimengerti oleh komuikan.
3.
Komunikan (receiver) memberikan umpan balik (feedback) atau tanggapan atas pesan yang disampaikan oleh para
Rasul kepada mereka. Umpan balik itu bisa berupa penerimaan, penolakan atau
keraguan, yang mngkin masih dalam proses mempertimbangkan karena masih
diselimuti kebingungan.
4.
Komunikan yang menerima pesan yang
disampaikan para Rasul akan membentuk hubungan sosial yang harmoni dengan
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam
sehingga terbentuk komunitas pengikut atau uamat yang beriman yang memiliki
loyalitas yang tinggi dan solidaritas sosial (ukhuwah) yang kuat dengan sesama umat beriman sebagaimana solidaritas
yang terbentuk di antara sahabat Muhajirin dan Anshar dalam komunitas
masyarakat madani di Madinah.
Peristiwa ini digambarkan dalam QS. Al Hasyr/59: 9.
Alqur’an menjelaskan, bahwa
umpan balik (feedback) atau tanggapan
komunikan terhadap pesan (message)
yang disampaikan Rasul, dapat dibagi menjadi tiga kelompok.
Ø
Kaum Beriman: Kelompok yang
menerima pesan (message) dengan
mantap sehingga melahirkan keyakinan. Menurut Al-Qur’an, kaum ini juga terbagi
tiga kelompok:
1)
Sabiq bil-khayrat (yang bergegas dalam mewujudkan
kebaikan): Kelompok yang menerima pesan (message)
dan mewujudkan pesan itu dalam kehidupan pribadi dan sosialnya dengan
bersungguh-sungguh.
2)
Muqtasid (ekonomis): Kelompok yang menerima
pesan (message) dan mewujudkan pesan
itu dalam kehidupan pribadi dan sosialnya dengan biasa-biasa saja. Mereka hanya
melaksanakan kewajiban, tetapi tidak bersungguh-sungguh melaksanakan anjuran
dan kebaikan-kebaikan.
3)
Zalim bi nafsih (berbuat zalim terhadap
dirinya sendiri): Kelompok yang menerima pesan (message) yang dibawa Rasul dengan sekedar beriman, tetapi tidak
mengamalkan ajaran agama secara sempurna; tidak melaksanakan kewajiban, apalagi
yang bersifat anjuran dan kebaikan-kebaikan.
Ø
Kaum Kafirin: Kelompok yang menolak pesan (message) dengan menutup diri.
Ø
Kaum Munafiqin: Kelompok yang seolah-olah menerima, tetai di dalam
hatinya muncul penolakan karena masih diselimuti berbagai keraguan.
Al-Qur’an menjelaskan, Allah subhanahu wa ta’ala memilih media komunikasi yang sama di antara
Rasul dengan kaumnya dengan memilih bahasa yang sama di antara mereka agar
tujuan komunikasi, yakni pesan (message)
sampai kepada sasaran dengan akurat, efektif
dan efisien sehingga terhindar dari distorsi.
B. Isyarat Merupakan Media
Primer dalam Proses Komunikasi
Dalam surat Ali Imran/3: 41 disebutkan bahwa “Nabi Zakaria
tidak berbicara dengan manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat”. Ayat
ini mengakui dua cara berkomunikasi, komunikasi dengan bahasa verbal dan
komunikasi dengan bahasa nonverbal, sedangkan berbicara termasuk komunikasi
dengan bahasa verbal.
Isyarat yang dimaksudkan dalam ayat di atas, menurut Ibnu
Kasir, bahwa Nabi Zakaria tidak dapat mengucapkan kata-kata (untuk
berkomunikasi dengan manusia), padahal beliau dalam keadaan sehat selama tiga
hari. Dalam keadaan ini, Allah memerintahkan kepada beliau untuk memperbanyak
zikir, takbir, dan tasbih sebagaimana firman Allah dalam surah Ali Imran/3: 41.
Dalam menafsirkan ayat tersebut, al-Maragi menjelaskan, “Tanda
(yang diberikan Allah kepada Nabi Zakaria untuk mendapatkan keturuna) beliau
tidak dapat berbicara dengan manusia hingga tidak sanggup menggerakkan lidah
selama tiga hari tiga malam terus-menerus kecuali melalui isyarat dengan tangan
dan kepala tetapi beliau tidak mengalami kesulitan untuk berzikir dan bertasbih
kepada Allah sehingga kesempatan tiga hari itu dipergunakan sepenuhnya untuk
berzikir sebagai ungkapan bersyukur kepada Allah.
Tujuan semua ini menurut Muhammad ‘Ali as-Sabuni,
bahwasanya telah nyata hambatan yang bersifat samawi yang mengunci lidah beliau
(Nabi Zakaria) untuk berbicara selain berzikir kepada Allah. Beliau dikunci
untuk berbicara tetapi tidak dikunci untuk berzikir dan bertasbih, hal ini
merupakan bentuk i’jaz, cara Allah
menunjukkan otoritas kekuasaan-Nya yang paling canggih.
Al-Qur’an menyadarkan manusia bahwa Allah memiliki
kekuasaan ang absolut guna menghentikan sementara kemampuan hamba-Nya, Nabi
Zakaria, untuk berkomunikasi kepada manusia engan bahasa verbal. Beliau hanya
bisa berkomunikasi dengan manusia melalui bahasa nonverbal. Padahal beliau
dalam keadaan sehat lahir batin.
C. Khitabah Media Pendukung Proses Komunikasi
Khitabah yang dimaksud di sini adalah
prinsip-prinsip penyampaian pesan melalui komunikasi lisan. Istilah komunikasi
lisan dalam Al-Qur’an sebagian besar diungkapkan dengan kata qala, natiqa, dan kallama atau tukallama.
Dalam ilmu komunikasi, khitabah
ternasuk bentuk komunikasi massa (mass
communication), yaitu komunikasi dengan sasaran kelompok orang dalam jumlah
besar, yang pada umumnya tidak dikenal.
Di dalam
Al-Qur’an, terdapat prinsip-prinsip khitabah,
komunikas massa, yang harus diperhatikan supaya proses komunikasi berlangsung
dengan akurat, efektif, dan efisien, serta menimbulkan efek yang positif pada
diri komunikan sebagai berikut:
1.
Memilih kata-kata yang santun
Menurut Ibnu Kasir, Allah subhanahu wa ta’aala dalam ayat 52 surah
al-Isra memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman agar berkata dngan perkataan
yang baik (ahsan) atau menggunakan
kata-kata yang terbai ketika berkomunikasi atau ketia menyampaikan,
menganjurkan dan mengajak manusia untuk mnegamalkan ajaran Islam dalam
kehidupan. Jika mereka tidak berbuat demikian, maka diantara mereka akan terkena hasutan syaitan yang akan
berdampak pada perilaku mereka, sehingga akan terjadi pertengkaran dan
permusuhan diantara mereka.
2.
Isi pesan tidak brsifat cacian
Komunikasi massa yang baik dilakukan
bukan hanya dengan memilih kata-kata yang atun, namun juga dengan memperhatikan
isi pesan agar tidak bersifat cacian. Menurut Iman An-Nawawi, maksud dari
ungkpan hendaklah berbuat baik atau diam,
bahwa jika seseorang akan berkata sesuatu, maka hendaklah berpikir dahulu, jika
perkataannyanakan mendatangkan pahala baginya, baik berkaitn dengan perkara
wajib mauun sunnah maka katakanlah. Sebaliknya, apabila perkataannya tidak akan
mendatangkan pahala, baik secara lahiriah berkaitan dengan perkara yang makruh
maupun haram, maka hendaklah ia menahan perkataannya.
3.
Berkomunikasi dengan efektif,
efisien berkualitas, dan bermartabat
Al-Qur’an sangat menekankan agar
orang beriman memiliki kesadaran untuk berkomunikasi secara lisan dengan
efektif, efisien, tidak merendahkan komunikan, mudah dicerna, dilakukan dengan
gaya yang simpatik, lembut, dan rasional, berisikan informasi yang jujur,
benar, dan tidak dibuat-buat, serta berbobot dan berkualitas. Bimbingan ayat
al-Qur’an dalm melakukan komunikasi massa yang berkualitas, baik dalam
berkhutbah. Ceramah, kuliah umum maupun dalam berpidat yang tergolong ke daam public speaking sebagai berikut:
a)
Pesan yang membekas pada jiwa mustami’in (an-Nisa/4: 63)
b)
Pesan yang disampaikan dengan
bahasa yang santun (al-Isra/17: 23)
c)
Pesa yang disampaikan dengan cara
yang lemah lembut (al-Isr/17: 28)
d)
Pesan yangdisampaikan dengan
bahasa yang baik (al-Baqarah/2: 235)
e)
Berkomunikasi dengana cara-cara
persuasif (Taha/20: 44 dan al-Ahzab/33: 70-71)
f)
Berkomunikasi dengan pesan yang
berbobot (al-Muzzammil/73: 5)
D. Khutbah Jum’at Media
Komunikasi Massa
Khutbah
jum’at merupakan salah satu bentuk media komunikasi massa yang bersfat ibadah mahdah. Di dalam al-Qur’an ada perintah
secara implisit tentang kewajiban shalat Jum’at dan menyimak atau mendengarkan
secara aktif pesan-pesan yang disampaikan para khatib yang berisi anjuran untuk
mengkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan umat kepada Allah. Ada beberapa
gambaran yang diisyaratkan al-Qur’an tentang khutbah Jum’at sebagai berikut:
a)
Khutbah Jum’at merupakan media zikrullah (mengingat Allah).
Dalam surah al-Jumu’ah/62:9,
ungkapan zikrullah, mengingat Allah
adala khutbah jum’at sehingga ayat ini difahami bahwa apabila imam telah naik
mimbar untuk memberikan khutbah dn muazzin telah azan di hari Jum’at, maka kaum
muslimin wajib bersegera memenuhi panggilan muazzin itu dan meninggalkan semua
pekerjaannya.
b)
Wajib menyimak khutbah Jum’at
Allah menerangkan bahwa apabila
muazin mengumandangkan azan pada hari Jum’at, maka hendaklah kita menggalkan
perniagaan dan segala usaha dunia serta bersegera ke masjid untuk mendengarkan
khutbah dan melaksanakan shalat Jum’at dengan cara yang wajar, tidak
berlari-lai, tetapi berjalan dengan tenang sampai ke masjid.
c)
Menyimak khutbah Jum’at, memilih
Allah, meninggalkan dunia
Pada surah al-Jumu’ah/62: ayat 11,
Allah mencela peruatan orang-orang beriman yang lebih mementingkan kafilah
dagang yang baru tiba daripada menyimak khutbah Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga mereka mennggalkan beliau
dalam keadaaan berdiri berkhutbah.
d)
Khutbah Jum’at itu media
komunikasi massa yang one way
communication, komunikasi satu arah.
Dalam
hadis yang diriwayatkan oleh ad-amiri dari Anas bin Malik, Rasulullah bersabda, “Aku orang yang pertama keluar, aku pemimpin
mereka ketika mereka bergerak, aku adalah khatib bagi mereka ketika mereka
mendengan aktif, aku yang menolong mereka ketika mereka ditahan (musuh), aku
yang membesarkakn hati mereka ketika mereka putus asa. Kemuliaan dan
keterbukaan (kemenangan) pada hari itu di tanganku. Aku anak cucu Adam yang
paling muli menurut Tuhanku. Seribu pelayan mengelilingi aku. Mereka
seakan-akan permata atau mutiara yang memancar”. Singkatnya dalam khutbah Jum’at seorang khatib
menyampaikan khutbah, sementara jamaah sebagai komunikan wajib mendengar aktif.
E. Murasalah Media Pendukung Proses Komunikasi
Murasalah
atau surat
menyurat merupakan salah satu media dalam proses komunikasi yang memiliki
kedudukan yang strategis, sekaligus menjadi indikator tingkat peradaban manusia
yang tinggi. Ilai fundamental yang mendukung budaya murasalah adalah budaya tulis menulis. Dalam al-Qur’an Allah
bersumpah dengan Nun yang berarti
tinta. Jika Allah bersumpah dengan suatu cipataan-Nya, maka yang dipilih untuk
menjadi sumah itu sesuatu yang bermakna bagi kehidupan manusia. Tinta adalah
alat pendukung utama tulis menulis, sedangkan tulis menulis merupaka media
komunikasi yang menjadikan pesan yang dibawanya bertahn lama dan dapat menmbus
batas-batas budaya dan waktu.
Abu al-Faraj Ibnu A-Jauzi mencatat bahwa
penafsiran terhadap kata nun dalan
surah al-Qolam/68: ayat 1, cukup beragam hingga sampai tujuh pendapat; namun
menurutnya, pendapat yang paling banyak dipegang adalah pemahaman kata nun sebagai dawat (tinta). Dengan sendirinya ayat ini berposisi sebagai
perintah yang mewajibkan kaum muslimin untuk mendalami ilmu tulis-menulis,
sebab dengan ilmu inilah mereka berhak menjadi pelopor peradaban (kayru ummah).
Surah Nun
dibuka dengan sumpah Allah melalui tinta, pena dan tulisan yang merupakan tiga
penyangga media komunikasi tertulis. Sedangkan surah an-Naml ayat 29 dan
seterusnya memberikan contoh bagaimana ketiga pilar media komunikasi tertulis
itu digunakan untuk menyampaikan pesan dakwah. Salah satu contoh murasalah dalam al-Qur’an adalah murasalah Nabi Sulaiman dengan Ratu
Negeri Saba.
Alqur’an menuturkan bahwa Nabi Sulaiman
mengetahui Kerajaan Saba melalui informasi yang disampaikan burung Hudhud yang
menghilang cukup lama, kemudian datang menghadap Nabi Sulaiman dengan membawa
informasi tentang kerajaan Saba. Dalam ayat 23 Surah an-Naml, dijelaskan bahwa
kerajaan Saba’ dipimpin oleh seorang ratu, sedangakan penduduknya adalah
orang-orng yang menyembah matahari. Nabi Sulaiman dalam kapasitasnya sebagai
kepala negara tidak begitu saja mempercayai informasi yang disampaikan Hudhud
tersebut. Beliau ingin membuktikan sendiri kebenaran informasi ini sebagaimana
dalam ayat 27-27 surah an-Naml.
Nabi Sulaiman ingin menguji informasi yang
disampaikan hudhud dengan strategi pengujian informasi yang canggih. Beliau
menugaskan hudhud untuk mengirimkan surat kepada Ratu Balqis di kerajaan Saba’.
Lalu hudhud ditgaskan pula untuk menjauh dari lingkungan istana tetapi
dierintahkan supaya berada di suatu tempat yang aman dan dapat memantau
perkembangan terkini dari Ratu Balqis, terutama tentang umpan balik (feedback) atau tanggapan dan reaksi para
pejabat kerajaan tentan surat beliau.
Pesan utama surat Nabi Sulaiman, menurut
al-Qur’an, terfokus pada dua target berikut:
1.
Menyadarkan Ratu Balqis dan
seluruh rakyat Negeri Saba’ bahwa sikap meeka menyembah matahari itu tidakan
yang salah, tidak wajar dan tidak masuk akal; sekaligus memperkenalkan bahwa
yang berhak disembah hanya Allah, Tuhan menciptakan segala sesuatu, dan
menetapkan pengaturannya, termasuk matahari yang mereka sembah itu. Semua pesan
itu tersirat pada suraj an-Naml ayat 24-26.
2.
Nabi Sulaiman dalam posisi beliau
sebagai Nabi dan Rasul, sekaligus sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan
meminta penguasa negeri Saba’ itu untuk
merenungkan kembali secara rasional sikap mereka selama ini yang menyembah
matahari. Nabi Sulaiman pun mengingatkan Ratu Balqis agar tidak bersikap arogan
berhadapan dengan kebenaran yang berasal dari Allah yang Maha Benar. Beliau
mengundang Ratu Balqis untuk datang ke Palestina, pusat pemerintahan kerajaan
Sulaiman, dan mengajak Ratu Balqis bersama-sama beliau menjadi hamba yang
berserah diri kepada Allah. Hal ini merupakan kajian mendalam tentang ayat 31
surah an-Naml.
Dalm proses komunikasi, Nabi Sulaiman
merupakan komunikator yang menjadi sender,
yang mengirimkan surat kepada Rati Balqis. Beliau mempunyai maksud untuk
berkomunikasi dengan Ratu dari Negeri Saba tersebut, yakni memperkenalkan Allah
kepada mereka dan mengajak mereka beriman kepada Allah. Nabi Sulaiman telah
melakukan komunikasi dengan efektif dan efisien. Beliau berkomunikasi dalam
bentuk murasalat, menulis surat
dengan bahasa singkat, padat, dan jelas sehingga pesan yang menjadi esensi
surat itu bisa dipahami oleh Ratu Balqis dengan akurat.
Singkatnya, Nabi Sulaiman telah memelopori
dakwah dengan pena atau dakwah bil qalam.
Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa surat Sulaiman kepada Ratu Negeri
Saba’ merupakan surat bercorak dakwah dan komuikasi pertama yang dimulai dengn
kalimat: bismillahirrahmanirrahim.
Oleh karena itu menurut KH. Ali Yafie, dakwah
bil qalam merupakan salah satu media komunikasi untuk menyampaikan informasi tentang Allah,
alam, makhluk-makhluk, hari akhir, serta nilai-nilai keabadian hidup. Dakwah
model ini merupakan dakwah tertulis lewat media cetak.
Sejalan dengan pandangan di tas, Jaluddi
Rakhmat menyatakan bahwa dakwah bil qalam
adalah dakwah melalui media cetak. Mengingat kemajuan teknologi informasi
yang memungkinkan orang berkomunikasi secara intensif dan menyebabkan pesan
dakwah bisa menyebar seluas-luasnya, maka dakwah lewat tulisan merupakan
keharusan mutlak yang harus dimanfaatkan umat islam dewasa ini.
No comments:
Post a Comment