Wednesday, December 4, 2013

Media Komunikasi dan Informasi


Media merupakan salah satu unsur penting dalam komunikasi. Menurut para ahli, komunikasi memilki lima unsur utama, yaitu komunikator, pesan, media, komunikan, dan efek. Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian fikiran atau perasaan seseorang kepada orang aian dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang yang merupakan media primer dalam komunikasi itu adalah bahasa, isyarat, gambar, warna dan lain sebagainya, sedangkan telepon, e-mail, radio dan televisi merupakan media pendukung yang mempermudah dan memperluas jaringan komunikasi.
Secara ringkas proses berlangsungnya komunikasi bisa digambarkan sebagai berikut:
1.      Komunikator (sender) yang mempunyai maksud berkomunikasi dengan orang lain mengirimkan suatu pesan kepada orang yang dimaksud. Pesan yang disampaikan itu bisa berupa informasi dalam bentuk bahasa ataupun simbol-simbol yang bisa dimengerti kedua pihak. Pesan (message) itu disampaikan atai dibawa melalui suatu media atau saluran baik secara langsung mauoun langsung. Misalnya, seseorang berbicara langsung melalui telepon, menulis surat, e-mail atau media lainnya. Dalam hal ini, media pendukung, (channel) merupakan alat yang menjadi penyampaian pesan menjadi penyampai pesan dari komunikator kepada komunikan.
2.      Komunikan (receiver) menerima pesan yang disampaikan dan menerjemahkan  isi pesan yang diterimanya ke dalam bahasa yang dimengerti oleh komunikan.
3.      Komunikan (receiver) memberikan umpan balik (feedback) atau tanggapan atas pesan yang dikirimkan kepadanya, apakah dia mengerti atau memahami pesan yang dimaksud oleh pengirim.
4.      Jika pesan (message) yang disanpaikan oleh komunikator (sender) diterima oleh komunikasn (receiver) dengan akurat, efektif dan efisien, maka pesan (message) itu akan menimbulkan efek yang positif pada diri komunikan.
A.  Bahasa Merupakan Media Primer Dalam Proses Komunikasi
Ibnu Kasir dalam menafsirkan Surat Ibrahim/14 ayat 4, menyatakan: “Sungguh merupakan kasih sayang Allah kepada makhluk-Nya mengutus para rasul dengan bahasa kaumnya agar mereka dapat memahami apa yangdikehendaki para rasul tersebut.
Dalam kaitan dengan misi para rasul, jelas bahwa misi mereka bukan hanya menyampaikan innformasi, tetapi berkomunikasi agar terbentuk hubungan sosial di antara Rasul dengan kaumnya. Proses komunikasi seorang Rasul dengan kaumnya, yang dalam terminologi komunikasi disebut proses komunikasi antara pembawa pesan (sender) dan penerima pesan (receiver), berlangsung melalui empat tahap berikut:
1.      Seorang Rasul menyampaikan pesan dalam bahasa yang dipahami oleh kaumnya sehingga pesan (message) yang disampaikannya bisa diterima dengan baik.
2.      Umat sebagai komunikan (receiver) atau penerima pesan dapat menerima isi dan kandungan pesan yag disampaikan Rasul, dengan akurat tanpa mengalami distorsi karena menggunakan bahasa yang dimengerti oleh komuikan.
3.      Komunikan (receiver) memberikan umpan balik (feedback) atau tanggapan atas pesan yang disampaikan oleh para Rasul kepada mereka. Umpan balik itu bisa berupa penerimaan, penolakan atau keraguan, yang mngkin masih dalam proses mempertimbangkan karena masih diselimuti kebingungan.
4.      Komunikan yang menerima pesan yang disampaikan para Rasul akan membentuk hubungan sosial yang harmoni dengan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga terbentuk komunitas pengikut atau uamat yang beriman yang memiliki loyalitas yang tinggi dan solidaritas sosial (ukhuwah) yang kuat dengan sesama umat beriman sebagaimana solidaritas yang terbentuk di antara sahabat Muhajirin dan Anshar dalam komunitas masyarakat madani di Madinah. Peristiwa ini digambarkan dalam QS. Al Hasyr/59: 9.
Alqur’an menjelaskan, bahwa umpan balik (feedback) atau tanggapan komunikan terhadap pesan (message) yang disampaikan Rasul, dapat dibagi menjadi tiga kelompok.
Ø  Kaum Beriman: Kelompok yang menerima pesan (message) dengan mantap sehingga melahirkan keyakinan. Menurut Al-Qur’an, kaum ini juga terbagi tiga kelompok:
1)      Sabiq bil-khayrat (yang bergegas dalam mewujudkan kebaikan): Kelompok yang menerima pesan (message) dan mewujudkan pesan itu dalam kehidupan pribadi dan sosialnya dengan bersungguh-sungguh.
2)      Muqtasid (ekonomis): Kelompok yang menerima pesan (message) dan mewujudkan pesan itu dalam kehidupan pribadi dan sosialnya dengan biasa-biasa saja. Mereka hanya melaksanakan kewajiban, tetapi tidak bersungguh-sungguh melaksanakan anjuran dan kebaikan-kebaikan.
3)      Zalim bi nafsih (berbuat zalim terhadap dirinya sendiri): Kelompok yang menerima pesan (message) yang dibawa Rasul dengan sekedar beriman, tetapi tidak mengamalkan ajaran agama secara sempurna; tidak melaksanakan kewajiban, apalagi yang bersifat anjuran dan kebaikan-kebaikan.
Ø  Kaum Kafirin: Kelompok yang menolak pesan (message) dengan menutup diri.
Ø  Kaum Munafiqin: Kelompok yang seolah-olah menerima, tetai di dalam hatinya muncul penolakan karena masih diselimuti berbagai keraguan.
Al-Qur’an menjelaskan, Allah subhanahu wa ta’ala memilih media komunikasi yang sama di antara Rasul dengan kaumnya dengan memilih bahasa yang sama di antara mereka agar tujuan komunikasi, yakni pesan (message) sampai kepada sasaran dengan akurat, efektif  dan efisien sehingga terhindar dari distorsi.


B.  Isyarat Merupakan Media Primer dalam Proses Komunikasi
Dalam surat Ali Imran/3: 41 disebutkan bahwa “Nabi Zakaria tidak berbicara dengan manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat”. Ayat ini mengakui dua cara berkomunikasi, komunikasi dengan bahasa verbal dan komunikasi dengan bahasa nonverbal, sedangkan berbicara termasuk komunikasi dengan bahasa verbal.
Isyarat yang dimaksudkan dalam ayat di atas, menurut Ibnu Kasir, bahwa Nabi Zakaria tidak dapat mengucapkan kata-kata (untuk berkomunikasi dengan manusia), padahal beliau dalam keadaan sehat selama tiga hari. Dalam keadaan ini, Allah memerintahkan kepada beliau untuk memperbanyak zikir, takbir, dan tasbih sebagaimana firman Allah dalam surah Ali Imran/3: 41.
Dalam menafsirkan ayat tersebut, al-Maragi menjelaskan, “Tanda (yang diberikan Allah kepada Nabi Zakaria untuk mendapatkan keturuna) beliau tidak dapat berbicara dengan manusia hingga tidak sanggup menggerakkan lidah selama tiga hari tiga malam terus-menerus kecuali melalui isyarat dengan tangan dan kepala tetapi beliau tidak mengalami kesulitan untuk berzikir dan bertasbih kepada Allah sehingga kesempatan tiga hari itu dipergunakan sepenuhnya untuk berzikir sebagai ungkapan bersyukur kepada Allah.
Tujuan semua ini menurut Muhammad ‘Ali as-Sabuni, bahwasanya telah nyata hambatan yang bersifat samawi yang mengunci lidah beliau (Nabi Zakaria) untuk berbicara selain berzikir kepada Allah. Beliau dikunci untuk berbicara tetapi tidak dikunci untuk berzikir dan bertasbih, hal ini merupakan bentuk i’jaz, cara Allah menunjukkan otoritas kekuasaan-Nya yang paling canggih.
Al-Qur’an menyadarkan manusia bahwa Allah memiliki kekuasaan ang absolut guna menghentikan sementara kemampuan hamba-Nya, Nabi Zakaria, untuk berkomunikasi kepada manusia engan bahasa verbal. Beliau hanya bisa berkomunikasi dengan manusia melalui bahasa nonverbal. Padahal beliau dalam keadaan sehat lahir batin.



C.  Khitabah Media Pendukung Proses Komunikasi
            Khitabah yang dimaksud di sini adalah prinsip-prinsip penyampaian pesan melalui komunikasi lisan. Istilah komunikasi lisan dalam Al-Qur’an sebagian besar diungkapkan dengan kata qala, natiqa, dan kallama atau tukallama. Dalam ilmu komunikasi, khitabah ternasuk bentuk komunikasi massa (mass communication), yaitu komunikasi dengan sasaran kelompok orang dalam jumlah besar, yang pada umumnya tidak dikenal.
            Di dalam Al-Qur’an, terdapat prinsip-prinsip khitabah, komunikas massa, yang harus diperhatikan supaya proses komunikasi berlangsung dengan akurat, efektif, dan efisien, serta menimbulkan efek yang positif pada diri komunikan sebagai berikut:
1.      Memilih kata-kata yang santun
            Menurut Ibnu Kasir, Allah subhanahu wa ta’aala dalam ayat 52 surah al-Isra memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman agar berkata dngan perkataan yang baik (ahsan) atau menggunakan kata-kata yang terbai ketika berkomunikasi atau ketia menyampaikan, menganjurkan dan mengajak manusia untuk mnegamalkan ajaran Islam dalam kehidupan. Jika mereka tidak berbuat demikian, maka diantara mereka  akan terkena hasutan syaitan yang akan berdampak pada perilaku mereka, sehingga akan terjadi pertengkaran dan permusuhan diantara mereka.
2.      Isi pesan tidak brsifat cacian
            Komunikasi massa yang baik dilakukan bukan hanya dengan memilih kata-kata yang atun, namun juga dengan memperhatikan isi pesan agar tidak bersifat cacian. Menurut Iman An-Nawawi, maksud dari ungkpan hendaklah berbuat baik atau diam, bahwa jika seseorang akan berkata sesuatu, maka hendaklah berpikir dahulu, jika perkataannyanakan mendatangkan pahala baginya, baik berkaitn dengan perkara wajib mauun sunnah maka katakanlah. Sebaliknya, apabila perkataannya tidak akan mendatangkan pahala, baik secara lahiriah berkaitan dengan perkara yang makruh maupun haram, maka hendaklah ia menahan perkataannya.

3.      Berkomunikasi dengan efektif, efisien berkualitas, dan bermartabat
            Al-Qur’an sangat menekankan agar orang beriman memiliki kesadaran untuk berkomunikasi secara lisan dengan efektif, efisien, tidak merendahkan komunikan, mudah dicerna, dilakukan dengan gaya yang simpatik, lembut, dan rasional, berisikan informasi yang jujur, benar, dan tidak dibuat-buat, serta berbobot dan berkualitas. Bimbingan ayat al-Qur’an dalm melakukan komunikasi massa yang berkualitas, baik dalam berkhutbah. Ceramah, kuliah umum maupun dalam berpidat yang tergolong ke daam public speaking sebagai berikut:
a)      Pesan yang membekas pada jiwa mustami’in (an-Nisa/4: 63)
b)      Pesan yang disampaikan dengan bahasa yang santun (al-Isra/17: 23)
c)      Pesa yang disampaikan dengan cara yang lemah lembut (al-Isr/17: 28)
d)     Pesan yangdisampaikan dengan bahasa yang baik (al-Baqarah/2: 235)
e)      Berkomunikasi dengana cara-cara persuasif (Taha/20: 44 dan al-Ahzab/33: 70-71)
f)       Berkomunikasi dengan pesan yang berbobot (al-Muzzammil/73: 5)

D.  Khutbah Jum’at Media Komunikasi Massa
            Khutbah jum’at merupakan salah satu bentuk media komunikasi massa yang bersfat ibadah mahdah. Di dalam al-Qur’an ada perintah secara implisit tentang kewajiban shalat Jum’at dan menyimak atau mendengarkan secara aktif pesan-pesan yang disampaikan para khatib yang berisi anjuran untuk mengkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan umat kepada Allah. Ada beberapa gambaran yang diisyaratkan al-Qur’an tentang khutbah Jum’at sebagai berikut:
a)      Khutbah Jum’at merupakan media zikrullah (mengingat Allah).
            Dalam surah al-Jumu’ah/62:9, ungkapan zikrullah, mengingat Allah adala khutbah jum’at sehingga ayat ini difahami bahwa apabila imam telah naik mimbar untuk memberikan khutbah dn muazzin telah azan di hari Jum’at, maka kaum muslimin wajib bersegera memenuhi panggilan muazzin itu dan meninggalkan semua pekerjaannya.
b)      Wajib menyimak khutbah Jum’at
            Allah menerangkan bahwa apabila muazin mengumandangkan azan pada hari Jum’at, maka hendaklah kita menggalkan perniagaan dan segala usaha dunia serta bersegera ke masjid untuk mendengarkan khutbah dan melaksanakan shalat Jum’at dengan cara yang wajar, tidak berlari-lai, tetapi berjalan dengan tenang sampai ke masjid.
c)      Menyimak khutbah Jum’at, memilih Allah, meninggalkan dunia
            Pada surah al-Jumu’ah/62: ayat 11, Allah mencela peruatan orang-orang beriman yang lebih mementingkan kafilah dagang yang baru tiba daripada menyimak khutbah Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga mereka mennggalkan beliau dalam keadaaan berdiri berkhutbah.
d)     Khutbah Jum’at itu media komunikasi massa yang one way communication, komunikasi satu arah.
                                    Dalam hadis yang diriwayatkan oleh ad-amiri dari Anas bin Malik, Rasulullah bersabda, “Aku orang yang pertama keluar, aku pemimpin mereka ketika mereka bergerak, aku adalah khatib bagi mereka ketika mereka mendengan aktif, aku yang menolong mereka ketika mereka ditahan (musuh), aku yang membesarkakn hati mereka ketika mereka putus asa. Kemuliaan dan keterbukaan (kemenangan) pada hari itu di tanganku. Aku anak cucu Adam yang paling muli menurut Tuhanku. Seribu pelayan mengelilingi aku. Mereka seakan-akan permata atau mutiara yang memancar”. Singkatnya dalam khutbah Jum’at seorang khatib menyampaikan khutbah, sementara jamaah sebagai komunikan wajib mendengar aktif.





E.  Murasalah Media Pendukung Proses Komunikasi
Murasalah  atau surat menyurat merupakan salah satu media dalam proses komunikasi yang memiliki kedudukan yang strategis, sekaligus menjadi indikator tingkat peradaban manusia yang tinggi. Ilai fundamental yang mendukung budaya murasalah adalah budaya tulis menulis. Dalam al-Qur’an Allah bersumpah dengan Nun yang berarti tinta. Jika Allah bersumpah dengan suatu cipataan-Nya, maka yang dipilih untuk menjadi sumah itu sesuatu yang bermakna bagi kehidupan manusia. Tinta adalah alat pendukung utama tulis menulis, sedangkan tulis menulis merupaka media komunikasi yang menjadikan pesan yang dibawanya bertahn lama dan dapat menmbus batas-batas budaya dan waktu.
Abu al-Faraj Ibnu A-Jauzi mencatat bahwa penafsiran terhadap kata nun dalan surah al-Qolam/68: ayat 1, cukup beragam hingga sampai tujuh pendapat; namun menurutnya, pendapat yang paling banyak dipegang adalah pemahaman kata nun sebagai dawat (tinta). Dengan sendirinya ayat ini berposisi sebagai perintah yang mewajibkan kaum muslimin untuk mendalami ilmu tulis-menulis, sebab dengan ilmu inilah mereka berhak menjadi pelopor peradaban (kayru ummah).
Surah Nun dibuka dengan sumpah Allah melalui tinta, pena dan tulisan yang merupakan tiga penyangga media komunikasi tertulis. Sedangkan surah an-Naml ayat 29 dan seterusnya memberikan contoh bagaimana ketiga pilar media komunikasi tertulis itu digunakan untuk menyampaikan pesan dakwah. Salah satu contoh murasalah dalam al-Qur’an adalah murasalah Nabi Sulaiman dengan Ratu Negeri Saba.
Alqur’an menuturkan bahwa Nabi Sulaiman mengetahui Kerajaan Saba melalui informasi yang disampaikan burung Hudhud yang menghilang cukup lama, kemudian datang menghadap Nabi Sulaiman dengan membawa informasi tentang kerajaan Saba. Dalam ayat 23 Surah an-Naml, dijelaskan bahwa kerajaan Saba’ dipimpin oleh seorang ratu, sedangakan penduduknya adalah orang-orng yang menyembah matahari. Nabi Sulaiman dalam kapasitasnya sebagai kepala negara tidak begitu saja mempercayai informasi yang disampaikan Hudhud tersebut. Beliau ingin membuktikan sendiri kebenaran informasi ini sebagaimana dalam ayat 27-27 surah an-Naml.
Nabi Sulaiman ingin menguji informasi yang disampaikan hudhud dengan strategi pengujian informasi yang canggih. Beliau menugaskan hudhud untuk mengirimkan surat kepada Ratu Balqis di kerajaan Saba’. Lalu hudhud ditgaskan pula untuk menjauh dari lingkungan istana tetapi dierintahkan supaya berada di suatu tempat yang aman dan dapat memantau perkembangan terkini dari Ratu Balqis, terutama tentang umpan balik (feedback) atau tanggapan dan reaksi para pejabat kerajaan tentan surat beliau.
Pesan utama surat Nabi Sulaiman, menurut al-Qur’an, terfokus pada dua target berikut:
1.      Menyadarkan Ratu Balqis dan seluruh rakyat Negeri Saba’ bahwa sikap meeka menyembah matahari itu tidakan yang salah, tidak wajar dan tidak masuk akal; sekaligus memperkenalkan bahwa yang berhak disembah hanya Allah, Tuhan menciptakan segala sesuatu, dan menetapkan pengaturannya, termasuk matahari yang mereka sembah itu. Semua pesan itu tersirat pada suraj an-Naml ayat 24-26.
2.      Nabi Sulaiman dalam posisi beliau sebagai Nabi dan Rasul, sekaligus sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan meminta penguasa negeri Saba’ itu  untuk merenungkan kembali secara rasional sikap mereka selama ini yang menyembah matahari. Nabi Sulaiman pun mengingatkan Ratu Balqis agar tidak bersikap arogan berhadapan dengan kebenaran yang berasal dari Allah yang Maha Benar. Beliau mengundang Ratu Balqis untuk datang ke Palestina, pusat pemerintahan kerajaan Sulaiman, dan mengajak Ratu Balqis bersama-sama beliau menjadi hamba yang berserah diri kepada Allah. Hal ini merupakan kajian mendalam tentang ayat 31 surah an-Naml.
Dalm proses komunikasi, Nabi Sulaiman merupakan komunikator yang menjadi sender, yang mengirimkan surat kepada Rati Balqis. Beliau mempunyai maksud untuk berkomunikasi dengan Ratu dari Negeri Saba tersebut, yakni memperkenalkan Allah kepada mereka dan mengajak mereka beriman kepada Allah. Nabi Sulaiman telah melakukan komunikasi dengan efektif dan efisien. Beliau berkomunikasi dalam bentuk murasalat, menulis surat dengan bahasa singkat, padat, dan jelas sehingga pesan yang menjadi esensi surat itu bisa dipahami oleh Ratu Balqis dengan akurat.
Singkatnya, Nabi Sulaiman telah memelopori dakwah dengan pena atau dakwah bil qalam. Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa surat Sulaiman kepada Ratu Negeri Saba’ merupakan surat bercorak dakwah dan komuikasi pertama yang dimulai dengn kalimat: bismillahirrahmanirrahim. Oleh karena itu menurut KH. Ali Yafie, dakwah bil qalam merupakan salah satu media komunikasi  untuk menyampaikan informasi tentang Allah, alam, makhluk-makhluk, hari akhir, serta nilai-nilai keabadian hidup. Dakwah model ini merupakan dakwah tertulis lewat media cetak.
Sejalan dengan pandangan di tas, Jaluddi Rakhmat menyatakan bahwa dakwah bil qalam adalah dakwah melalui media cetak. Mengingat kemajuan teknologi informasi yang memungkinkan orang berkomunikasi secara intensif dan menyebabkan pesan dakwah bisa menyebar seluas-luasnya, maka dakwah lewat tulisan merupakan keharusan mutlak yang harus dimanfaatkan umat islam dewasa ini.


No comments:

Post a Comment

d'SwEEt piNk