Manusia sebagai makhluk
sosial membutuhkan komunikasi dengan sesamanya. Dengan komunikasi, berbagai
kebutuhan dapat dipenuhi termasuk kebutuhan akan informasi. Aktifitas tukar
menukar informasi atau proses komunikasi akan memuaskan jika tanpa kebohongan.
Meskipun kadang ada yang terpaksa berbohong untuk memperoleh suatu keinginan
bahkan harus berbohong jika menganggapnya sebagai cara satu-satunya.
Pada dasarnya semua manusia
tidak ingin dibohongi, karena fitrah manusia adalah kejujuran. Hati nuraninya
tidak pernah berbohong. Hanya saja perkataan yang terucap kadang berlawanan
dengan hati nurani tersebut. Ketika suatu kebohongan terungkap, maka kekecewaan
pun muncul dengan sendirinya bahkan bisa sampai kepada kebencian dan dendam.
Parahnya lagi jika merasa tidak adil pernah dibohongi sehingga berniat untuk
membalas. Jika hal ini terjadi, maka akhlak yang baik sulit terbentuk.
Oleh karena itu sikap jujur
sangat penting dalam Islam sebagaimana dalam sebuah hadis berikut:
“Hendaklah kalian
senantiasa jujur, karena kejujuran akan membawa kepada kebaikan, dan kebaikan
akan membawa ke surga. Dan ketika seseorang senantiasa berlaku jujur dan
berusaha keras untuk jujur, sehingga ia tercatat di sisi Allah sebagi orang
yang benar-benar jujur” (Riwayat Muslim dari Abdullah)
Menurut al-Isfahani, paling
tidak, ada empat kriteria seseorang bisa disebut siddiq (orang yang
benar-benar jujur);
1.
Orang
yang jujurnya lebh banyak daripada dustanya;
2.
Orang
yang tidak pernah berbohong sama sekali;
3.
Orang
yang berusaha keras untuk tidak berbohong agar terbiasa jujur;
4.
Orang
yang benar, baik perkataan maupun akidahnya, yang dibuktikan melalui perbuatan.
Seorang majikan biasa melakukan
tes kejujuran sebelum mempekerjakan seorang di rumahnya. Tes ini dilakukan
dengan sengaja meletakkan uang atau barang berharga di tempat terbuka. Jika
calon pekerja lolos, berarti dianggap jujur. Hal ini karena sikap yang
senatiasa jujur merupakan salah satu indikator kebaikan seseorang dan juga
dijadikan sebagai salah satu kriteria ketakwaan, misalnya dalam firman Allah
swt.
الصَّابِرِينَ
وَالصَّادِقِينَ وَالْقَانِتِينَ وَالْمُنْفِقِينَ وَالْمُسْتَغْفِرِينَ
بِالْأَسْحَارِ
“(juga) orang yang sabar,
orang yang benar, orang yang taat, orang yang menginfakkan hartanya, dan orang
yang memohon ampunan pada waktu sebelum fajar” (Ali
Imran/3: 17)
Ayat di atas masih satu
rangkaian dengan dua ayat sebelumnya yang menerangkan beberapa kriteria orang
bertakwa, yang salah satunya adalah as-sadiqin (orang yang jujur). Berusaha
untuk selalu jujur sulit jika tidak didukung oleh lingkungan.Oleh karena itu
salah satu caranya adalah dengan memilih lingkungan bergaul. Lingkungan sangat
berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Dalam satu ungkapan Arab dijelaskan:“Sahabat
sejati adalah orang yang senantiasa jujur kepadamu, bukan orang yang selalu
membenarkanmu”.
Oleh karena itu, hendaknya
orang-orang di sekitar kita adalah orang-orang yang jujur. Hal ini terdapat
dalam firman-Nya sebagai berikut:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
“Wahai orang-orang yang
beriman! Bertakwalah kepada Allah dan bersamalah kamu dengan orang-orang yang
benar”. (at-Taubah/9: 119)
Sebagai sosok teladan, Nabi
Muhammad saw, jelas memiliki sifat ini, selain itu adapula sifat lain yang
patut dicontoh seperti:
a. Amanah:
dapat dipercaya, sehingga menjadikan pihak lain “aman” dari segala bentuk
penghianatan atau ketidakjujuran.
b. Tablig: penyampaian
pesan kepada orang lain dari apa yang dimanahkan kepadanya.
c. Fatanah: keniscayaan
para rasul sebagai insan-insan cerdas karena mereka akan berhadapan dengan
orang-orang yang menjadi subjek dakwahnya yang memiliki kecerdasan pula.
Dari kepribadian tersebut
dapat dipastikan bahwa beliau selalu berlaku jujur, bahkan sebelum diangkat
menjadi Nabi. Saat bekerja pada Khadijah, beliau dipercaya untuk membawa dan
memasarkan barang dagangannya. Hasilnya, Khadijah begitu terkesan dengan sikap
Rasulullah yang tidak pernah mengecewakan. Tidak hanya dalam perdagangan,
beliau juga senantiasa jujur dalam berbicara.
Hal inilah yang mendorong
Khadijah untuk menikah dengannya. Khadijah pun selalu membenarkan perkataannya
saat semua orang tidak mempercayainya. Kompetensi inilah yang harus diadopsi
oleh para da’i agar jamaah mau mendengar dan mengamalkan pesannya.
No comments:
Post a Comment