Wednesday, December 4, 2013

URGENSI KEJUJURAN DALAM KEHIDUPAN

Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan komunikasi dengan sesamanya. Dengan komunikasi, berbagai kebutuhan dapat dipenuhi termasuk kebutuhan akan informasi. Aktifitas tukar menukar informasi atau proses komunikasi akan memuaskan jika tanpa kebohongan. Meskipun kadang ada yang terpaksa berbohong untuk memperoleh suatu keinginan bahkan harus berbohong jika menganggapnya sebagai cara satu-satunya.
Pada dasarnya semua manusia tidak ingin dibohongi, karena fitrah manusia adalah kejujuran. Hati nuraninya tidak pernah berbohong. Hanya saja perkataan yang terucap kadang berlawanan dengan hati nurani tersebut. Ketika suatu kebohongan terungkap, maka kekecewaan pun muncul dengan sendirinya bahkan bisa sampai kepada kebencian dan dendam. Parahnya lagi jika merasa tidak adil pernah dibohongi sehingga berniat untuk membalas. Jika hal ini terjadi, maka akhlak yang baik sulit terbentuk.
Oleh karena itu sikap jujur sangat penting dalam Islam sebagaimana dalam sebuah hadis berikut:
Hendaklah kalian senantiasa jujur, karena kejujuran akan membawa kepada kebaikan, dan kebaikan akan membawa ke surga. Dan ketika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha keras untuk jujur, sehingga ia tercatat di sisi Allah sebagi orang yang benar-benar jujur” (Riwayat Muslim dari Abdullah)
Menurut al-Isfahani, paling tidak, ada empat kriteria seseorang bisa disebut siddiq (orang yang benar-benar jujur);
1.      Orang yang jujurnya lebh banyak daripada dustanya;
2.      Orang yang tidak pernah berbohong sama sekali;
3.      Orang yang berusaha keras untuk tidak berbohong agar terbiasa jujur;
4.      Orang yang benar, baik perkataan maupun akidahnya, yang dibuktikan melalui perbuatan.
Seorang majikan biasa melakukan tes kejujuran sebelum mempekerjakan seorang di rumahnya. Tes ini dilakukan dengan sengaja meletakkan uang atau barang berharga di tempat terbuka. Jika calon pekerja lolos, berarti dianggap jujur. Hal ini karena sikap yang senatiasa jujur merupakan salah satu indikator kebaikan seseorang dan juga dijadikan sebagai salah satu kriteria ketakwaan, misalnya dalam firman Allah swt.
الصَّابِرِينَ وَالصَّادِقِينَ وَالْقَانِتِينَ وَالْمُنْفِقِينَ وَالْمُسْتَغْفِرِينَ بِالْأَسْحَارِ
“(juga) orang yang sabar, orang yang benar, orang yang taat, orang yang menginfakkan hartanya, dan orang yang memohon ampunan pada waktu sebelum fajar” (Ali Imran/3: 17)
Ayat di atas masih satu rangkaian dengan dua ayat sebelumnya yang menerangkan beberapa kriteria orang bertakwa, yang salah satunya adalah as-sadiqin (orang yang jujur). Berusaha untuk selalu jujur sulit jika tidak didukung oleh lingkungan.Oleh karena itu salah satu caranya adalah dengan memilih lingkungan bergaul. Lingkungan sangat berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Dalam satu ungkapan Arab dijelaskan:“Sahabat sejati adalah orang yang senantiasa jujur kepadamu, bukan orang yang selalu membenarkanmu”.
Oleh karena itu, hendaknya orang-orang di sekitar kita adalah orang-orang yang jujur. Hal ini terdapat dalam firman-Nya sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar”. (at-Taubah/9: 119)
Sebagai sosok teladan, Nabi Muhammad saw, jelas memiliki sifat ini, selain itu adapula sifat lain yang patut dicontoh seperti:
a.       Amanah: dapat dipercaya, sehingga menjadikan pihak lain “aman” dari segala bentuk penghianatan atau ketidakjujuran.
b.      Tablig:  penyampaian pesan kepada orang lain dari apa yang dimanahkan kepadanya.
c.       Fatanah: keniscayaan para rasul sebagai insan-insan cerdas karena mereka akan berhadapan dengan orang-orang yang menjadi subjek dakwahnya yang memiliki kecerdasan pula.
Dari kepribadian tersebut dapat dipastikan bahwa beliau selalu berlaku jujur, bahkan sebelum diangkat menjadi Nabi. Saat bekerja pada Khadijah, beliau dipercaya untuk membawa dan memasarkan barang dagangannya. Hasilnya, Khadijah begitu terkesan dengan sikap Rasulullah yang tidak pernah mengecewakan. Tidak hanya dalam perdagangan, beliau juga senantiasa jujur dalam berbicara.

Hal inilah yang mendorong Khadijah untuk menikah dengannya. Khadijah pun selalu membenarkan perkataannya saat semua orang tidak mempercayainya. Kompetensi inilah yang harus diadopsi oleh para da’i agar jamaah mau mendengar dan mengamalkan pesannya.

No comments:

Post a Comment

d'SwEEt piNk