1.
Buatkan defenisi komplek, defenisi operasional dan
indikator-indikator dari Kata-Kata :
a.
Tabligh
b.
Irsyad
c.
Khutbah
d.
Ta’lim
e.
Ta’dib
è a. Tabligh
-Definisi Komplek: Tabligh dari
kata ballagha – yuballighu berarti menyampaikan/penyampaian umum. Tablligh
yaitu menyampaikan risalah berupa Al-Qur’an dan Al-Hadits kepada umat manusia
agar dijadikan pedoman hidup supaya memperoleh kebahagiaan di dunia dan di
akhirat.
-Definisi Operasional: Kegiatan
menyampaikan ajaran Islam yang dilakukan secara lisan dan atau tertulis maupun
melalui suatu bunyi/isyarat, seperti suara sirine, alarm, bedug, dan lain
sebagainya, oleh seseorang atau beberapa orang muballigh kepada masyarakat. Disampaikan
dengan keterangan yang jelas, sehingga dapat diterima oleh akal, dan dapat
ditangkap oleh hati
-Indikator Tabligh
1. Dapat dilakukan kapan saja
2. Tidak ada syarat dan rukun
3. Ada yang meggunakan mimbar dan
ada yang tidak, tergantung tempat pelaksanaannya
4. Ada yang tidak terbatas dan ada
yang dibatasi waktunya
5. Bisa dilakukan oleh siapa saja
yang memiliki kemampuan berorasi dan pengetahuan agama
6. Orang yang melaksanakan disebut
mubaligh/mubalighot
7. Dapat
dilakukan melalui berbagai cara seperti seminar atau menggunakan tehnologi
è b. Irsyad
-Definisi
Komplek: Istilah irsyad berasal dari kata
rasyada-yarsyudu-rusydan –wa rasyadan yang berarti mencapai kedewasaan,
mengajar, memimpin, membimbing, menunjukkan, memberi nasehat dan petunjuk.
Sedangkan kata irsyad (al-irsyad) berarti petunjuk , pengajaran, nasehat,
pendapat dan pertimbangan.
-Definisi Operasional: penyebarluasan
ajaran agama islam yang sangat spesifik dikalangan sasaran tertentu. Prosesnya
dilakukan dengan cara memberitahukan dan membimbing terhadap individu, dua
orang, tiga orang atau kelompok kecil (naskah) atau memberikan solusi atas
permasalahan kejiwaan yang dihadapi.
-Indikator Irsyad:
1. Menampilkan hubungan personal antara
pembimbing dengan terbimbing.
2.Lebih berorientasi pada pemecahan masalah
individu yang dialami oleh terbimbing, sedangkan pembimbing memberikan jalan
keluar sebagai masalah tersebut.
3.Penyebar luasan ajaran islam dikalangan
agregat tertentu dengan suatu pesan tertentu.
4 Pesan itu merupakan paket program yang
dirancang oleh pelaku dakwah.
è c. Khutbah
-Definisi
Komplek: “Khotbah” berasal dari bahasa Arab yang
merupakan kata bentukan dari kata “mukhathabah” yang berarti ‘pembicaraan’. Secara
bahasa, adalah ‘perkataan yang disampaikan di atas mimbar’ pidato atau ceramah
yang isinya mengenai keagamaan. Ada pula yang mengatakannya berasal dari kata
“al-khatbu” yang berarti ‘perkara besar yang diperbincangkan’, karena
orang-orang Arab tidak berkhotbah kecuali pada perkara besar.
-Definisi Operasional: Khotbah merupakan kegiatan berdakwah atau mengajak orang lain untuk
meningkatkan kualitas takwa dan memberi nasihat yang isinya merupakan ajaran
agama. Sebagian ulama mendefinisikan “khotbah” sebagai ‘perkataan tersusun yang
mengandung nasihat dan informasi’. Khutbah juga merupakan Cabang ilmu atau seni
berbicara di hadapan banyak orang dengan tujuan meyakinkan dan memengaruhi
mereka.
-Indikator Khutbah:
1. Khutbah harus disampaikan secara lisan di
hadapan banyak orang
2. Harus meyakinkan dengan
argumen-argumen yang kuat serta memberikan pengaruh kepada pendengar, baik itu
berupa motivasi atau peringatan.
3. Dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu.
4. Ada syarat dan rukun.
5. Ada mimbar khusus untuk
melaksanakannya.
6. Waktunya terbatas
7. Dilakukan oleh seorang yang
memiliki kemampuan berorasi dan memiliki pengetahuan yang cukup
8. Orang yang melaksanakan disebut
khatib.
9. Dilakukan secara khusus dan
memiliki tata cara tertentu.
è d. Ta’lim
-Definisi Komplek: Perkataan ta’lim dipetik
pula dari kata dasar ‘allama ((علّم, yu‘allimu ( يعلّم) dan ta’lim (تعليم). Dalam surat Al Jum’ah ayat 2,
uqèd Ï%©!$# y]yèt/ Îû z`¿ÍhÏiBW{$# Zwqßu öNåk÷]ÏiB (#qè=÷Ft öNÍkön=tã ¾ÏmÏG»t#uä öNÍkÏj.tãur ãNßgßJÏk=yèãur |=»tGÅ3ø9$# spyJõ3Ïtø:$#ur bÎ)ur (#qçR%x. `ÏB ã@ö6s% Å"s9 9@»n=|Ê &ûüÎ7B ÇËÈ
“Dia-lah yang mengutus
kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan
ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan
hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam
kesesatan yang nyata”
Dalam surat yang diturunkan di Madinah tersebut
menggunakan yu’allimu, yang merupakan salah satu kata dasar yang membentuk
istilah ta’lim.
Yu’allimu diartikan dengan mengajarkan, untuk
itu istilah ta’lim diterjemahkan dengan pengajaran (instruction).
Secara bahasa, Ta’lim berarti pengajaran
(masdar dari ‘alama-yu’alimu-ta’liman), secara istilah berarti pengajaran yang
bersifat pemberian atau penyampian pengertian, pengetahuan dan ketrampilan.
-Definisi Operasional: Proses pemberian pengatahuan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab,
sehingga diri manusia itu menjadi suci atau bersih dari segala kotoran sehingga
siap menerima hikmah dan mampu mempelajari hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya
(ketrampilan). Ta’lim juga merupakan usaha terus menerus manusia sejak lahir
hingga mati untuk menuju dari posisi ‘tidak tahu’ ke posisi ‘tahu’ seperti yang
digambarkan dalam surat An Nahl ayat 78,
ª!$#ur Nä3y_t÷zr& .`ÏiB ÈbqäÜç/ öNä3ÏF»yg¨Bé& w cqßJn=÷ès? $\«øx© @yèy_ur ãNä3s9 yìôJ¡¡9$# t»|Áö/F{$#ur noyÏ«øùF{$#ur öNä3ª=yès9 crãä3ô±s? ÇÐÑÈ
“dan Allah mengeluarkan
dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun, dan dia memberi
kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur”.
-Indikator Ta’lim:
1. Orang-orang yang masuk dalam program taklim
punya beban lebih, yaitu belajar dan mendalami masalah-masalah yang lebih dari
ajaran Islam.
2. Mengedepankan proses pengalihan ilmu
pengetahuan dari pengajar (mu’alim) dan yang diajar (muta’alim).
3. Proses dari tidak tahu menjadi tahu
è e. Ta’dib
-Definisi Komplek: Ta’dib
merupakan bentuk masdar dari kata addaba-yuaddibu-ta’diban, yang berarti
mengajarkan sopan santun. Istilah ini paling mewakili dari makna pendidikan
berdasarkan Al Qur’an dan Al Hadith
-Definisi Operasional: Proses mendidik yang di fokuskan kepada pembinaan dan penyempurnaan
akhlak atau budi pekerti pelajar. Ta’dib mencakup pengenalan dan pengakuan yang
secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang
tepat dari segala sesuatu dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga
membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan dalam
tatanan wujud keberadaan-Nya.
-Indikator Ta’dib:
1. pengenalan dan pengakuan yang secara
berangsur-angsur
2. mendidik anak adab yang baik sejak kecil
3. membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan
kekuasaan dan keagungan Tuhan dalam tatanan wujud keberadaan-Nya.
2.
Jelaskan berdasarkan ayat
al-Quran dan hadits tentang metoda dakwah dalam era informasi!
è
Metode dakwah adalah cara mencapai
tujuan dakwah, untuk mendapatkan gambaran tentang prinsip – prinsip metode
dakwah teknis dakwah era informasi ini lain dengan dakwah kultural. Jika dakwah
kultural dilakukan dengan cara menyesuaikan budaya masyarakat setempat, tetapi
dakwah era informasi dilakukan dengan cara mengikuti teknologi yang sedang
berkembang.
Untuk mengantisipasi trend
masyarakat era informasi harus dapat mempersiapkan materi-materi dakwah yang
lebih mengarah pada antisipasi kecenderungan-kecenderungan
masyarakat. Oleh karena itu, maka seluruh komponen dan segenap aspek yang
menentukan atas keberhasilan dakwah harus ditata secara professional dan
disesuaikan dengan kondisi mad’u agar dapat menghasilkan kemasan dakwah yang
benar-benar mampu memperbaiki dan maningkatkan semangat dan kesadaran yang
tulus dalam mengaktualisasikan nilai-nilai ajaran Islam.
Ada empat hal penting
yang harus diorganisir oleh da’i dalam memfilter trend masyarakat
global yang negatif,( Abd. Madjid, 2000: 79) seiring dengan
perkembangan dan trend masyarakat dunia serta masalah manusia yang semakin
kompleks, yaitu; 1)Perlu adanya konsep dan strategi dakwah yang tepat untuk
membentuk ketahanan diri dan keluarga melalui pengefektifan fungsi nilai-nilai
agama, karena dengan dasar agama yang kuat dapat dijadikan filter pertama dan
utama untuk menghadapi berbagai trend budaya yang tidak sesuai dengan
nilai-nilai Islam, 2) Mempertahankan nilai-nilai budaya luhur yang dapat
melestarikan tradisi positif yang pada dasarnya tidak bertentangan dengan paham
dan ajaran agama (Islam) yang menanamkan nilai-nilai baik dan suci,
3) Perlu dukungan dan keikutsertakan semua lapisan masyarakat untuk
menciptakan dan memiliki komitmen yang sama dalam melihat seberapa bergunanya
nilai-nilai baru itu untuk sebuah komunitas dan kemajuan masyarakat, dan
4) Kesiapan dan kematangan intelektual serta emosional setiap
penerima message baru, apakah hal tersebut memang akan mendatangkan
manfaat plus bagi diri dan lingkungannya.
Berkaitan dengan dampak era
informasi pada tatanan kehidupan masyarakat, maka dibutuhkan
metode yang tepat. Metode berarti rangkaian yang sistematis dan
merujuk kepada tata cara yang sudah dibina berdasarkan rencana yang pasti,
mapan, dan logis (Onong Uchjana E., 1999: 9). Dalam melaksanakan
suatu kegiatan dakwah diperlukan metode penyampaian yang tepat agar tujuan
dakwah tercapai. Metode dalam kegiatan dakwah adalah suatu rencana yang
tersusun dan teratur yang berhubungan dengan cara penyajian.
Persaingan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa
ini, khususnya dalam bidang periklanan adalah merupakan tantangan bagi
para da’i kita untuk segera berpindah dari kebiasaan dakwah kultural
ke dakwah era informasi. Dakwah era informasi adalah dakwah yang menggunakan
fasilitas teknologi modern sebagaimana iklan yang lagi semarak dewasa ini,
namun jika mencermati firman Allah Swt. dalam Q.S. An-Nahl 16:125:
äí÷$#
4n<Î)
È@Î6y
y7În/u
ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/
ÏpsàÏãöqyJø9$#ur
ÏpuZ|¡ptø:$#
( Oßgø9Ï»y_ur
ÓÉL©9$$Î/
}Ïd
ß`|¡ômr&
4 ¨bÎ)
y7/u
uqèd
ÞOn=ôãr&
`yJÎ/
¨@|Ê
`tã
¾Ï&Î#Î6y
( uqèdur
ÞOn=ôãr&
tûïÏtGôgßJø9$$Î/
ÇÊËÎÈ
Artinya: “Serulah [manusia] kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik .“ [ Q.S. An-Nahl
16: 125].
Dari ayat tersebut dapat
difahami prinsip umum tentang metode dakwah Islam yang menekankan ada tiga
prinsip umum metode dakwah yaitu; Metode hikmah, metode mau’izah
khasanah, meode mujadalah billati hia ahsan, banyak penafsiran para Ulama
terhadap tiga Prinsip metode tersebut antara lain:
a. Metode hikmah menurut Syeh Mustafa Al-Maroghi dalam tafsirnya
mengatakan bahwa hikmah yaitu; Perkataan yang jelas dan tegas disertai dengan
dalil yang dapat mempertegas kebenaran, dan dapat menghilangkan keragu-raguan.Adapun
teknik yang dapat diterapkan adalah mengenal golongan; memilih saat harus
bicara dan saat harus diam; mengadakan kontak pemikiran mencari titik pertemuan
sebagai tempat bertolak, untuk maju secara sistematis. Namun yang perlu
diperhatikan, seorang Da’i tidak boleh melepaskan Shibghah (keimanan
murni), jadi walaupun dalam berdakwah amat menekankan titik temu dengan pikiran
mitranya, akan tetapi sikap toleransi ini tidak boleh sampai mengorbankan
soal-soal yang esensial; dan teknik selanjutnya setelah mendapatkan titik temu
adalah memilih dan menyusun kata-kata yang tepat. Seorang da'i hendaknya mampu
menerapkan perintah Allah dalam surat al-Ahzab ayat 70 yang berbunyi ;
ياأيها
الذين أمنوا اتقوا الله وقولوا قولا سديدا
"
hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah
perkataan yang benar."
Qaulan syadidan dalam ayat tersebut
mempunyai arti kata yang lurus, tidak berbelit-belit, keluar dari hati yang
suci bersih dan diungkapkan dengan cara demikian rupa sehingga tepat sasaran.
Selain qaulan syadidan seorang da'I juga diperintahkan untuk menyampaikan
dakwah dengan Qaulan Layyinan yakni kata yang berkesinambungan dan
dapat mengetuk otak dan hati mad'u. Teknik-teknik diatas kemudian ditutup dengan
melakukan perpisahan dan mengakhiri perdebatan yang justru merangsang untuk
melanjutkan mujadalah pada waktu lain sebab, dalam dakwah suatu saat akan
menghadapi konfrontasi pemikiran yang bertolak belakang dengan mitranya.
b. Metode
mau’izah khasanah menurut Ibnu Syayyidiqi adalah memberi ingat kepada
orang lain dengan pahala dan siksa yang dapat menaklukkan hati. Menurut bahasa
Mauidlotul Hasanah berasal dari dua kata yakni; Mauidlo yang berarti
nasihat, bimbingan, pendidikan dan peringatan, Hasanah adalah
kebalikan sayyi'ah yang berarti kebaikan. Menurut Imam Abdullah bin Ahmad
an-Nasafi mauidlo hasanah adalah (perkataan-perkataan) yang tidak tersembuyi
bagi mereka, bahwa engkau memberikan nasihat dan menghendaki manfaat kepada
mereka atau dengan Al-Qur'an. Menurut abd. Hamid al-Bilali mauidlo hasanah
merupakan salah satu metode dakwah untuk mengajak ke jala Allah dengan
memberikan nasihat atau bimbingan dengan lembut agar mereka berbuat baik.
Adapun penerapan metode ini adalah dengan
memberikan nasihat atau petuah (biasanya dilakukan oleh orang yang levelnya
tinggi kepada yang lebih rendah seperti orang tua terhadap anaknya); study
bimbingan, Study pengajaran (pendidikan), Study Penyuluhan, Study psikoterapy;
memberikan stimulus melalui kisah-kisah, kabar gembira dan peringatan
(al-Basyir dan an Nadzir), serta wasiat (pesan-pesan positif)
c. Metode
mujadalah dengan sebaik – baiknya berdakwah. Menurut Imam Ghazali dalam
kitabnya Ikhy Ulumuddin menegaskan agar orang – orang yang melakukan tukar
fikiran itu tidak beranggapan bahwa yang satu sebagai lawan bagi yang lainnya,
tetapi mereka harus menganggap bahwa para peserta mujadalah atau diskusi itu
sebagai kawan yang saling tolong – menolong dalam mencapai kebenaran. Menurut
bahasa Mujadalah berasak dari kata Jadala yang ermakna memintal,
melilit. Jika ditambah alif pada jim yang mengikuti wazan faala maka mempunyai
arti berdebat. Dan mujadalah berarti perebatan. Menurut istilah mujadalah
adalah upaya bertukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis,
tanpa adanya suasana yang mengharuskan lahirnya permusuhan diantar keduanya.
Metode ini juga bisa dilakukan dengan system as'ilah wa ajwibah.
Adapun operasionalisasi dari ketiga metode
tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:
a)
Dakwah bi al-kitabah yaitu berupa buku,
majalah, surat, surat kabar, spanduk, pamplet, lukisan-lukisan dan sebagainya,
berdakwah lewat tulisan ini terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan antara
lain; memelihara kepekaan (hatinya tersayat dan perasaanya tidak terima saat
ada sesuatu yang menyimpang; menumbuhkan disiplin; menjaga stamina. Pengertian
menjaga stamina diatas adalah dengan terus mengasah ide dengan membiasakan diri
mengumpulkan suplemen otak sebanyak-banyaknya sebab seperti layaknya stamina
tubuh, stamina otakpun perlu dijaga agar sumber ide tersebut tak akan pernah
kering.
b)Dakwah
bi al-lisan, meliputi ceramah, seminar, symposium, diskusi, khutbah, saresehan,
brain storming, obrolan, dan sebagainya
c) Dakwah bi al-hal, yaitu berupa prilaku
yang sopan sesuai ajaran Islam, memelihara lingkungan, dan lain
sebagainya (Wardi Bachtiar, 1997: 34). Dakwah bil Lisan al haal mempunyai
arti menyeru, mengajak dengan perbuatan nyata. Pengertian ini sejalan dengan
sebuah ungkapan hikmah " Lisan al-haal abyanu min Lisan al- maqaal "
yang artinya kenyataan itu lebih menjelaskan dari ucapan.
Aplikasi dakwah al-Lisan al-Haal telah
dicontohkan pada masa Rosulullah, salah satunya adalah adanya perjanjian
Hudaibiyah. Sedangkan aplikasi dakwah bi al Lisan al Haal pada masa kini yakni
dengan merumuskan terlebih dahulu persoalan ummat Islam misalnya masalah
keterbelakangan social ekonomi, keterbelakangan dalm bidang pendidikan,
lemahnya etos kerja ummat islam, belum terealisasinya ukhuwah islamiyah dan
isolasi diri Ummat islam terhadap pergaulan dunia. Setelah rumusan-rumusan itu
ditemukan maka, lakukan tindakan selanjutnya dengan pertimbangan-pertimbangan
yang matang misalnya melakukan pengaturan (menejemen) dan pengembangan
masyarakat Islam contoh; study manajemen dan organisasi masyarakat, study
manajemen Bank dan Ekonomi Islam, study pengembangan komunitas muslim,
pengembangan sumber daya lingkunaga dan lain-lain.
Demikianlah antara lain pendapat sebagaian
Mufassirin tentang tiga prinsip metode tersebut. Selain metode tersebut Nabi
Muhammad Saw bersabda:
مَنْ
رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
“Siapa di antara kamu melihat kemunkaran,
ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu, ubahlah dengan lisannya, jika tidak
mampu, ubahlah dengan hatinya, dan yang terakhir inilah selemah-lemah iman.” [
H.R. Muslim].
Dari hadis tersebut terdapat tiga tahapan metode
yaitu;
1. Metode dengan tangan [bilyadi], tangan
di sini bisa difahami secara tektual ini terkait dengan bentuk kemunkaran yang
dihadapi, tetapi juga tangan bisa difahami dengan kekuasaan atau power,
dan metode dengan kekuasaan sangat efektif bila dilakukan oleh penguasa yang
berjiwa dakwah.
2. Metode dakwah dengan lisan [bil-lisan],
maksudnya dengan kata – kata yang lemah lembut, yang dapat difahami
oleh mad’u, bukan dengan kata – kata yang keras dan menyakitkan hati.
3. Metode dakwah dengan hati [bil-qolb],
yang dimaksud dengan metode dakwah dengan hati adalah dalam berdakwah hati
tetap ikhlas, dan tetap mencintai mad’u dengan tulus, apabila suatu
saat mad’u atau objek dakwah menolak pesan dakwah yang disampaikan,
mencemooh, mengejek bahkan mungkin memusuhi dan
membenci da’i atau muballigh, maka hati da’i tetap
sabar, tidak boleh membalas dengan kebencian, tetapi sebaliknya tetap mencintai
objek, dan dengan ikhlas hati da’i hendaknya mendo’akan objek supaya
mendapatkan hidayah dari Allah SWT.
Selain dari metode tersebut, metode bil
uswatun hasanah, yaitu dengan memberi contoh prilaku yang baik dalam segala
hal. Keberhasilan dakwah Nabi Muhammad SAW. Hanya ditentukan oleh akhlaq belia
yang sangat mulia yang dibuktikan dalam realitas kehidupan sehari – hari oleh
masyarakat. Seorang muballigh harus menjadi teladan yang baik dalam
kehidupan sehar – hari.
Menjadi uswatun hasanah menurut bahasa berasal
dari kata uswah yang berarti orang yang ditiru
dan hasanah yang berarti baik jadi, uswatun Hasanah adalah contoh
yang baik, kebaikan yang ditiru, contoh identifikasi, suri tauladan atau
keteladanan.
Aplikasi Metode Dakwah Era informasi
Ketiga metode dakwah tersebut diaplikasikan
dalam berbagai pendekatan, diantarnya yaitu:
a. Pendekatan
Personal; Pendekatan dengan cara ini terjadi dengan cara individual.
Antara da’i dan mad’ulangsung bertatap muka sehingga materi yang
disampaikan langsung diterima.
b. Pendekatan
Pendidikan; Pada masa Nabi, dakwah lewat pendidikan dilakukan beriringan
dengan masuknya Islam kepada kalangan sahabat. Begitu juga pada masa sekarang
ini,kita dapat melihat pendekatan pendidikan teraplikasi dalam lembaga –
lembaga pendidikan pesantren, yayasan yang bercorak Islam ataupun perguruan
tinggi yang didalamnya terdapat materi-materi keislaman.
c. Pendekatan
Diskusi; Pendekatan diskusi pada era sekarang sering dilakukan
lewatberbagai diskusi keagamaan, da’i berperan sebagai nara sumber
sedang mad’u berperan sebagai undience.
d. Pendekatan
Penawaran; Cara ini dilakukan Nabi dengan memakai metode yang tepat tanpa
paksaan sehingga mad’u ketika meresponinya tidak dalam keadaan
tertekan bahkan ia melakukannya dengan niat yang timbul dari hati yang paling
dalam.
e. Pendekatan
Misi; Maksud dari pendekatan ini adalah pengiriman para da’i ke
daerah – daerah di luar tempat domisisli.
Secara lebih khusus dunia telekomunikasi di era
informasi ini sedang dirancang sebuah protokol / standar telekomunikasi baru
yang disebut LTE (Long Term Evolution) dimana jalur data komunikasi semakin
cepat, lebih luas cakupannya, lebih besar kapasitasnya dan lebih reliable.
Dengan teknologi LTE ini maka semakin mendukung terciptanya sebuah dunia tanpa
batas, di mana orang yang berbeda negara dapat saling terhubung menggunakan
internet dan bisa berkomunikasi secara audio visual tanpa ada halangan dan
gangguan yang begitu berarti.
Mengetahui hal ini semua, umat Islam sudah
seharusnya memperbaharui tema-tema dakwahnya sekaligus cara berdakwahnya.
Metode-metode klasik dalam berdakwah memang tidak perlu kita hilangkan namun alangkah
baiknya dikembangkan. Disaat umat lain telah berupaya menyebarkan ajaran dan
pandangannya menggunakan iklan-iklan di televisi, di komunitas maya menggunakan
email, mailing list, forum diskusi, internet messenger, sampai yang ter-update
saat ini (Facebook), apakah kita akan diam saja dan hanya menjadi pengagum dan
penonton mereka?
Dakwah dalam Islam berarti mengajak seseorang
atau kelompok dari tidak tahu Islam menjadi tahu, dari yang anti Islam menjadi
pendukung Islam, dari yang bukan muslim menjadi seorang muslim. Dan cara kita
berdakwah juga telah diajarkan yaitu menggunakan hikmah dan kata-kata yang
baik, sedangkan tekniknya kita sesuaikan. Dengan mengambil konsep dakwah yang
telah digariskan Rasulullah sekaligus nilai-nilai positif dari perkembangan
teknologi informasi dan telekomunikasi maka dari sinilah tercetus kata-kata
e-dakwah.
E-dakwah memiliki konsep dan hubungan yang
tidak jauh dengan kata-kata e-mail, e-learning, e-government, e-commerce dan
sejenisnya. Kalau email adalah metoda simpan dan teruskan dari pembuatan,
pengiriman, penerimaan dan penyimpanan pesan menggunakan sistem komunikasi
elektronik jaringan atau internet (wikipedia). E-government adalah penggunakan
teknologi internet sebagai sebuah landasan dalam pertukaran data, penyediaan
layanan dan transaksi kepada warga negara, pebisnis atau tangan pemerintah yang
lain (wikipedia). Dan hampir e-e yang lainnya pun tidak beda jauh, yaitu mereka
menggunakan media internet sebagai infrastrukturnya. E disini bisa berarti
melibatkan cara, range / jarak / geografical position, sebuah system atau
proses dan infrastruktur. Maka e-dakwah pun kurang lebih adalah proses
pengajaran, pembelajaran, penyampaian sesuatu informasi / pesan berkaitan
dengan dunia Islam dengan harapan orang yang diberikan informasi tersebut
menjadi tertarik bahkan bisa bergabung kedalam barisan kaum muslimin. Oleh
karena itu informasi yang akan disampaikan dalam e-dakwah ini harus bersifat
valid, terpercaya, bukan sebuah fitnah, bersifat konstruktif, membuka dan
memperdalam wawasan, terbuka untuk didiskusikan dan tidak mengandung
unsur-unsur lain yang dapat merusak makna dakwah itu sendiri.
E-dakwah ini sendiri akan terus berkembang
seiring dengan perkembangan ilmu, teknologi dan pengetahuan manusia, seiring
dengan semakin meningkatnya kebutuhan dakwah Islam kepada manusia, seiring
dengan pertumbuhan manusia itu yang semakin meningkat, seiring dengan
pertumbuhan Islam itu sendiri. Dan tergantung sejauh mana generasi penerus
dapat memanfaatkannya secara optimal sesuai dengan kebutuhan
DAFTAR
REFERENSI
Anas, Ahmad. Paradigma Dakwah
Kontemporer, WaliSongo Press IAIN Walisongo,Semarang, 2006
Bachtiar, Wardi, Metodologi Penelitian
Ilmu Dakwah, Cet. I; Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Effendy, Onong Uchjana, Ilmu, Teori dan
Filsafat Komunikasi, Cet. II; Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000.
Madjid, Abd., Tantangan dan Harapan
Umat Islam di Era Globalisasi, Cet. I; Bandung: Pustaka Setia, 2000.
Muriah
, Siti. Metodologi Dakwah Kontemporer, Mitra Pustaka, Yogyakarta,
2000, Cet.I Yayasan Penyelenggaraan Penerjemah/Penafsir al-Qur‟an, al-Qur’an
dan Terjemahannya,Lembaga Percetakan Raja Fahd, tt .
No comments:
Post a Comment